Disukai
0
Dilihat
644
Untuk Perasaan Yang Tidak Tepat Waktu
Drama

Seandainya saja hati dikontrol penuh oleh otak, maka akan kupastikan tidak mencintaimu sebelum waktu mempertemukan untuk menyatukan kita. Akan kugunakan otakku untuk berpikir lebih logis lagi bahwa jatuh cinta sebelum waktunya adalah bencana luara biasa.

Aku kembali mengunduh aplikasi yang banyak sekali digunakan oleh manusia, untuk komunikasi atau pun tempat menyuarakan kehidupannya. Aplikasi yang sangat marak digunakan dan kulihat, saat ini peminatnya oleh banyak ibu-ibu. 

Tidak ada kesibukan yang bisa kulakukan, sehingga pikiranku membawaku pada keputusan itu. Kalau diingat, sudah sangat lama aku tidak menggunakannya, cukup penasaran saja, sekarang isinya tentang apa ya? Hanya keisengan dan bahkan tidak terbesit dalam pikiranku sedikit pun apakah ada yang mengirimkan pesan untuk ku.

Aku membukanya, dan berhasil. Yang paling menyita perhatianku adalah angka satu yang ada di bagian permintaan pertemanan. Aku heran saja, siapa yang melakukan itu, apakah masih ada yang ingin mengirimkan permintaan pertemanan pada akun yang sudah lama tidak digunakan, bahkan terlihat seperti akun terlupakan. Poto profil yang kosong dan tidak satu pun ada postingan yang menandakan pemiliknya masih aktif menggunakannya.

Aku membukanya, melihat nama yang tertera, aku sangat tahu siapa pelakunya, 'Abyan'. "Kenapa kamu harus kembali?" tanyaku pada diri sendiri. Sekarang aku membaringkan tubuhku di tempat tidur dengan perasaan yang aku juga tidak tahu perasaan apa itu, sambil menimbang keputusan apa yang akan kuambil setelahnya. 

Aku meletakkan handphone ku saat berbaring. Tiba-tiba saja kenangan tentang Abyan kembali memutar di kepalaku. Sebenarnya tidak banyak, tapi sesuatu yang dilakukannya berulang-ulang, itulah yang membuatku sulit sekali melupakannya.

Entah sudah berapa kali dia mengirimkanku pesan, jika tidak salah sudah lima kali, dan itu dilakukan setiap setahun sekali. Aku mengetahuinya karena setiap membaca pesan yang dikirimkan, aku juga melihat waktu dia mengirimkannya. Perasaan yang campur aduk ketika mendapati bahwa dialah yang mengirimi permintaan pertemanan padaku,lagi. 

Aku menerima permintaan pertemanannya, lalu mematikan handphone ketika itu sudah kulakukan. Ada yang aneh dalam diriku, mendadak aku sangat bahagia meski belum mendapat pesan apa pun darinya. Aku selalu mengecek handphone ku, berharap, ada pesan yang masuk dan itu darinya.

"Assalamualaikum." Aku kembali mengecek handphone ku saat satu hari sudah berlalu. Ternyata benar, pesan itu dikirimkan untukku. Aku membalasnya dengan harapan pesanku dibalas kembali.

Biar kukatakan, bahwa aku tidak pernah menyukai siapa-siapa kecuali Abyan. Mengetahui dia ingin berkomunikasi denganku adalah sesuatu yang kusyukuri sekaligus akan menjadi penyesalan lagi setelahnya. Abyan pernah mengatakan padaku bahwa akulah perempuan pertama yang pernah dia suka, tidak tahu alasannya apa, tapi dia yakin bahwa jika ke depan tidak bersamaku, maka yang dia temui adalah penyesalan. 

Aku dan Abyan tidak berpisah dengan alasan geografis, karena rumahku dan rumahnya Abyan tidak jauh, kami satu Desa, hanya beda dusun saja. Kami jarang bertemu, bahkan bisa dihitung dengan jari pertemuan aku dan Abyan, dan itu juga karena kebetulan. Aku ingat dengan jelas, sebelum dia mengirimkan aku pesan ini, kami bertemu pada rapat remaja masjid. Mungkin dia baru bergabung atau mungkin saja sudah lama, aku tidak mengetahuinya dengan pasti karena aku kuliah di luar kota, dan dia ada di sini, di kampung kami.

Pada pertemuan itu, aku tidak tahu apakah aku yang merasa atau memang benar adanya, bahwa Abyan sesekali melirikku, dan itu kupastikan dengan melihatnya dengan ekor mataku. Waktu itu kami duduk saling berhadapan dengan kaum laki-laki dan perempuan, dan posisinya pas sekali berhadapan denganku. Kejadian itu, berhasil menarikku pada kenangan tentangnya,lagi.

Jika melihat Abyan, aku selalu mengingat kejadian sederhana yang berhasil membuatku tersenyum. Aku pernah ikut bersamanya pulang dan berada pada boncengan motornya saat pulang sekolah, saat itu komunikasi kami masih lancar, meski hanya sebatas saling mengirimkan pesan saja. 

"Kamu kenapa pulang lambat?"tanyanya, setelah motornya sudah jalan. 

"Tadi ada rapat OSIS,"jawabku yang tidak berhenti mengukir senyum karena terlalu bahagia. Bayangkan saja, pulang dengan orang yang kamu sukai itu sangat membuat hati berbunga. Setelah itu tidak ada percakapan lagi sampai aku pulang ke rumah. Yang Abyan lakukan adalah selalu melirikku dengan senyumannya yang tulus dari spion motornya.

Itu terakhir kali aku komunikasi sedekat itu dengan Abyan, hanya sebatas membalas pesannya saja aku sudah bisa dibuat jatuh cinta olehnya. Entah kenapa, ketika aku menyukai orang lain, rasanya aku tidak memperdulikan siapapun, jangankan orang lain, diriku saja rasanya terbengkalai. Aku semakin tidak disiplin, dan parahnya lagi, sepertinya aku melaksanakan semua kebaikan hanya sebagai penggugur kewajiban saja. 

Setiap kali aku berjalan jauh meninggalkan kebaikan, otakku selalu menyangkal betapa aku mengkhianati diriku sendiri. Sudah berapa kali aku terjebak dalam situasi seperti ini, nyaman dengan komunikasi bersama Abyan. Dan pada akhirnya sebuah penyesalan saja. Aku tidak mau jatuh cinta membawaku pada sebuah jalan buntu yang ada Abyan saja di sana, sehingga aku menggantungkan padanya, hanya berharap jalan keluar darinya. Sedangkan cita-citaku masih menunggu untuk diwujudkan dengan semangat yang selalu aku jadikan alasan.

Sepertinya kita harus berhenti disini, maaf telah membawamu berharap sejauh ini,lagi. Maaf,aku tidak bisa melanjutkan apa pun, apalagi melanjutkan komunikasi yang entah ujungnya apa. Aku terlalu mencintaimu, dan aku takut itu membuat kita sama-sama terlena dalam situasi yang tidak ada baiknya. Kumohon, jika ada keseriusan temui aku ketika kamu sudah serius dengan komitmen pernikahan. Aku mengirimkan pesan panjang lebar itu pada Abyan, tidak menunggunya membaca pesan itu atau bahkan tidak menunggu balasan. Aku langsung memblokirnya dan memutuskan untuk tidak menghubunginya lagi.

Setelah melakukan itu, aku membaringkan tubuhku lalu memandang langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Aku terlalu mencintai Abyan, aku selalu mencari celah untuk tidak menghubunginya atau pun tidak membalas pesannya untuk bisa menjauhinya, dan aku tidak menemukan celah buruk tentangnya. Sehingga aku sampai pada keputusan bahwa akulah yang harus mengalah dari perasaan ini. Aku yang harus mengambil keputusan dari hubungan yang kutau sendiri adalah kesalahan.

Aku sadar, memaksa menjauh dari orang yang kita sukai adalah pilihan sangat sulit, benar kata orang-orang bahwa ternyata untuk keluar dari kenyamanan tetapi itu adalah kesalahan adalah pilihan sulit sekali. 

Seminggu setelah mengirimkan pesan itu, aku sama sekali tidak melihat Abyan, atau mungkin aku yang menghindar karena waktu seminggu itu, aku banyak berdiam diri di rumah. Sampai pada suatu kejadian tidak pernah aku sangka-sangak aku bertemu lagi dengan Abyan.

"Hilya." Tunggu, sepertinya ada yang memanggil namaku. Aku sibuk membersihkan guyuran air hujan pada pakaian ku, padahal aku tahu sendiri, aku sudah basah. Aku berteduh di sebuah pangkalan ojek karena aku terjebak hujan. Aku sedang perjalanan pulang dari tempat jahit untuk mengambil pesanan jahitanku yang kubawa dua Minggu lalu. 

Aku mencari sumber suara yang dari awal terdengar sudah tidak asing. Kenapa harus senyum tulus itu yang harus menyapaku pertama. Bagaimana pun kecewanya Abyan, aku tidak pernah melihat dia menunjukkan wajah benci padaku. 

Aku tidak menggubrisnya karena aku sibuk menata detak jantungku yang sudah tidak karuan ini. "Kamu darimana?" Abyan melontarkan kalimatnya lagi. Sedangkan aku masih sibuk dengan perasaanku. Keadaan seperti ini yang tidak aku sukai berada di dalamnya. Sedangkan aku juga masih berharap sikap Abyan tidak berubah untuk ku.

"Aku dari tukang jahit mengambil pesanan ku,"aku membalasnya tanpa menatap padanya. Kualihkan pandangan pada motorku dan motornya Abyan yang basah karena air hujan. Kulihat, hujan kali ini redanya akan lama sedangkan aku berdua saja dengan Abyan disini.

"Kenapa mengambil keputusan itu? Kurasa hubungan kita atau pun cara komunikasi kita tidak salah. Aku tidak pernah berlebihan atau pun memaksamu melakukan yang yang salah'kan?" Sepertinya kalimat itu bukan pertanyaan, tetapi pernyataan. Abyan benar, dia tidak pernah berlebihan, tapi aku yang terlalu berlebihan dalam menanggapi hal-hal kecil yang Abyan lakukan.

"Maaf, tapi berlebihan atau tidak, yang namanya komunikasi antara laki-laki dan perempuan tanpa hubungan sah, tidak akan pernah dibenarkan apalagi dengan perasaan gembira." Abyan duduk, sedangkan aku masih berdiri menunggu hujan ini akan reda dan aku bisa pulang. Rambut basah yang diguyur hujan, kaos hitam dengan lengan pendek yang sederhana serta senyum khas Abyan, aku menyukai semua tentangnya. 

"Apa kita tidak bisa komunikasi, untuk mengetahui kabar kamu saja sudah cukup, aku janji tidak akan berlebihan."katanya.

Aku mulai menatapnya, berdiri dengan keberanian berhadapan dengannya "tidak bisa, karena aku terlalu berlebihan menanggapi pesan darimu,"aku membalasnya.

"Hanya komunikasi sebagai teman saja, lupakan tentang perasaanmu dan aku akan melakukan hal yang sama, tapi tolong jangan menghilang lagi. Kamu tidak tahu bagaimana aku selalu memikirkan tentangmu, tentang kabarmu, dan tentang hidupmu. Kamu terlalu tertutup untuk aku ketahui dari orang lain atau pun sosmed. Jika tidak lewat kamu sendiri, aku tidak akan tahu tentang kamu" wajahnya dan keseriusanannya berhasil membuatku memikirkan bahwa mungkin aku bisa melakukan yang dikatakan Abyan, tapi disisi lain, aku takut aku lalai lagi.

"Maaf, aku tidak bisa. Jika benar niatmu untuk bersamaku, perasaan ini seharusnya kita halalkan, tidak menempuhnya dengan jalan seperti ini."

"Komunikasi hanya mengetahui kabar kamu saja, itu sudah cukup," Abyan masih kekeh dengan pilihannya.

"Aku tidak bisa, maaf" aku mengalihkan pandanganku darinya dan berniat menerobos hujan jika itu bisa membuatku terhindar dari pertanyaan dan penjelasannya.

"Kenapa?"kali ini nadanya terdengar sedikit tinggi.

"Karena aku tidak bisa, aku tidak bisa mengendalikan perasaanku sendiri ketika jatuh cinta. Aku akan mencintai dengan sangat dalam orang itu ketika aku jatuh cinta," aku juga ikut meninggikan suaraku ketika pertanyaan itu aku jawab.

"Kamu bisa pokus sama tujuanmu, aku juga akan sama, tapi tolong hanya tentang kabar saja, itu yang aku inginkan" Abyan masih dengan pendiriannya agar aku mau komunikasi kami berlanjut.

Aku menarik napas lalu kembali menghadap padanya. Abyan juga sudah berdiri dari duduknya. "Maaf, aku tidak bisa. Ini bukan salah kamu, ini karena seratus persen ini adalah kesalahan yang harus kutanggung akibatnya sendiri. Aku mencintaimu, dan bagaimana aku bisa pokus untuk tujuanku sedangkan dalam pikiranku hanya tentang kamu. Semuanya terbengkalai dikalahkan oleh perasaan ini padamu. Sudah kucoba untuk menempatkan sesuai tempatnya. Tentang perasaan dan tentang tujuan, tapi apa yang aku dapatkan, perasaan tentangmu yang paling dominan. Hatiku mencintaimu, dan tujuanku kirangkai di otak, tapi tidak bisa. Aku tidak bisa." Kalimat panjang itu kujeda karena seperti ada sesuatu yang tersekat ditenggorokanku. Rasanya aku ingin menangis. 

"Kamu tidak tahu rasanya berkelahi dengan pikiran sendiri, seharusnya otakku kugunakan menjadi pembatas mencintai, tapi apa, otakku selalu mencari pembenaran tentang hal-hal yang kita lakukan. Dia selalu menolak bahwa yang kita lakukan adalah salah."

"Dan satu lagi, kalau pun kamu benar serius dengan kita, temui aku ketika kamu ingin perasaan ini dihalalkan. Kurasa kamu juga sudah cukup paham bahwa yang kita lakukan tidak ada yang yang bisa membenarkannya. Aku duluan," aku pergi tanpa menunggu Abyan berbicara. Dengan perasaan kecewa aku meninggalkankannya. Menerobos hujan yang sepertinya tidak akan berhenti.

Aku mencintai Abyan, sedikit pun tidak ada celah untuk membencinya, tapi aku sadar, pertemuan aku dan dia waktu sekarang adalah sesuatu yang harus kami hindari. Aku berharap, jika masih diberi kesempatan berpijak di bumi, diberi kesempatan untuk memilih pasangan hidup, aku ingin bertemu dengan Abyan dalam sebaik-baiknya pertemuan dan versi terbaik menurut-Nya.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar