Disukai
0
Dilihat
708
SIN-TREND
Misteri
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

SIN-TREND

Penulis: Teguh Santoso 

Impian itu berkecamuk di dalam pikiran Putri. Penuh dengan keraguan ingin melakukan apa yang diperintahkan dalam mimpi. Dalam hatinya bertanya seperti inikah orang-orang yang berhasil dalam mencapai tujuannya. Dirasuki mimpi yang membuat hidupnya gelisah dan berusaha membuktikan. Seperti wangsit dari Gusti Pencipta yang hanya disampaikan lewat mimpi. Seperti Nabi Ibrahim kah mimpi yang dialaminya. Mimpidiperintah menyembelih putra kesayangannya sendiri? Yang melahirkan makna melegenda tentang arti pengorbanan. Sedang mimpi Putri sangatlah berbeda dengan Nabi Ibrahim. Mimpi Putri seperti harapannya dalam hidup. Ingin mempunyai kaki sempurna seperti layaknya perempuan pada umumnya. Selama ini Putri berjalan dipandu dengan kedua kraknya. Karena kedua betis dan pahanya sangatlah kurus tanpa daging. Dia bermimpi dilarang menikah dulu dan mencari Uwak atau Datuk yang bisa mengajarinya menari sintren. Setelah dia mampu memenuhi syarat-syarat dalam mimpinya, maka kakinya akan berubah menjadi kaki normal. Selain itu dia akan bisa menari diatas kurungan ayam seperti yang biasa dilakukan para penari sintren di pantura. Tapi semua itu kan mimpi, apa benar atau tidak, Putri masih mempertimbangkan masak-masak sebelum memutuskansesuatu. 

Putri hanyalah satu-satunya keturunan keluarga Hermawan. Gadis manis berkulit sawo matang itu masih perawan. Dan sebenarnya Putri termasuk gadis yang kewes dan supel. Sekalipun hidupnya cukup kosmopolit, belum pernah dia tersentuh lelaki manapun. Padahal dia tidak berhijab. Putri benar-benar menjaga dengan baik keperawanannya. Usianya yang hampir 25 tahun itu belum pernah ciuman sama sekali. Bagaimana tidak? Kedua betisnya dan pahanya yang sangat kurus itu tidak pernah lepas dari krak untuk memandunya berjalan. Mungkinkah karena cacat kedua kakinya itu yang membuat lelaki enggan memacarinya? Mungkin malu para lelaki berjalan bersama gadis cacat seperti Putri. Kalau diperhatikan sebenarnya paras Putri begitu menawan seperti ibunya. Pantas juga kalau dia jadi penari atau bahkan pemain sinetron. Hanya saja kedua kakinya yang lumpuh sejak kecil banyak membuatnya terpuruk dari segala keberuntungan hidup. 

Hampir setiap malam Putri bermimpi ditemui wanita berkebaya hijau berpakaian seperti layaknya wanita dari kerajaan jaman dahulu. Wanita berkebaya itu melarangnya menikah dan menyuruhnya mencari pelatih tarian sintren di sepanjang pantura. Dengan menemui pelatih sintren itu, dia akan mendapat terapi kesembuhan kakinya. Dengan kedua kaki yang indah dan molek nantinya akan bisa menari meliuk-liuk diatas kurungan ayam. Alasan kenapa Putri yang dipilih untuk menjadi penari sintren, tidak lain karena Putri masih perawan beneran. Hanya gadis yang masih benar-benar perawan dan mau menundamenikah yang akan bisa jadi penari sintren yang sebenarnya. Itu syarat utama seorang penari sintren yang selalu dimimpikan Putri tiap malam sebelum subuh tiba. Penari sintren seperti itulah yang akan mementaskan sintren penuh magis dan memukau.

Di sepanjang pantura syarat itu sudah banyak diabaikan. Sehingga sintren hanyalah sepenggal kebudayaan yang dilestarikan sekedarnya. Inti daya pikat yang aslinya sudah pudar. Makanya wanita berkebaya hijau itu selalu menemui Putri dalam mimpinya dan berkali-kali meminta Putri melakukan perintahnya. 

Segala pertimbangan yang diterima Putri hasilnya menolak. Semua tidak merestui terlebih lagi kedua orang tuanya. Alasannya selain Putri cacat kakinya, Putri juga bisu. Semua kerabat dan handai taulannya mengkhawatirkan Putri. Jiwanya yang penuh semangat itu terkenal tidak pernah putus atas dengan segala harapan yang ingin dia tempuh.

Putri hanya menangis tiap hari di dalam kamarnya dan lebih sering menyendiri. Pikirannya sungguh tidak tenang. Impiannya mempunyai kaki yang sempurna dan molek sudah beberapa kali dia cari. Berbagai Dokter dan Rumah Sakit yang dikunjunginya menyerah. Kecacatan kedua kaki Putri sudah tidak bisa dilakukan terapi ataupun operasi apapun. 

Sampai pada suatu saat, datanglah rombongan keluarga Anom yang ingin melamar Putri. Anom juga putra tunggal keluarga Pak Wiji yang sudah lama membujang. Sebagai bujang tua, Anom cukup pemalu. Wajahnya tidak begitu ganteng. Hampir sekurus Putri. Agak minder. Hanya saja pancaran auranya menyiratkan dia orang tulus seperti Ayahnya. 

“Ya semog ini tembung temu antara Putri dan Anom,” pungkas lamaran Ayah Anom yang disampaikan didepan Putri dan keluarganya. 

“Gimana Nduk?” tanya Ibunya pada Putri

Semua memperhatikan Putri yang tersentuh dengan lamaran itu. Matanya berkaca-kaca. Dia tidak mengangguk tidak juga menggeleng. Hanya senyum yang menyungging, yang membuat semuanya merasa lega. Terutama Anom. 

Semalaman Putri susah tidur memikirkan lamaran itu. Kalau terwujud pernikahan itu akan menggagalkan impiannya mempunyai kaki yang sempurna. Lebih menakutkan lagi kalau punya anak cacat seperti dirinya. Putri merasa kehilangan kesempatan untuk memperbaiki nasib hidupnya. Tapi dia sudah tidak punya daya upaya lain, karena Putri dalam masa pingitan tidak boleh keluar rumah sampai hari pernikahnya dua bulan kedepan. Dalam perasaan yang kalut serta pikiran berkecamuk tentan dua pilihan; menggapai impiannya memiliki kaki baru nan sempurna atau menikah dan punya anak cacat seperti dirinya. 

“Sssssttt... Sssssttt.... Putri buka jendelanya.....” terdengar suara Anom dari balik jendela dengan suara pelan. Putri menghambur ke jendela kamarnya dan membukanya perlahan. 

“Jangan teriak, jangan bersuara keras, ikuti aku sekarang, cepat”

Putri menepiskan tangan Anom yang berusaha menyeretnya

“Nanti ku jelaskan di mobil.... ayo ikut... “

Putri masih takut dan curiga dengan maksud Anom yang belum dia mengerti

“Kamu aku antar ke Cirebon katanya mau cari pelatih sintren disana... Ayo cepetan”

Putri akhirnya mengikuti Anom dengan keluar dari jendela kamarnya. Kamar itu terletak dibelakang rumah yang masih joglo klasik ala orang ningrat jaman dulu. Pekarangannya di belakang seperti taman sari ada bangunan kecil-kecil serta berbagai tanaman hias serta pohon-pohon. Malam itu disinari terang purnama yang sahdu. Petromak dan Ceplik kecil masih dipampang di lorong koridor belakang rumah. Dengan sangat kesulitan mengeluarkan kraknya, Anom penuh perhatian yang seksama menerima kedua krak dan menggendong Putri keluar dari jendela kamarnya. Anom langsung menggendong Putri dan kedua krak dipengangi tangannya Putri. Mereka berjalan menelusuri lorong koridor kearah pintu pagar belakang. Sesampainya di pintu belakang, Anom memindah gendongan Putri jadi membopongnya untuk menjulurkan tubuh Putri keluar pagar belakang. Tak disadari kraknya memukul kepala Anom. Putri tersenyum melihat Anom nyengir. Kamar Bapak nya dinyalakan. Sepertinya mendengar suara mereka. Anom bergegas naik pintu pagar belakang. Mereka segera menghambur kedalam mobil Anom. Segera meluncur pelan-pelan mobil black crown itu. 

“Sudah lama aku ingin melakukan ini. Membawa kamu kabur mengejar impianmu. Malam ini juga kamu aku antar ke Cirebon. Tapi aku langsung balik lagi ke Tangerang supaya orang tua kita tidak curiga. Ya tahunya kamu kabur dari rumah.”

Putri tersenyum haru memandang aura ketulusan Anom. Pengorbanan yang lebih dari yang diharpkan dalam hidup Putri. Tangan Putri mengelus pundak Anom seperti ungkapan terima kasih. 

“Oh iya ini ATM udah aku siapin di dalam dompet ini berikut pin nya. Di dompet itu juga ada uang cash secukupnya. Terus tas pink di belakang itu isinya baju celana jaket untuk kamu. Juga ada handphone di saku resleting depan tas. Kalau kamu sudah menemukan pelatih sintren dan ingin pulang telfon aku saja nanti aku susul”

Sepanjang perjalanan Depok ke Cirebon dipenuhi cerita liku-liku Anom berusaha membujuk kedua orang tuanya untuk segera melamar Putri. Anom juga cerita sejak mendengar keinginan Putri mewujudkan impiannya, Anom saat itu juga tersentuh. Teringat selalu. Sebagai temannya Putri sejak SD, SMP hingga SMA, Anom memang peduli dengan Putri. Tapi baru kali ini Anom bisa ngomong lepas. Biasanya sejak dulu didepan Putri ngomongnya selalu gagap karean grogi. Akhinrya Putri bertanya dengan bahasa isyarat yang artinya ‘Kamu melamarku karena memang suka sama Putri atau hanya ingin menolong Putri menebus impian yang selalu menagihnya dalam tidur?’

“Lebih dari suka, lebih dari sahabatan, tapi aku ikhlas kalau tidak ada rasa apa-apa sama aku. Aku ngelakuin ini semua hanya ingin kamu bahagia.”

Putri mengkode dengan bahasa bisu lagi ‘Jadi tidak ingin menikahiku?’

“Aku sudah bawa keluargaku melamarmu. Semua tergantung kamu. Aku mencintai kamu dari dulu”

Rupanya Putri sudah tertidur kelelahan sepanjang perjalanan banyak diajak ngobrol sama Anom. Namun malangnya, lambat laun ban mobilnya mengempes. Anom melambatkan jalannya dan menepi. Di tengah jalanan sepi. Bulak kalau orang kampung bilang. Hanya tanaman dan pohon-pohon besar yang disekitar situ. Tidak ada tambal ban, tidak ada warung atau kehidupan yang lain. Anom menghentikan dibawah pohon asem yang besar. Anom turun dari mobil untuk mengganti ban. Putri terkeriap bangun, mencari Anom yang ternyata sedang memasang dongkrak di ban belakang. 

Tak jauh dari mereka berhenti terdengar bunyi gantungan lonceng sapi yang berjalan kearahnya secara perlahan. Klenting.. klenting.. klenting.. Hanya bunyi yang masih terdengar diantara kabut hawa dingin disitu. Arahnya seperti menyebar dari berbagai arah bunyi itu. Putri turun mencoba turun dari mobil.

“Tidak usah turun di dalam mobil saja. Ini cuma ganti ban serep saja kok”

Putri memberi kode apakah Anom mendengar suara klentengan sapi? 

“Iya paling itu pedati sapi yang mau lewat... diluar dingin sekali jangan keluar...”

Putri memperhatikan dari kaca belakang mobil, memang muncul pedati sapi menyeruak kabut-kabut tipis dari kejauhan. Jalannya begitu lambat. Anom telah selesai memasang ban serep. Anom masuk kedalam mobil dan menstarternya. Kini starter tidak mau nyala. Berkali-kali dicoba. 

“Apa lagi ini ya.. bensin masih banyak ... oli kemaren baru ganti... aneh’

Pedati sapi itu mulai mendekat dan berhenti di dekat posisi Anom. 

“Mau kemana Nak” tegur nenek yang duduk di kendali pedati itu.

“Cirebon Nek... masih jauhkah?”

“Ini baru di perbatasan kota Cirebon... Nanti saya panggilkan montir supaya kemari”

Putri memberi kode bagaimana kalau dia ikut pedati itu memastikan mendapat montir untuk kemari.

“Ya sudah saya jalan dulu mencari montir”

“Nek, eh temen saya ini ingin ikut e biar sekalian beli sarapan sekalian”

“Ayo kalau gitu”

Anom membantu Putri keluar dari mobil, memasangkan kraknya. Putri memberi kode dengan bahasa isyarat bagaimana kalau dia minta anter Nenek itu sampai ke terminal.

“Kamu kan belum tahu mau cari kemana pelatih sintren itu? Biar aku yang antar saja”

Putri mengangguk. Putri berdiri menopang kedua kraknya melangkah kearah pedati itu dituntun Anom. Dibantunya Putri menaiki pedati itu. Putri duduk di samping Nenek, menerima kedua krak yang disodorkan Anom. Pedati pun mulai bergerak. 

“Ingat kesini bawa montir ya perlengkapanmu masih ada disini”

Sambil melambaikan tangan kearah Anom, Putri terus memandangi Anom selama pedati itu berjalan meninggalkan Anom di tepi jalan bersama mobilnya. Anom terus memastikan hingga pedati sapi yang membawa Putri menghilang dari pandangannya. Memasuki kabut-kabut tipis itu. Tak lama kemudian baru terdengar sayup-sayup suara orang mengaji tanda subuh hampir tiba. Dan kabut-kabut tipis itu memudar perlahan. Pedati yang membawa Putri sudah tidak kelihatan.

Tirai Impian

“Sebenarnya kalian mau kemana?” tanya Nenek itu sembari terus mengendalikan arah jalannya sapi. Putri memberi kode bahasa isyarat, bergerak-gerak menari menunjukkan memakai kacamata.

“Sintren?”

Putri mengangguk. Lalu menegaskan kodenya dengan bahasa isyarat mencari guru pelatih tarian sintren

“Kamu mau jadi penari Sintren?”

Putri mengangguk. Nenek itu melirik ke kedua kaki Putri dan krak yang disandarkan di sampingnya. Putri mencoba menjelaskan dengan bahasa isyarat bahwa dia dalam mimpinya diminta mencari pelatih tarian sintren supaya kakinya dapat menjadi kaki yang sempurna seperti layaknya perempuan. Nenek itu mencoba memahami sekalipun sulit baginya. Dia hanya menyebutkan sesuatu yang mengejutkan

“Saya ini dulu penari sintren..”

Putri tersenyum gembira

“Tarian yang saya bawakan memukau siapapun yang menontonnya. Karena saya benar-benar perawan dan tidak pernah nikah hingga sekarang. Kenapa kamu mau jadi penari sintren?”

Putri memberi kode tidur terus ada mimpi dalam tidurnya untuk menjadi penari sintren

“Jadi penari sintren tidak bisa membuatmu kaya, apalagi, maaf, kakimu cacat begitu. Buat apa?”

Putri minta diajari menari sintren sama Nenek itu

“Kalau kamu mau belajar nari sintren apa mau tinggal di gubukku di pinggir desa?”

Putri menggangguk gembira. Saking gembiranya Putri lupa akan Anom yang masih menunggu montir. Putri hanya senyam senyum disamping Nenek itu yang menembang lagu sintren ‘Kembang cempoko putih.. cempoko putih diatas loyang... aiiii alaidung, indung sayang kembange malang... kapale londo buntung.. kalau sore terbayang-bayang...’

Sebelum matahari terbit, pedati itu sudah sampai di tepi sungai besar yang dirimbuni pepohonan. Nenek itu membantu Putri turun dari pedati. Dibantunya Putri memasang krak untuk melangkah kedalam gubuk Nenek yang reot itu. 

Rumah yang terbuat dari bambu wulung kuno itu atapnya masih menggunakan gribik. Tanpa cat atau plituran. Semuanya alami. Putri disuruh duduk diatas lincak bambu beralaskan anyaman tikar. Nenek itu mengambil anglo berisi dupa. 

“Duduk bersila,” perintah Nenek itu

Putri menuruti. Nenek duduk didepannya dan meletakan anglo yang sudah mengepul asap dupa. 

“Tirukan gerakan saya menari sintren”

Nenek itu mulai menari perlahan dan ditirukan oleh Putri. Dari perlahan hingga semakin cepat. Nenek itu menari sambil beringsut pantatnya memutar-mutar, ditirukan Putri. Terus menerus dilakukan. Hingga Putri pun semakin trans. Ada energi yang menyusup ditubuhnya. Tanpa sadar Putri berdiri menari sintren. Nenek itu hanya memandangnya. Mata Putri membelalak putih. Kakinya masih cacat tapi sudah dapat berdiri menari tanpa kraknya. 

Gading yang retak

Anom masih tertidur di mobilnya. Dia terbangun oleh bunyi klakson truk yang memekakkan telinga. Masih belum ada montir yang datang. Matahari sudah tinggi. Di tengoknya tas pink dan tas pinggang berisi ATM dan segala perlengkapan yang dipersiapkan untuk Putri masih tergolek di jog belakang. Anom memukul stir mobilnya.

“Bodohnya aku”

Anom mengambil handphonenya dan menuliskan teks di whatsapp kalau dia tidak bisa masuk kerja. Dia juga mengirim teks ke Ayahnya supaya kantor ditangini Om nya. Handphone diletakkan kembali. Anom mencoba menstarternya dan mesin seketika menyala. Sebelum menancap gas, Anom berpikir keras mau kemana mencari Putri. Rasa bersalah Anom telah membasah darah di tulang. Ia merasakan suram tanggung jawab yang membebani, seperti gading yang retak. Anom menjalankan mobilnya. Arah jalannya seperti bimbang mau kemana tujuannya. Dalam lalai fokus pikiranya itu, sebuah bis yang melaju cepat menggilasnya dengan sadis. Hancur berkeping-keping mobil itu.

Birong

Rambut panjangnya terikat tali ijuk yang merentang ke langit-langit rumah. Sisa rambutnya terurai menjuntai diseluruh wajahnya. Kedua tangannya terentang tambang kapal di kanan kiri bambu penyangga rumah itu. Piyamanya semakin lusuh. Dan kedua kakinya yang cacat itu sudah mulai membentuk kaki yang sempurna setelah seminggu terapi dengan Nenek Misterius itu. Tiada daya upaya apapun yang dapat dilakukan Putri. Pasrah seluas semesta. Anglo dupa itu masih mengepul diantara kedua kakinya yang menganga. Seperti layaknya diratus. Putri merasakan ada dua ruh yang menghuni tubuhnya. Parasnya mirip menyerupai Putri hanya saja berkebaya hitam. Mungkin karena itu juga pakulitan Putri menjadi semakin berwarna kecoklatan hitam. Aneka macam kembang bertaburan di sekitarnya. 

“Genap 13 hari kakimu akan sempurna. Dan kamu akan menjadi penari sintren yang sangat memikat. Tapi ingat apapun yang telah ku bisikkan kedalam hati dan pikiranmu, wajib kamu lakukan”

Dalam 13 hari kulit Putri menjadi coklat tua dengan paras yang menggairahkan. Dalam 13 hari kemudian, kaki sempurna seperti impiannya terwujud. Dan di minggu berikutnya, dia sudah bisa menari melenggang lenggok diatas kurungan ayam. Menjadi penari sintren mumpuni yang banyak mengundang penonton karena keseksian tarianya. Begitu komentar para laki-laki yang pada suka nyawer. Sampai akhirnya terdengar oleh Datuk Keling, pawang sintren terkenal di pantura. Saat ini dia sudah tidak ada yang namanya Putri lagi. Dia lebih dikenal sebagai Ratu Birong, atau Ratu Hitam yang memukau. 

Datuk Keling mengundang Birong tampil di pesanggrahan seni budayanya di perbatasan kota Brebes. Obor-obor telah dinyalakan mengelilingi area pentas sejak 5 sore. Penonton pun sudah melingkar sabar menunggu. Rombongan penabuh gamelan serta para saur manuk sudah mulai menembang lagu-lagu sintren. Birong masih belum kelihatan. Seperti biasa Birong hanya masuk arena menjelang surup srengenge. Datuk Keling sudah duduk di sofa bersama para aparatur desa. Jajan pasar dan minuman disajikan gratis untuk semua yang datang. Iring-iringan payung kertas dengan untaian tirai benang-benang berwarna warni itu, mengantarkan langkah Birong yang berjalan mundur memasuki arena. Tepat ditengah arena, beberapa orang tim mengikat tubuh Birong dengan tali-temali tambang yang sangat kuat. Diikatnya erat-erat. Begitu pula diikatnya mata Birong. Ditarik pun tak lepas. Digosok pisaupun tak retas. Senja itu sang Nenek pawang nya Birong tidak bisa hadir karena sakit. Uluk salam dupa dilakukan asisten Nenek. Birong terkulai lemas dimasukkan kedalam kurungan ayam yang besar. Diberikannya seperangkat pakaian sintren kedalam kurungan itu. Dalam beberapa saat kurungan itu terbuka, dan Birong telah berpakaian tarian sintren lengkap. Sedang tali temali tambang tadi sudah terlepas tanpa ada yang terputus. Birong menarikan tarian sintren yang istimewa senja. Tubuhnya meliuk-liuk aduhai. Para pemuda bergantian nyawer untuk bisa menari bersama sintren. Kalau dia dilempari sapu tangan, seketika Birong pingsan dan harus berganti dengan pemuda lain yang akan nyawer. Yang luar biasa tarian Birong malam itu tanpa diduga tim rombongan dapat melompat-lompat diatas kurungan ayam itu tanpa merusak satu bambu pun dari kurungan itu. Datuk keling mendecak, hingga jam 9 malam Birong terus menari tanpa henti. Datuk pun penasaran turun ikut nyawer. Dia menari bersama Birong. Tak ada satu tetes keringatpun yang meleleh dari tubuh maupun wajah Birong. 

Usai pementasan seluruh grup sintren birong dijamu istimewa dan disediakan tempat menginap tidak terkecuali. Datuk Keling mengundang Birong di tempat praktek supranaturalnya. 

“Kamu penari sintren yang istimewa,”

Birong hanya tersenyum dan mengangguk sebagai tanda terima kasih. Datuk Keling menuangkan kendi ke bokor emas yang dipegangi Birong. Kerlingan mata Birong begitu menawan dilirik Datuk. Leher jenjangnya serta betis rusanya membuat Datuk ingin menerkam layaknya harimau. Seketika aura Birong membuat Datuk kurang fokus dengan tujuannya. Birong meminum air kendi di bokor emas yang dipeganginya. Baik mata Birong maupun Datuk memudar jadi putih semua. Seperti kumbang mengitari kembang-kembang. Hanya kembang terindah yang dihampirinya. Kembang yang mengundang hatinya. Seperti dalam musim gelap yang merindukan cahaya hingga kaki langit mengaburkan logika. Butir demi butir tergelincir pesona menyatu dalam absurditas rasa. Dan seperti kembang, kelopak demi kelopak sama terbuka menyempurnakan malam mereka. Yang tersisa hanya penyesalan Birong. Tidak saja melewatkan kesempurnaannya sebagai gadis. Tapi telah menyebabkan Datuk Keling tergeletak tanpa nyawa. Yang tersisa hanya isak tangis Birong menyadari kebodohannya. 

“Tidak perlu tetes air matamu meleleh di pipi. Kamu justru akan semakin sempurna Birong. Kamu akan menjadi penari sintren penuh magis dan tidak tertandingi, setelah kau sudahi si Datuk Keling biadab itu.” suara bisikan Nenek Sintren membisik ditelinganya

Mata Birong masih berkaca-kaca penuh luapan air mata tak terbendungkan. Isak tangisnya begitu tulus dan lembut. Dia teringat semua larangan dari orang tuanya untuk menjemput mimpi hitamnya itu. Dia teringat Anom yang begitu menyentuh hatinya. Dia teringat teman-teman dan sahabatnya yang telah mencegahnya. Dia teringat sudah tidak memiliki siapa-siapa dan matanya berangsur menyalang memerah. Dia teringat dosa paling modern yang baru dialaminya. Dosa baru baginya yang diabaikan para pendusta modern sebagai dosa yang sedang trend. Sin-Trend

Griya Pringlangu Indah 2022

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Misteri
Rekomendasi