Di pegunungan yang tenang dan sejuk, berdirilah sebuah rumah kecil yang dikelilingi oleh keindahan alam memukau. Rumah itu dihuni oleh seorang lelaki tua bernama Sigod. Dengan tubuhnya yang besar, perut buncit, dan jenggot putih panjang, Sigod dikenal sebagai pria sederhana yang bijaksana. Setiap hari, ia mengenakan baju kodok biru dan sepatu boot kokoh, menghabiskan waktunya di kebun luas yang dipenuhi berbagai tanaman subur yang ia rawat dengan penuh cinta.
Sigod punya kebiasaan yang tidak pernah ia tinggalkan: ia selalu membawa skop ke mana pun ia pergi. Skop itu adalah alat kesayangannya, yang telah menemaninya selama bertahun-tahun dalam hobi berkebunnya. Baginya, berkebun bukan sekadar hobi, tetapi juga bagian dari hidupnya. Setiap pagi, setelah menyantap sarapan sederhana, Sigod akan keluar dan mulai merawat tanamannya dengan penuh dedikasi. Di kebun kecil itulah, keajaiban mulai terjadi.
Tanaman-tanaman di kebun Sigod tidak seperti tanaman biasa. Mereka tampak memiliki hubungan khusus dengan Sigod. Mereka dapat merasakan perasaannya, dan seolah-olah bisa mendengar kata-katanya. Setiap pagi, Sigod akan berbicara pada tanamannya, memberinya pujian dan kata-kata penyemangat.
"Selamat pagi, bunga matahari! Kamu terlihat cantik sekali hari ini," kata Sigod sambil menyiram bunga matahari yang cerah. Kelopak-kelopak bunga itu tampak lebih bersinar setelah mendapatkan perhatian penuh kasih dari Sigod. Begitu pula dengan kaktus yang gagah, yang selalu ia puji karena kekuatannya bertahan di tanah yang kering.
Meskipun tanaman-tanaman itu merespons perhatian Sigod, mereka juga memiliki perasaan sendiri. Mereka tumbuh subur bukan hanya karena perawatan Sigod, tetapi karena mereka menghormati dan mencintainya sebagai penjaga mereka. Setiap sore, angin pegunungan yang sejuk membawa bisikan lembut dari tanaman-tanaman itu, seolah-olah mereka berbicara satu sama lain tentang hari-hari yang mereka habiskan bersama Sigod.
Suatu hari, ketika Sigod sedang merawat tanamannya, seekor burung merpati putih terbang melintasi kepala Sigod dan menjatuhkan sebutir biji kecil. Biji itu jatuh tepat di kepalanya, membuat Sigod tersentak. Dengan mata berbinar, ia mengambil biji tersebut. "Ini pasti hadiah dari alam," pikirnya.
Namun, masalah muncul. Semua pot di kebunnya sudah penuh. Sigod berdiri di tengah kebun, menggaruk-garuk kepala sambil berpikir keras. "Di mana aku bisa menanam biji ini?" gumamnya. Lalu ia teringat akan sebuah pot kecil di gudangnya yang sudah lama tidak digunakan. Ia bergegas menuju gudang, dan menemukan pot itu, tertutup debu tetapi masih kokoh. Pot kecil merasa senang karena Sigod tidak melupakannya.
Sigod membawa pot itu keluar, membersihkannya, dan menanam biji kecil itu dengan hati-hati. "Bertumbuh dan berkembanglah bersama hingga menjadi pasangan yang indah dan berguna bagi bumi," kata Sigod. Setiap hari, Sigod merawatnya dengan penuh kasih, menyiraminya dan memberinya sinar matahari yang cukup. Tak butuh waktu lama, biji tersebut tumbuh menjadi kecambah. Seiring berjalannya waktu, kecambah kecil itu tumbuh menjadi sebuah tanaman dengan daun yang lebat. Tanaman dan pot itu mulai menjalin persahabatan yang berubah menjadi munculnya perasaan. Mereka sering kali "berbicara" satu sama lain, bahkan kadang bergosip tentang Sigod.
"Sigod memang baik sekali," kata tanaman. "Dia selalu merawat kita dengan penuh perhatian. Aku gemas sekali dengan perut buncitnya"
"Benar, aku pun setuju" jawab pot dengan suara lembut dan tertawa kecil. "Aku merasa bangga bisa menjadi wadah pot untuk mu, meskipun rasanya makin berat menahan akarmu yang bertumbuh panjang dan kuat."
Tanaman itu tersenyum dan tersipu malu, dan hari demi hari berlalu dengan penuh kebersamaan, saling memberi dukungan serta bercanda gurau. Bahkan ketika malam tiba dan angin dingin bertiup, mereka tetap merasakan hangat dalam kasih sayang mereka.
Tiga tahun berlalu, tanaman kecil itu semakin bertumbuh dan ternyata tanaman itu adalah sebuah pohon beringin. Pohon beringin yang bertumbuh dengan batang dan ranting yang mulai kokoh. Namun, dengan pertumbuhannya yang pesat, akar-akarnya mulai mengalami gesekan dan penekanan pada dinding pot kecil itu. Pot mulai merasakan sakit, tetapi tidak ingin membuat sahabatnya khawatir. Ia tetap tersenyum dan menyembunyikan rasa sakitnya.
Pohon beringin akhirnya menyadari bahwa ada yang salah. Ia merasakan bahwa potnya makin menderita setiap kali akarnya tumbuh lebih besar. "Aku harus berhenti tumbuh," pikirnya. "Aku tidak ingin potku pecah karena aku." Sejak saat itu, pohon beringin mulai menahan pertumbuhannya, meskipun ia tahu bahwa ini tidak baik untuk dirinya.
Suatu pagi, saat Sigod melakukan rutinitasnya, ia menyadari bahwa pohon beringin tampak lesu. Setelah mengamati dengan saksama, Sigod menyadari apa yang terjadi. "Oh, pohon beringin, kamu sudah terlalu besar untuk pot ini. Aku harus memindahkanmu ke tempat yang lebih luas," kata Sigod dengan penuh kasih.
Namun, ketika Sigod mencoba mencabut pohon beringin dari potnya, tanaman itu menolak untuk lepas. Pot dan pohon beringin saling berpegangan erat, tidak mau dipisahkan. "Kalian harus mengerti," kata Sigod lembut. "Jika kalian tetap bersama, salah satu dari kalian akan hancur. Pot akan pecah atau pohon akan berhenti bertumbuh."
Mendengar itu, pot dan pohon beringin menangis. Mereka tahu Sigod benar, tetapi perpisahan tetap terasa berat. Setelah berpikir panjang, pohon beringin akhirnya berkata dengan suara pelan, "Lebih baik aku yang pergi. Aku tidak ingin pot pecah karena aku."
Dengan perasaan berat, pohon beringin melepaskan akarnya dari pot kecil yang telah menjadi rumahnya selama bertahun-tahun. Sigod, dengan air mata mengalir, membawa pohon beringin itu ke hutan dekat rumahnya. Di sana, di tanah yang luas dan subur, Sigod menanam pohon itu. "Di sini kamu akan tumbuh besar dan kuat," katanya sambil menutup akar pohon dengan tanah.
Meski sedih harus meninggalkan pot kecilnya, pohon beringin tahu bahwa ini adalah keputusan yang benar. Pot kecil itu pun tak lama kemudian diisi oleh bunga mawar yang cerah. Walaupun awalnya pot merasa kehilangan, ia perlahan menerima bunga mawar sebagai pasangan barunya.
Empat tahun berlalu sejak perpisahan mereka. Pohon beringin kini telah tumbuh besar, menjulang tinggi, dengan daun yang lebat dan akar yang kuat. Dari puncaknya, ia dapat melihat halaman rumah Sigod. Ia melihat pot kecil yang dahulu menampungnya, kini ditemani oleh bunga mawar yang bahagia.
Pohon beringin merasa bahagia meskipun hatinya masih merindukan pot kecilnya. Ia tahu bahwa pot kini memiliki pasangan yang tepat untuknya, dan ia sendiri telah menemukan rumah baru di hutan yang luas. Mereka berdua telah menemukan tempat mereka masing-masing di dunia, meskipun tidak lagi bersama.
Namun, kenangan akan hari-hari mereka bersama tak pernah pudar. Setiap kali angin bertiup membawa suara gemerisik daun-daun pohon beringin, seolah-olah ia sedang mengirimkan salam kepada pot kecil di halaman rumah Sigod. Mereka mungkin terpisah oleh jarak, tetapi kenangan mereka akan selalu menghubungkan mereka, selamanya.