Ini adalah kisahku, ketika semua kembang di hinggapi kumbang, hanya akulah yang terkena tainya. Ketika semua putik di buahi benang sari, hanya akulah yang tak memilikinya. Hari kelabu, warna langitpun menjadi biru. Begitu biru untuk sang senja seperti diriku.
Pernahkah kau melihat rinai hujan?
Dia menertawakanku, disaat aku sibuk membuat orang lain tertawa, hanya hatikulah yang merasa hampa.
Katanya rindu milik semua orang yang berada disana, namun hatiku pun tak seperti demikian. Perlahan-lahan awan mulai menunjukkan habitatnya.
Dari kejauhan, aku melihat boy. Sahabat tampan yang telah lama ku suka.
"Boybre, makin cantik aja sih. Habis darimana bre? Mau nganterin princes ga?"
"Ganteng keleuz, ya kali gue cantik," sinis boy.
"Ah, elu ga asik ah bre. Mau anterin gue ga?"
"Kemana?"
"Ke hatiku," jawabku sembari memegang dada dengan penuh penderitaan.
"Inget, udah punya mas akmal. Ga usah genit ke cowo lain," jawab boy.
"Boy jujur ya, aku tuh lebih suka kamu daripada akmal. Kamu tuh ganteng, lucu, sahabat gue dari orok pula. Ditambah ganteng nan pengertian. Ga bakalan mungkin gue suka sama akmal. Gue mah sukanya sama elu."
"Iya, sukanya sama gue, cintanya sama akmal. Dasar buaya betina"
"Mas akmal kan pengertian, ga mungkin dia cemburu sama kamu. Dia kan udah pernah aku kenalin ke kamu. Bahkan aku udah ceritain tentang kamu ke dia kok. Dia juga ga keberatan kalo aku bilang aku suka kamu," cetusku.
"Akmal pengertian? Sejak kapan? Lo ga tau kalo gue sama dia hampir baku hantam waktu lo lebih pilih gue anterin ke gramedia daripada sama dia?"
Mata boy semakin memicing tajam, semakin terlihat garang dan kini aku tak berani menatapnya.
"Boy, waktu itu aku udah marahin mas akmal kok. Mas akmal bilang ga bakalan ngulangin kesalahannya lagi. Dia ga bakalan pukulin boy lagi. Mas akmal memang salah, tapi kan dia udah minta maaf. Lagian mas akmal janji udah ga ulangin kesalahannya lagi," cicitku.
"Milly, kamu ga ngerti ya maksud aku?" ucap boy datar.
Sepertinya boy makin marah dengan jawabanku. Tapi apa yang salah dari ucapanku? Toh semua yang aku katakan benar kan?
Boy menghela nafasnya, "coba lihat belakang kamu."
Aku mengernyikan dahi dan menoleh kebelakang. Dari kejauhan, aku bisa melihat mas akmal berjalan dengan Ratu, wanita yang tercantik di sekolahku.
Mas akmal bukan lelaki cupu dan jelek, mas akmal tampan dan pintar. Aku menghampiri mas akmal di lorong uks samping ruang guru.
"Mas akmal lagi ngapain? Kok jalan gandengan? Lagi sakit ya?" Tanyaku.
"Aku ga sakit, milly."
"Kok gandengan? Ku pikir mas akmal abis jatoh dari lantai 2," jawabku polos.
Aku pura-pura tidak tahu terhadap apa yang dilakukan mas akmal saat ini. Ratu memang cantik, tidak salah jika mas akmal menggandeng dia. Kalau dibandingkan denganku pun, tidak ada apa-apanya dibanding dia.
"Kamu cemburu?" Mata mas akmal memicing tegas.
"Cemburu? Buat apa?"
"Aku kira setelah aku jalan sama ratu pun kamu ada rasa cemburu sama aku? Kamu cinta ga sih sama aku? Kamu selalu bilang cinta sama aku tapi selalu muja-muja boy di setiap hari. Bilangnya abis jalan sama boy lah, abis makan bareng boy lah, abis ngerjain gebetannya boy lah, abis ngebuat boy putus sama pacarnya lah. Kau sadar ga sih apa yang kamu lakuin itu ngebuat aku muak!"
Mas akmal marah. Aku menggigit bibr sembari menekan-nekan jempol tangan dengan kuku tangan hingga darah menetes ke lantai. Hanya satu tetes, dan aku tak mempermasalahkan itu.
"Akmal! Lo keterlaluan hari ini."
