Disukai
0
Dilihat
817
Sahabat Selamanya
Misteri

“Aira… ayo sarapan!” Mama berteriak dari dapur. Aira tergesa menyisir rambut hitam sepundaknya. Ia menyambar tas di kursi belajar dan berlari ke bawah.

“Hmm… wanginya enak banget, Ma!” Aira duduk di kursi meja makan, di hadapannya sudah tersaji sepiring nasi goreng sosis kesukaannya. Ia makan dengan lahap dan menenggak habis gelas berisi air teh manis di sebelah piring.

“Makasih sarapannya, Ma! Aku berangkat dulu.” Aira mengecup punggung tangan Mama.

 “Hati-hati di jalan ya!” Mama mengelus kepala Aira sambil tersenyum hangat. Aira berjingkrak keluar rumah.

  “Hei, April! Kamu sudah dari tadi?” Aira menyapa seorang gadis seusianya yang duduk di kursi teras rumah. Ia mengenakan seragam putih merah yang sama dengan Aira, rambut hitam sebahunya dikuncir dua.

  “Gak lama kok. Ayo kita berangkat!” April menggandeng tangan Aira. Mereka berjalan sambil mengayunkan tangan dan tertawa kecil. Mama mengintip dari balik kaca jendela, memperhatikan Aira yang mengayunkan kedua tangannya sambil tertawa.

Mereka berjalan kaki ke sekolah yang tidak begitu jauh dari rumah. Sesampainya di sekolah, mereka berdua langsung menuju ruang kelas. Aira dan April menaruh tas dan duduk bersebelahan di bangku mereka. Mereka selalu berdua sejak di taman kanak-kanak sampai duduk di kelas empat sekolah dasar. Di mana ada Aira, pasti ada April. April selalu hadir di sisi Aira, apalagi di saat Aira mengalami kesulitan atau sedang merasa sedih.

“Eh, tadi Mamaku masak nasi goreng kesukaanku.” Aira tersenyum lebar dengan mata berbinar menatap April.

“Wah, enak banget pasti ya!” jawab April ikut tersenyum lebar.

 “Tapi aku sebal! Papa bilang besok aku harus ketemu sama dokter Via lagi. Kata Papa, aku harus rajin berkomunikasi sama dokter.” Aira cemberut sambil mengentakkan kaki.

  “Lho, memang kenapa kamu harus ketemu dokter? Bukannya kamu sehat-sehat aja?” April penasaran. Ia memiringkan kepala menatap Aira.

“Gak tahu tuh, Papa. Pasti nanti aku ditanya macam-macam sama dokter. Disuruh cerita tentang kegiatanku dan teman-temanku yang lain. Aku kan tidak mau berteman selain sama kamu.” Aira memajukan bibir dan merengut kesal.

 “Yah, sudah gak apa-apa. Kan cuma tinggal cerita saja ke dokter.” April tersenyum, wajahnya membentuk mimik lucu untuk membujuk Aira. Mau tak mau Aira tertawa kecil, lupa dengan kekesalannya.

“Aira, ini cokelat buat kamu. Hari ini aku ulang tahun jadi semua teman sekelas aku bagikan cokelat.” Safira, salah seorang teman sekelas Aira menyodorkan sebatang cokelat ke hadapannya.

“Oh, makasih, Safira. Selamat ulang tahun, ya!” Aira menyalami Safira. “Tapi kok, cuma satu?” Aira bergantian memandang April dan cokelat.

“Iya, masing-masing anak dapat satu cokelat aja.” Safira tersenyum kepada Aira lalu beranjak membagikan cokelat lagi ke teman-teman sekelas yang lain. Aira sedikit merengut, tidak suka April diacuhkan seperti itu oleh Safira.

"Sudahlah, gak apa-apa. Kita bisa makan berdua, kan.” April kembali membujuk, Aira hanya menghela napas pelan.

Teman-teman Aira yang lain kadang menatap Aira dengan pandangan aneh. Tapi Aira hanya berpikir kalau teman-temannya iri melihat kedekatannya dengan April. Mungkin saja mereka tidak punya sahabat seakrab Aira dan April yang memang sudah seperti anak kembar. Bahkan kadang para Guru memanggil April dengan nama Aira juga. Kalau sudah begitu, Aira dan April hanya bisa terkikik geli dan makin merasa senang karena orang mengira mereka mirip satu sama lain.

Bel tanda pelajaran berakhir berbunyi. Semua murid berhamburan keluar kelas. “Ayo, kita langsung pulang. Kamu kerumahku dulu, ya! Kita makan siang sama-sama.” Ajak Aira. April hanya mengangguk sambil tersenyum senang. Mereka bergandengan keluar sekolah.

Tiba di perempatan jalan, Aira, April dan beberapa orang menunggu seorang petugas lalu lintas memberi tanda boleh menyeberang. Tak lama petugas itu meniup peluit dan memberi isyarat untuk para pejalan kaki menyeberang. Tapi sebelum mereka semua sampai di seberang jalan, tiba-tiba sebuah mobil sedan meluncur kencang dengan klakson yang berbunyi kencang terus menerus.

Aira yang masih berada di tengah jalan menoleh ke arah mobil tersebut. Aira merasa tiba-tiba tubuhnya tidak bisa bergerak, ia mendengar suara orang-orang berteriak. Lalu Aira merasa ada tangan kecil yang mendorongnya begitu kuat sampai ia tersungkur ke trotoar. Kepalanya terasa pening dan perih, Aira sempat menoleh ke arah jalan dan melihat tubuh April yang tergeletak diam di belakang ban mobil. Kemudian Aira merasa sekelilingnya gelap dan berputar.

***

“Ini di mana, Ma? April mana?” Aira mengerjap berulang kali. Keningnya terasa perih dan berdenyut. Siku dan kakinya juga terasa perih. Ia samar-samar melihat Mama dan Papa di sampingnya.

“Kamu di rumah sakit, Nak. Kepala kamu terbentur.” Mama menjawab lirih. Matanya sedikit sembab dan hidungnya basah. Sedangkan wajah Papa pucat dan matanya merah.

“Lalu… lalu April bagaimana, Ma, Pa?” Aira sedikit panik, teringat April yang tergeletak diam di belakang ban mobil. Entah bagaimana keadaannya, Aira tidak bisa membayangkan lebih jauh. Mama dan Papa bertatapan sejenak. Papa menghela napas dengan berat.

“Sayang, April tidak ada. Dan tidak akan pernah ada.” Papa berkata pelan dan hati-hati. Aira melongo menatap Papa.

“Memang April kenapa, Pa? April mendorongku ke pinggir jalan waktu mobil itu meluncur ke arahku!” Aira masih panik. Mama mengelus punggung Aira, mencoba menenangkan.

“Bukan, sayang. Kamu berlari dan tersandung trotoar. Lalu kepalamu terbentur dan kamu jatuh pingsan. Tidak ada April atau orang lain yang mendorongmu.” Papa mencoba memberi pengertian sambil mengusap kepala Aira.

“Tapi April yang menyelamatkan Aira, Pa! Aira sempat lihat April tergeletak di jalanan.” Aira bersikeras.

“Mungkin kamu menganggap April adalah sahabat kamu yang paling baik, yang selalu ada dan mengerti kamu. Tapi memang tak lain dan tak bukan, April adalah diri kamu sendiri, Nak. Besok dokter Via akan menemui kamu di sini.” Lanjut Papa.

Aira menangkupkan kedua telapak tangan di kepala. Ia mencoba mencerna perkataan Papa. Aira menunduk diam, masih mencoba mengingat tentang April. Ia mulai terisak, air matanya bergulir di pipi.


Aira ingat saat bertemu April pertama kali ketika masih berusia tiga tahun. Waktu itu Mama dan Papa seringkali bertengkar. Kadang Papa pergi dan lama tidak kembali, sedangkan Mama lebih mudah marah. Aira yang kebingungan hanya bermain sendiri di teras rumah. Tiba-tiba saja datang April, ia ikut bermain bersama Aira. Bahkan kadang jika Aira sedih mendengar Mama dan Papa yang bertengkar malam hari, April juga selalu datang dan menghiburnya. Lama kelamaan Aira terbiasa dengan April, ia tidak peduli dan tidak mau tahu bagaimana atau kapan April datang.

Tapi ketika Aira mengenalkan April pada teman-temannya, pasti mereka semua mengerutkan kening atau mengacuhkan April. Teman-temannya selalu berbisik mengatainya anak aneh karena sering berbicara sendiri. Aira yang tidak terima teman-temannya mengacuhkan April akhirnya malah menjauh. Aira lebih memilih April yang selalu ada dan mengerti dirinya. April selalu menghibur dan menemani di manapun Aira berada.


“Aira!” sebuah suara gadis kecil memanggil.

Aira mengangkat kepala, ia menoleh ke arah sumber suara. “Itu April, Ma, Pa!” Aira tersenyum lega, telunjuknya mengarah ke pintu. Mama dan Papa ikut menoleh ke pintu, tapi tidak mendapati siapapun di sana. Mama dan Papa berpandangan dengan bingung.

Aira melihat April yang tersenyum menatapnya sambil mengibaskan roknya. April menghampiri Aira dan naik ke kasur. “Sstt… gak usah bilang siapa-siapa lagi kalau aku ada. Aku tidak akan meninggalkanmu dan akan selalu bersamamu, Aira. Jangan sedih lagi, ya!” April tersenyum sambil mengusap pipi Aira. Aira juga tersenyum sambil menggengam tangan April.

Mama dan Papa termangu menatap Aira yang berbicara sambil menatap kosong ke ujung kasur. Aira tersenyum ke udara sambil mengusap pipi, lalu kedua tangannya bergenggaman.

Hati Aira terasa tenang dan bahagia, April akan selalu ada untuknya. Dan Aira pelan-pelan mulai menyadari bahwa ia tidak perlu takut kehilangan April, karena April aman hidup dalam pikiran Aira.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Misteri
Rekomendasi