Disukai
8
Dilihat
978
Ndaru
Misteri

Sepasang mata menatap tanah yang baru saja disapa hujan, tanah itu dipijak banyak pasang kaki yang melangkah menuju suatu tempat. Gadis kecil pemilik sepasang mata tersebut menolehkan kepalanya ke arah pintu yang terbuka ... kemudian menoleh lagi ke arah jalan, hal itu dilakukannya berulang kali.

“Mbak Aruuum ... ayo cepetan,” ucap gadis kecil bernama Tanthi.

“Iyaaa ... bentar lho dek, ini lagi mau pamit ke Bapak sama Ibuk,” teriak Arum.

Mereka akan pergi ke pasar malam yang digelar oleh Pak Brata sebagai syukuran atas terselesaikannya masa jabatan lurah beliau. Adapun pemilihan lurah selanjutnya akan diselenggarakan dua minggu lagi dengan tiga kandidat calon yaitu Pak Pambudi, Pak Pragma dan Pak Brata. Ya ... Pak Brata mencalonkan dirinya lagi.

Mereka berkeliling pasar malam sambil diawasi orang tua Tanthi. Arum dan Tanthi ini sepupuan, setelah dua setengah jam lamanya asyik bermain dan mencoba jajanan yang ada ... mereka berhenti di sebuah bangku panjang untuk beristirahat.

“Pak Lik, Bu Lik, Arum pipis bentar ya di mushola samping lapangan” ucap Arum kepada orang tua Tanthi.

Sekitar lima menit Arum pergi buang air, ia kembali menuju tempat mereka beristirahat. Saat sampai di bangku tempat mereka beristirahat, Arum celingak-celinguk mencari keberadaan adik sepupunya.

“Lho... Tanthi mana Pak Lik?” tanya Arum.

“Ini lagi du...” ucap Pak Fauzan, ayah Tanthi yang terhenti ketika ia tidak menemukan Tanthi di sebelahnya.

Mereka langsung mencari Tanthi, namun karna tidak kunjung ketemu, mereka pun panik. Pak Brata yang melihat Pak Fauzan dan Istrinya tampak gusar itu langsung menghampiri mereka.

“Ada apa Pak Fauzan?” tanya Pak Brata lembut.

“Tanthi terpisah dari kami Pak, tadi kita lagi istirahat di bangku belakang bianglala, tiba-tiba Tanthi nggak ada” gusar Pak Fauzan.

“Baik ... Pak Fauzan tolong tenang ... Kita cari sama-sama ya Pak ... Pras coba kamu temani Bu Fauzan sama Arum mengecek rumahnya, Pak Fauzan mari ikut saya ke sound sistem, kita umumkan kalau Tanthi terpisah dari Bapak” terang Pak Brata memberi solusi.

“Trimakasih banyak Pak” ucap Pak Fauzan, suaranya masih bergetar dan raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran.

Pak Brata meminta semua musik dihentikan, kabar bahwa Tanthi terpisah dari orang tuanya disiarkan lengkap dengan ciri-ciri serta baju yang dipakainya, para pemuda yang menjaga pasar malam berpencar untuk mencari Tanthi. Namun, sampai pukul sebelas malam Tanthi belum juga ketemu, pencarian melebar ke seluruh desa. Meski terhitung sudah larut malam, Pak Fauzan ditemani tetangganya mendatangi kantor polisi untuk melaporkan hilangnya Tanthi. Namun, mereka diminta untuk kembali lagi jika dalam 1×24 jam anaknya belum juga ditemukan.

Sudah tiga hari Tanthi belum ditemukan, keluarga sudah membuat laporan lagi di kantor polisi. Selama tiga hari ini keluarga Tanthi dan warga dusun memyisir semua titik di dusun untuk mencari Tanthi, Pak Brata juga sangat aktif membantu pencarian Tanthi. Bahkan mereka melebarkan pencarian hingga ke Desa dan Kecamatan sebelah. Para pemuda dusun juga ikut memantau dan menyebarkan info tersebut melalui media sosial, berita hilangnya Tanthi sudar tersebar ke mana-mana.

Malam ini di rumah Pak Fauzan terdapat beberapa warga yang baru saja melakukan pencarian. Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Tiba-tiba ada angin kencang bertiup sampai-sampai membuat jendela rumah itu berbunyi. Lalu terdengar suara gumaman wanita agak serak dan berat dari luar seperti sedang memutari rumah, disusul sekelebat sosok perempuan samar terlihat melewati kaca jendela yang belum tertutup tirainya.

“satu lagi ... satu lagi ...” begitulah gumaman yang terdengar.

“Ji, denger nggak?” tanya Doni.

“Denger Don, lihat juga” ucap Aji.

“Pak Fauzan, udah ada pencarian di area buntar bleret?” tanya Pak RT tampak pucat setelah mendengar suara gumaman wanita itu.

“Belum Pak, kita nggak kepikiran buat nyari ke situ” jawab Pak Fauzan.

“Ada baiknya kita sekarang cek area itu, jika tidak ada, besok saya koordinasi ke warga dan Pak Kyai ... sosok itu muncul lagi” jelas Pak RT.

Pak Fauzan menyetujuinya, walau mereka sebenarnya takut tapi malam itu mereka mendatangi buntar bleret. Sayang, hasilnya nihil.

Buntar bleret ... dua bulan yang lalu memang sempat ada kejadian menggegerkan, selama tiga minggu ada lima anak yang hilang bergantian. Dan juga munculnya suara serta sosok wanita yang berkeliling desa malam-malam. Sosok itu berkeliling desa sambil menggumamkan kata “satu lagi ... satu lagi ...”. Namun anak-anak yang hilang itu akan ditemukan setelah dua hari. Ditemukan tersangkut di pohon atau tertidur di area buntar bleret. Buntar bleret adalah hutan kecil di desa itu, areanya rimbum menyebabkan suasananya cukup redup. Dengan munculnya suara wanita itu lagi pada malam ini di rumah Pak Fauzan, ada spekulasi bahwa Tanthi diculik makhluk buntar bleret. Hari berikutnya pencarian kembali dilakukan. Area buntar bleret disisir berkali-kali oleh warga serta Kyai, namun tidak juga mendapatkan hasil. Sempat terdengar suara tertawa wanita saat hari mulai menjelang maghrib, hal itu semakin membuat desas-desus bahwa Tanthi memang diambil oleh makhluk di buntar bleret. Tapi banyak juga warga yang beranggapan ini kasus penculikan yang dilakukan eh manusia.

Bu Fauzan jatuh sakit karena terpukul. Sudah terhitung delapan hari Tanthi hilang, pagi itu rumah Tanthi dikunjungi para tetangga. Mereka memberi dukungan mental untuk Bu Fauzan dengan bergantian menemaninya bahkan membantu menyelesaikan pekerjaan rumah yang tidak bisa Bu Fauzan pegang.

“Kalau Tanthi emang diculik makhluk buntar bleret, kok sampai sekarang belum dibalikin juga ya ... padahal kejadian sebelum-sebelumnya dua hari ilang udah pada ketemu,” ucap salah satu tetangga yang sedang menyapu halaman Bu Fauzan.

“Nggak tau juga ya Buk, padahal kita sudah doa bersama tiap hari ... pencarian yang ngelibatin polisi juga masih berjalan, tapi Tanthi belum juga ketemu. Nggak tega aku liat Bu Fauzan sampai sakit gitu,” ucap tetangga yang lain, wajahnya benar-benar menyiratkan rasa prihatin.

 Tiba-tiba ada perempuan yang berjalan terburu-buru menghampiri rumah Pak Fauzan, perempuan itu mengabaikan dua tetangga yang sedang membersihkan halaman. Setelah sampai di depan rumah, perempuan itu langsung menggedor pintu dengan kencang sambil memanggil lirih. Mendengar itu, Pak Fauzan bergegas membukakan pintu. Terlihat wanita paruh baya dengan mata sembab.

“Bu Brata? Ibu kenapa? Eh ... silakan masuk Bu” ucap Pak Fauzan kepada istri Pak Brata.

“Bu ... Pak ... saya minta maaf ... saya minta maaf ...” saat masuk ke ruang tamu, Bu Brata langsung bersimpuh di depan Ibunya Tanthi. Semua mata tertuju ke Bu Brata, termasuk dua tetangga yang sedang membersihkan halaman tadi, mereka langsung masuk untuk mencari tau apa yang sedang terjadi.

“Lho ... kenapa Bu? Sini Bu ... duduk, jangan di bawah seperti itu,” ucap Bu Fauzan bingung dan sungkan.

Suasanya menjadi penuh tanda tanya setelah kedatangan Bu Brata yang menangis tersedu-sedu, air matanya tidak berhenti mengalir, nafasnya tersengal tak beraturan dan mulutnya tak henti mengatakan maaf. Saat sudah cukup merasa tenang, akhirnya Bu Brata membuka suara.

“Tanthi ... Tanthi ... ada di rumah saya, Pak ... Bu ... saya minta maaf,” ucap Bu Brata, napasnya kembali tersengal.

“Tanthi? Apa maksudnya Bu?” tanya Pak Fauzan bingung.

“Ndaru Pak,” jawab Bu Brata yang malah membuat orang-orang semakin bingung.

Ndaru dipercaya sebagai sebuah pertanda keberuntungan atau rizki yang akan didapatkan oleh seseorang, wujudnya berupa cahaya seperti komet. Ada yang bilang warnanya putih, ada yang bilang warnanya kebiruan dan ada yang bilang warnanya mirip api. Ndaru dipercaya biasanya akan muncul menjelang pemilihan pemimpin.

Bu Brata terdiam lagi, dia kembali menarik nafas beberapa kali. Semua orang membiarkan Bu Brata untuk meraih tenang.

“Waktu itu Mas Brata mendengar kabar bahwa beberapa orang katanya melihat ndaru terbang ke arah selatan, bukan hanya warga dusun ini yang melihat, warga dusun sebelah juga ada yang bercerita kalau dia melihat ndaru ke arah selatan. Di mana arah selatan itu adalah rumah Pak Pambudi. Mas Brata percaya bahwa ndaru itu pertanda jika pemilihan kepala desa selanjutnya akan dimenangkan oleh Pak Pambudi,” Bu Brata mulai bercerita.

“Karena itu, Mas Brata mendatangi dukun untuk minta bantuan agar bisa menang menjadi kepala desa lagi. Mas Brataaa ... Mas Brata belum rela melepas jabatannya sebagai lurah. Dukun itu bilang bahwa dia bisa memenangkan Mas Brata dengan cara merebut ndarunya Pak Pambudi. Awalnya Mas Brata hanya diminta membawa sesajen dan mahar saja, tapi tiba-tiba dukun itu bilang kalau ndaru-nya susah sekali ditarik ... jadi dia butuh tumbal manusia, seorang anak yang masih murni pikirannya. Malam itu ... Mas Brata pulang dengan membawa burung hitam, burung dari si dukun. Katanya ... burung itu yang bakal ngasih tau Mas Brata, siapa yang harus dijadikan tumbal. Burung itu dilepas, diterbangkan. Burung itu berhenti di atap rumah Pak Fauzan. Itu berarti anak yang ada di dalam rumah itu yang dipilih menjadi tumbal” ucap Bu Brata dengan suara parau.

“Maksud Bu Brata, Tanthi selama ini diculik untuk dijadikan tumbal?” ucap Pak Fauzan dengan nada tinggi.

“Kenapa Bu Brata selama ini diam saja?” ucap Pak Lesmana, ayah Arum.

“Saya juga takut Pak ... Mas Brata bilang karna perjanjian sudah terlanjur dibuat, jadi jika ritual ini tidak diselesaikan, maka saat malam penumbalan yang sudah dijanjikan itu ... Ayu ... anak kami, yang akan menggantikan Tanthi ... Ayu akan dibawa untuk menggantikan Tanthi. Tapi setelah Tanthi benar-benar dibawa ke rumah dan ritual akan dilakukan malam Selasa nanti, hati saya nggak tenang ... saya dihantui ketakutan dan rasa bersalah. Apalagi setiap bertemu dengan keluarga Tanthi, rasa bersalah saya semakin membesar. Pagi ini saya titipkan Ayu ke pondok pesantren dekat rumah orang tua saya dan saya memberanikan diri menemui Pak Fauzan,” ujar Bu Fauzan bercerita.

“Kurang ajar! Manusia laknat!” umpat Pak Fauzan penuh amarah.

“Ada hal lain lagi Pak ... kejadian hilangnya anak-anak desa dua bulan lalu juga ulah Mas Brata dengan dukun itu, mereka bermaksud untuk mengecoh warga. Sosok perempuam yang menghantui desa adalah peliharaan si dukun, sosok itu sengaja diperintahkan untuk menculik anak-anak dan menaruh mereka di buntar bleret... agar saat Tanthi hilang, warga mengira Tanthi diculik makhluk dari buntar bleret,” jelas Bu Brata.

“BIADAB!” umpat Pak Fauzan, sedangkan istrinya lagi-lagi menangis.

“Doni kamu ke rumah Pak RT, Bu Brata ... Fauzan ... ayo ke kantor polisi, Ibu-ibu tolong temani Bu Fauzan” pinta Pak Lesmana.

Setelah semua terkoordinasi dengan baik ... Beberapa warga, Polisi, Pak Fauzan berbondong mendatangi kediaman Pak Brata. Pak Brata yang sedang santai di teras tampak kaget melihat mereka. Salah satu polisi langsung mengamankan Pak Brata dan menjelaskan bahwa penggeledahan rumah ini atas dasar laporan dari istrinya sendiri. Pak Brata menatap nanar istrinya yang masih menangis, sedangkan yang lainnya menerobos masuk ke rumah Pak Brata.

“DASAR ISTRI GOBLOK!” umpat Pak Brata.

Bu Brata hanya diam dan terisak mendengar umpatan suaminya. Tak lama kemudian, Bu Brata menegakkan wajahnya dan memberanikan diri menatap wajah suaminya.

“Maaf Mas ... saya nggak sanggup, saya nggak bisa ikut dalam rencana Mas untuk menumbalkan Tanthi. Saya nggak tega Mas. Lebih baik saya hidup jadi orang biasa daripada menjadi orang yang memangku jabatan namun dengan cara salah,” ucap Bu Brata.

“ISTRI GOBLOK! NGGAK TAU DIUNTUNG! TERUS KAMU MAU AYU YANG JADI GANTINYA?” teriak Pak Brata.

“Saya percaya Mas, Ayu dalam lindungan Gusti Allah, sadar Mas ... sadar ... Istighfar! Jangan hanya karna jabatan, Mas Brata terjerumus dalam jebakan setan!” Isakan Bu Brata semakin menyayat hati.

“PERSETAN! DASAR ISTRI GOBLOK!” Pak Brata tak henti-hentinya berteriak dan meronta.

Tanthi ditemukan terduduk dalam ruangan yang penuh dengan sesajen. Ruangan itu pengap dengan bau yang membuat sesak. Semua orang tampak bingung karna Tanthi hanya melamun saja walaupun sudah banyak orang di ruangan itu memanggil namanya. Tanthi hanya terduduk diam, kepalanya menunduk dengan pandangan kosong dan badannya tak bergerak sama sekali.

“Sebentar, izinkan saya memeriksa Tanthi,” ucap Pak Sanusi, Kyai desa ini.

Pak Sanusi memeriksa Tanthi perlahan, kemudian berdoa lalu melepas kalungan benang yang nyaris tak terlihat itu dari leher Tanthi. Seketika Tanthi langsung bersuara dan menangis.

“Bapaaaak ... Tanthi takut” ucapnya lirih.

Tangis Pak Fauzan pecah, mulutnya terus menggumamkan kalimat penenang. Tanthi dibawa ke Rumah Sakit sesuai arahan polisi. Pak Brata serta Bu Brata dibawa ke kantor polisi untuk tindak lanjut kasus ini, beberapa warga juga dibawa menjadi saksi.

Setelah kejadian itu, Tanthi menjalani pemulihan traumanya secara perlahan. Dukun yang menjadi otak penculikan ini pun sudah ditangkap. Sedangkan Ayu ... anak itu baik-baik saja, Bu Brata lega karna ucapan suaminya tak terbukti. Kasus penculikan itu masih berproses untuk mencapai peradilan seadil-adilnya. Sedangkan dalam pemilihan kepala desa, sudah pasti Pak Brata dicoret dari daftar kandidat.

Banyak orang bersyukur atas ditemukannya Tanthi. Yang pada awalnya warga mengira bahwa Tanthi diculik oleh penunggu buntar bleret, ternyata Tanthi adalah korban keserakahan Pak Brata yang ingin merebut ndaru demi ambisinya menjadi kepala desa.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@cosmasgun7176 Terima kasih banyak kak sudah membaca cerpenku dan memberi kesan 🙏🏻🥰
mantab. dikemas dengan bagus, dan pembaca digiring untuk menyelesaikan bacaannya