Boy datang dengan melepaskan kaitan kedua tanganku. "Lepas ya, nanti kamu luka tangannya."
"Tapi aku takut boy, mas akmal jadi jahat sama aku." Aku menoleh ke arah boy dengan airmata yang menggenang.
"Ke uks dulu yuk, boy obatin luka kamu. Boy kan udah janji sama kamu, kalo boy akan selalu menjadi ramuan obat untuk milly. Milly ga boleh sedih," rayu boy.
Aku menatapnya dengan airmata yang mengalir dan perlahan aku mengikuti langkah boy.
Namun, baru satu langkah berjalan, mas akmal menginterupsi langkah kami berdua. "Aku mau kita putus, mil. Aku capek sama kamu. Jujur, aku ga bisa terus-terusan nahan cemburu pas kamu deket sama cowo lain. Aku ini juga cowo milly. Mulai sekarang, aku lebih memilih ngelepasin kamu daripada kita terus bertengkar seperti ini."
Mendengar itu, tubuhku membeku. Aku sudah tak bisa lagi berkata-kata.
'...aku lebih memilih ngelepasin kamu daripada bertengkar seperti ini."
"Oke"
Aku hanya mampu mengucapkan 3 huruf itu.
Entah, ku merasakan hampa, akmal yang aku kenal adalah ia yang baik namun brengsek. Dia suka bergonta-ganti wanita. Itulah kenapa aku lebih memilih boy daripada akmal.
Seminggu denganku, akmal telah jalan dengan dua wanita. Aku tau itu.
Jangan kalian tanya bagaimana aku mengetahuinya. yang jelas, akmal terlalu brengsek untuk aku yang imut ini.
Akmal tidak hanya jalan dengan Ratu, namun juga dengan beberapa gadis lainnya. Akmal selalu kasar lewat kata-kata. Berbeda dengan Boy, boy hanya kasar ketika aku melakukan salah. Selebihnya boy tidak kasar. Bahkan ia rela meninggalkan pacarnya demi mengunjungi aku yang sedang sakit.
Aku menoleh ke samping, boy terlihat khawatir dan ia terus memeluk pundak sembari memegang tanganku.
Saat ini boy telah memiliki kekasih. Ia tau kalau aku sering mengerjai kekasihnya, namun ia tak pernah marah. Kesabarannya melebihi lautan dosa.
Dari kejauhan aku melihat Nita, "boy, ada Nita. Lebih baik kamu lepasin pelukan sama tangan aku. Aku gapapa kok. Nanti aku ke UKS sendiri."
"Ada apa Mill?"
"Gapapa, nanti Nita marah. Kamu samperin dia aja." Sahutku sembari mendorong Boy.
"Milly marah sama boy gara-gara boy marahin tadi ya? Milly kalo marah ga boleh gitu. Boy ga bisa jauh-jauh dari Milly. Milly itu separuh jiwanya boy. Milly ga bisa begitu." Jawab boy.
"Tapi Nita marah. Nita kan kalo marah suka jambak-jambak orang. Nanti luka Milly makin gede Boy, Milly takut." Jawabku.
"Yaudah, Nita biar boy putusin aja ya? Biar milly ga khawatir begini." Tawar boy.
"Milly ga mau jadi pelakor, Boy."
"Milly separuh jiwa boy, bukan pelakor. Kalaupun ada yang harus pergi, itu Nita, bukan Milly." Sahut boy.
"Boy, kamu suka Nita?"
"Suka"
"Kalo sama aku?"
"Suka juga"
"Lebih suka aku apa Nita?"
"Nita?"
"Ya udah kalo gitu samperin dia, jangan sampe dia pergi."
"Oke deh, kamu ga pa pa aku tinggal?"
"Gapapa, aku baik-baik aja kok."
"Tapi aku pengen nemenin kamu disini." Sahut boy sambil memelas.
"Kamu lebih suka Nita, jadi kamu harus sama Nita."
"Kamu tunggu sini ya? Jangan kemana-mana. Aku pergi samperin Nita cuma bentaran doang kok." Sahut Boy.
Aku tidak tau apa yang dilakukan boy. Yang pasti ia sedang mengucapkan beberapa kata kepada nita. Sedangkan Nita sendiri menangis tersedu-sedu.
Boy mendekat. Kemudian ia tersenyum. Setelah itu ia kembali menuntunku. Ah, padahal yang sakit tanganku, bukan kakiku. Kenapa harus dituntun pula.
"Milly, Boy akan selalu bersama Milly. Boy udah putusin Nita."
"..."