Disukai
0
Dilihat
415
Si Anak Angkat
Slice of Life
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Di posisi sebagai anak angkat dari keluarga terpandang membuat Raya, dipandang sebelah mata oleh semua orang. Namun itu tidak menyulutkan semangatnya untuk bekerja agar bisa membalas budi kedua orang tua angkatnya, pak Deon dan bu Marsya yang sudah mengambilnya dari panti asuhan. Raya benar-benar bersyukur akan hal itu.

Salah satunya di momen kelulusannya, papa dan mama angkatnya terlihat sangat bahagia melihat Putri bungsu keluarga mereka sudah lulus sekolah menengah atas dengan nilai terbaik.

Pria yang memiliki jenggot tipis dengan kacamata itu mencium pipi sang putri dengan memberikan sebuah kotak perhiasan yang ia yakini adalah sebuah kalung. "Wahh apa ini pah, bagus banget pasti ini mahal kan, ma?" Pekik Raya kepada papa dan mamanya setelah membuka kotak tersebut mengabaikan seseorang yang sibuk memotret mereka.

Wanita yang memakai baju berwarna biru laut, senada dengan kebaya Raya itu menggeleng. "Tidak sayang, itu hanya berlian kecil kok." Jawab Marsya yang diakhiri dengan kedipan manja pada sang suaminya. "Iya, betul apa kata mama dek." Sang papa ikut menjawab membuat Raya mengangguk paham.

Sang fotografer itu memberikan hasil fotonya pada mereka. "Wah hasilnya bagus, terimakasih nak Erna. Kami duluan ya, selamat atas kelulusanmu." Ujar Marsya pada teman anaknya yang senantiasa mau membantu untuk memotret mereka.

Ketiga orang itu akhirnya memilih pulang, menuju ke mobil yang berada tidak jauh dari posisi mereka. "Selamat atas kelulusannya Nona Raya, saya turut ikut senang." Sapa pak Gaga- Supir pribadi keluarga mereka ketika membukakan pintu mobil untuk Raya. "Terimakasih banyak pak Gaga." Jawab Raya dengan tersenyum tipis. Mobil itu pun akhirnya perlahan melaju di padatnya lalu lintas Jakarta.

Beberapa menit kemudian

Mobil mewah yang berhenti tepat didepan pintu masuk disebuah mansion yang bermarga 'Kendrick' itu disusul turunnya seorang gadis cantik namun dengan tubuh lesu. Raya turun dari mobil sedikit kesulitan lantaran dirinya yang memakai rok span batik. Raya senantiasa tersenyum ketika seseorang menyapanya, hingga dirinya sampai di kamarnya. Seiring berjalannya Raya menuju kamarnya, senyum itu perlahan pudar digantikan dengan tatapan datar namun sangat terlihat raut kesedihan yang sedari tadi ia sembunyikan.

Setelah melepaskan semua pakaian yang menempel pada tubuhnya, Raya memilih berendam di bathtub yang berisi air hangat tanpa repot-repot menghapus make up yang menempel pada wajahnya.

"Hiks, yang datang cuma papa dan mama. Kak Raja dan kak Raka tidak datang. Tidak masalah Raya, mereka sibuk. Lagipula mereka tidak menyukaimu bukan." Gumam Raya sebelum menenggelamkan kepalanya pada bathtub dalam waktu cukup lama. "Hosh hosh hosh hiks..hiks." Raya terlihat kehabisan nafas namun ia memilih memasukkan kembali kepalanya saat terdengar tangisan lagi dan lagi.

^

Teriknya matahari sudah tergantikan dengan rembulan yang memancarkan cahayanya. Membuat Raya, turun menuju lantai 1 untuk makan malam.

Raya tersenyum melihat sosok pemuda yang fokus menonton televisi tanpa menghiraukan kehadirannya. "Kak Raka, selamat malam hehe. Tadi sibuk banget ya, jadi gak ikut ke acara Raya?" Ucap Raya setelah mendaratkan bokongnya disamping pemuda itu duduk.

Pemuda yang berwajah datar itu sedikit bergeser. "Iya, sore tadi aja saya baru pulang." Jawab Raka tanpa menatap lawan bicaranya. Raya tersenyum tipis dengan membulatkan bibirnya membentuk huruf o sebagai responnya.

Bunyi lift berbunyi membuat Raya menoleh, dia tersenyum menatap sosok yang baru turun itu. "Sel-" Bibir Raya sontak saja terkatup melihat dirinya lagi lagi terlihat seperti tak kasat mata didepan kakak keduanya.

"Kak, mama sama papa belum pulang ya?" Tanya pemuda dengan wajah identik seperti Raka namun memiliki lesung pipi yang indah. "Iya kali, gue baru pulang dari kantor." Jawab Raka acuh dengan melempar stik Ps pada adiknya.

Kedua pemuda itu asyik memainkan Ps tidak lupa dengan suara umpatan-umpatan. Mereka tidak menganggap keberadaan Raya, seolah-olah ia tidak pernah ada di rumah itu. Raya memilih menuju dapur untuk membatu bibi memasak juga bercerita mengenai hari kelulusannya.

Bi Inah yang sedang menggoreng menoleh pada Raya. "Nona kok pulangnya tadi sendiri, ibu sama bapak lagi ada urusan ya nona?" Tanyanya pada Raya setelah Nona nya itu berhenti bercerita yang sibuk menunduk memotong sayuran yang akan dimasak. "Iya bi, mama sama papa ke kantor tadi ada urusan mendadak."

Raya tiba-tiba saja berseru kencang setelah mengingat sesuatu membuat bi inah terkejut tanpa sadar berteriak kencang. "ASTAGA NONA!" Teriak wanita paruh baya itu segera menghampiri Raya sembari menarik tangan Nona nya mencari luka dari goresan pisau.

Raya yang terkejut diam saja. "Ada apa bi?" Wanita paruh baya itu menghela nafas lega saat tidak menemukan luka goresan. "Ya ampun non, bibi kira tadi tangan nona terluka. Jadi bibi panik, nona ini bikin bibi jantungan aja deh!" Ungkap bi Inah membuat Raya tanpa sadar tertawa kecil tanpa menyadari kedua kakak kembarnya yang berlari panik memasuki dapur karena teriakan bi Inah.

Bi Inah yang sadar akan kehadiran kedua tuan muda nya itu segera menghampiri mereka. "Maaf tuan muda, atas tindakan saya tadi." Ujarnya dengan menunduk, Raya yang baru saja tersadar juga ikut menunduk didepan kedua kakaknya. "Eh tidak kak, itu semua salah Raya. Maaf sudah mengganggu." Lirih Raya dengan menunduk-nundukkan wajahnya berulangkali.

Pemuda yang memiliki lesung pipi itu terkekeh sinis. "Untung ngaku lo, ayo kak lanjut main aja." Raka yang mendengar itu hanya diam lalu dengan segera menarik pelan tangan adiknya menuju ruang keluarga tanpa mengindahkan Raya.

Setelah beberapa saat, akhirnya kedua orang tua mereka pulang. Mereka pun makan malam bersama dilanjut menonton televisi diruang keluarga juga obrolan ringan yang biasa mereka lakukan. Hingga malam semakin larut mereka pun beristirahat kembali ke kamar masing-masing.

^

Pukul 01.00

Raya yang memakai piyama dengan motif beruang berjalan mengendap-endap berusaha agar tidak mengeluarkan suara langkah kaki. Dirinya terpaksa menggunakan tangga agar tidak ada yang mengetahui bahwa ia masih bangun, untung saja untuk mengambil air ia hanya perlu turun 1 lantai menuju tempat yang seperti bar mini dengan berbagai macam minuman.

Ting

Raya yang mendengar itu sontak berjongkok mensejajarkan tinggi meja bar itu untuk menutupi badannya dan mengintip siapa yang memakai lift dilantai ini. Karena dilantai ini hanya dihuni oleh kedua orang tuanya, berisi kamar utama mereka dan juga ruang kerja papanya.

Raya tanpa sadar melotot saat melihat seseorang yang baru saja keluar dari lift. "Kenapa papa belum tidur jam segini, apa papa selingkuh ya? Wah gabisa dibiarin ini aku harus pantau."

Raya mengintip pintu ruang kerja papanya, saat pintu itu tidak tertutup sempurna. Ia juga mencoba menghindari cctv agar tidak merekam jejaknya. "Aduh so sweet banget sih mereka. Mending pergi aja deh daripada liat beginian." Gumamnya Raya saat melihat kedua orang tuanya yang sedang berciuman mesra. Astaga Raya jadi ingin memiliki pacar.

"Hiks"

Langkah Raya sontak berhenti saat mendengar tangisan pelan wanita yang ia yakini berasal dari mamanya. Dia memilih tetap mengintip pergerakan mereka lantaran penasaran kenapa mama nya menangis.

Disana terlihat, papa nya berusaha menenangkan mama nya yang terus saja menangis tersedu-sedu. "Sayang sudah ya, kita kan sudah bicarakan soal ini hm?" Wanita paruh baya itu menepis tangan suaminya dengan kasar.

"Aku gak terima anak aku diperlakukan seperti ini sama saudara kandungnya sendiri mas! Harusnya kita bilang aja sama si kembar kalau Raya itu adik kandung mereka. Bukan hanya sekedar anak angkat kita mas!" Ucap Marsya dengan emosi menggebu-gebu setelah melihat cctv mansion ini.

Deon menghela nafas. "Oke besok kita ngomongin langsung ke mereka. Sudah ya jangan menangis seperti ini!" Ujar Deon dengan merengkuh tubuh istrinya.

Raya yang mendengar semua itu sontak saja terkejut. Tubuhnya luruh kelantai marmer yang dingin, mencoba mencerna apa yang baru saja ia dengar. Mungkin saja telinganya bermasalah bukan?

Belasan tahun ia tinggal bersama mereka sebagai anka angkat keluarga Kendrick, lalu kenapa tiba-tiba mereka mengatakan bahwa dirinya adalah anak kandung mereka?

Jika memang ia adalah anak kandung mereka, lalu kenapa tidak mengatakannya sejak awal. Dia sudah menderita karena cacian juga makian dari beberapa pihak keluarga juga teman-temannya yang memandang status sosial.

Setelah menenangkan dirinya, Raya memutuskan untuk kembali ke kamarnya tanpa menguping orang tua nya lagi.

^

Pagi ini di mansion Kendrick sedikit berbeda, lantaran sarapan hari ini wajib dilakukan untuk seluruh anggota keluarga. Seluruh anggota keluarga sudah duduk dimeja makan, hanya kurang satu orang. Putri bungsu mereka yang anehnya hari ini bangun siang, padahal dihari biasa ia selalu bangun pagi.

"Tuan, Nyonya mohon lihat ini!" Pekik Bi Inah setelah berlari melewati tangga dengan membawa secarik kertas.

Semua orang mengerut kening heran menatap bi Inah. Nyonya Marsya yang pertama bertanya melihat penampilan BI inah, bukan kah dia hanya diperintahkan untuk memanggil Raya. Lalu kenapa penampilannya seperti mengikuti marathon lomba lari, benar-benar aneh.

"Kenapa bi? mana Raya, terus bibi kenapa pake tangga turunnya?" Yang ditanyai hanya menunduk dengan tangan menyodorkan secarik kertas tanpa membalas pertanyaan dari Nyonya-nya.

Sang kepala keluarga dengan segera menghampiri Marsya untuk ikut melihat isi dari kertas tersebut.

Hai Ma, Pa

Ini Raya, Sebelumnya terimakasih untuk mama dan papa sudah mengangkat Raya sebagai anak angkat kalian. Raya benar-benat bersyukur akan itu. Maaf juga kalau Raya pergi tanpa pamit sama kalian. Semoga kalian sehat selalu dan juga bahagia. Untuk bi Inah juga kakak kembar, bahagia selalu hehe.

Salam sayang Raya untuk kalian semua.

Setelah membaca secarik kertas itu, Marsya tiba-tiba pingsan membuat Raka segera menopang badan sang mama lantaran papa-nya yang hanya termenung menatap kertas itu.

Raja yang penasaran dengan isi kertas itu segera membacanya. "Astaga Raya benar-benar gatau diri sekali!" Ucap pemuda itu dengan sinis.

Plak

Bunyi tamparan menggema terdengar di mansion yang biasanya terdengar canda tawa itu.

Raja dan Raka menatap sang papa dengan tak terima. "Papa nampar Raja demi anak angkat itu?" Pekik Raja dengan memegang pipinya yang terkena tamparan keras papanya.

Sang kepala keluarga menghela nafas. "Dia adik kandungmu Raja! Dia anak kandung papa dan mama!" Tegas Pria paruh baya itu dengan segera mengambil alih tubuh sang istri dari anak pertamanya lalu menuju lift untuk merebahkan tubuh istrinya.

Raka menghadang sang papa. "Apa maksud papa? Bella sudah tiada karena diculik bukan? bagaimana bisa Raya bisa menjadi adikku." Tanya Raka meminta penjelasan.

"Raya adalah Bella, adik kalian. Putri bungsu keluarga Kendrick!"

Semua orang yang mendengar itu benar-benar terkejut. Bahkan bi Inah sudah tidak sanggup menahan tangisnya lagi.

Raya pergi dengan membawa kesedihan yang tak berujung di keluarga Kendrick. Juga penyesalan yang tidak terbendung kembali.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar