Disukai
0
Dilihat
243
Manusia Bermain Tuhan
Thriller

Pendahuluan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia medis telah mendapatkan banyak terobosan gemilang pada era Perang Dunia II. Salah satunya adalah penelitian medis yang dilakukan oleh seorang ilmuwan bernama Sergei Brukhonenko. Penelitiannya yang paling dikenal orang, telah menjadi inspirasi dalam inovasi teknologi sains medis yang juga memprakarsai penilitian ini. Experimen ini didasarkan pada experimen saintifik yang pernah dilakukan oleh Brukhonenko pada tahun 1940. Sering disebut orang sebagai Experiments in the Revival of Organisms (1940). Namun, esai ini tidak akan dilihat dari sudut pandang kuantitatif seperti kebanyakan paper ilmiah lainnya. Esai ini akan mengangkat pertanyaan riset yang bersifat kualitatif. Dalam hal ini, hanya akan ada satu pertanyaan yang ditanyakan: apa itu manusia?

Latar Belakang

Penelitian yang tertulis dalam esai ini adalah penelitian yang dilakukan oleh The Adam’s Apple group. Keanggotaan dari grup ini terdiri dari Johan Guntur Siliwangi, Edric Richmond Alegro, Omar Sebastian Chandra, Ramesh Mahendra Wijaya, termasuk penulis dari esai ini. Kelimanya merupakan lulusan S1 dari Universitas ternama di Indonesia, yang demi menjaga nama baiknya, akan disamarkan dengan inisial UX. Semua anggota dari The Adam’s Apple Group yang tergabung di dalam kelompok ini baru saja lulus dari program sarjana satu, angkatan tahun 1994. Karena kecemasan tidak mendapatkan tempat penempatan untuk memulai praktik, maka kami memutuskan untuk mencoba mereka ulang percobaan ilmiah ini untuk mengisi waktu luang. 

Kebetulan, ada hewan-hewan yang dijadikan kelinci percobaan untuk aktivitas bedah hewan yang dilakukan oleh anak-anak SMA di dekat kampus kami. Hewan-hewan tersebut ada yang diawetkan, ada juga yang dibuang begitu saja. Melalui komunikasi yang dilakukan, kami mendapatkan akses untuk mengambil dua ekor burung dengan jenis yang berbeda, yaitu burung tekukur dan burung merpati putih. Kami mereka ulang proses percobaan yang dilakukan oleh Sergei Burkhonenko.

Metode Penelitian

Percobaan itu kami lakukan di kamar Johan, dengan peralatan yang memadai. Kepala dua burung itu diamputasi secara horizontal. Sebelum percobaan, kami sudah meminta agar objek percobaan diberikan injeksi Suranim terlebih dahulu agar darah tidak menggumpal. Karena objek penelitian sudah mati, tidak ada aktivitas agresi yang muncul. Darah yang masih berada di pembuluh arteri karotis kami kosongkan untuk kemudian kami tampung di dalam suatu model waduk. Kami membuat purwarupa model alat yang sama dengan yang dibuat oleh Sergei. Termasuk pompa arteri, waduk darah, dan juga selang darah. Perbedaannya hanya pada diameter selang darah kami lebih kecil dari milik Sergei. Darah dari waduk kami pompa dengan model pompa arteri. Kemudian, pompa akan mengalirkan darah melalui selang dan bersirkulasi di dalam pembuluh Supratrochlear dan Supraorbital yang terletak pada kepala burung. Sedangkan darah yang mengalir di pembuluh Vena, akan masuk ke pompa satunya lagi, yang disebut juga sebagai pompa vena. 

Percobaan pertama

Seiring kami memompa model pompa jantung tersebut, kepala burung merpati putih memberikan respons. Sebelas detik pertama, burung merpati mulai bernapas. Tiga puluh satu detik setelah darah dipompa, mata kiri dan kanan pada kepala burung mulai berkedip-kedip. Sejujurnya, para peneliti tidak menyangka bahwa percobaan ini akan menghasilkan respon secepat itu. 

Atas saran dari salah seorang peneliti (Edric), kami menukar kepala kedua burung itu untuk kemudian kami sambungkan dengan badan dari masing-masing burung. Kepala Merpati dengan badan Tekukur. Begitu juga sebaliknya. Dengan penyesuaian yang dilakukan sedemikian rupa, para peneliti berhasil menjahit kepala burung itu dengan badan yang berbeda dari pemilik aslinya. Proses revival ini kembali dilakukan pada kedua objek penelitian, satu per satu. Awalnya, kami lakukan pada burung berkepala merpati, berbadan tekukur (yang selanjutnya akan disebut sebagai Objek A). 

Sepuluh detik awal, merpati mulai bernapas. Dua puluh detik kemudian, mata Objek A berkedip-kedip. Tiga puluh dua detik kemudian, ada respons kejang-kejang dari tubuh Objek A. Setelah kejang-kejang selama dua menit dan sebelas detik, Objek A diam kembali. Hal itu terjadi terus-menerus sebanyak lima kali dengan lama waktu kejang adalah selama satu sampai dua menit, selama proses percobaan. Setelah lima belas menit tiga puluh tujuh detik, Objek A membuka matanya. Objek A bangun perlahan dan berdiri di atas kedua kakinya pada menit ke enam belas lewat dua puluh satu detik. Perlu diingat, bahwa Objek A diletakan di atas meja besi yang cukup licin. Terhitung, sudah tiga kali Objek A berdiri dan terjatuh. Setelah sudah yakin bahwa Objek A dalam kondisi stabil, para peneliti melepaskan selang darah yang menyambung pada jantung. Proses resusitasi artifisial ini dihentikan segera setelah Objek A terobservasi dapat berdiri tegap selama tiga menit. Sayangnya, hal itu tidak berlangsung lama. Karena jahitan tipe kontinu pada leher Objek A terbuka setelah tiga menit lewat enam belas detik setelah ia berdiri. Hal ini menyebabkan Objek A kehilangan darah, kejang-kejang, dan kembali pada kondisi mati. 

Percobaan Kedua

Dengan menyempurnakan kembali model purwarupa ini, bersamaan dengan mempelajari proses penjahitan dengan lebih seksama, para peneliti mengulang percobaan setelah lewat dua jam. Kali ini, percobaan dilakukan dengan burung berkepala tekukur, berbadan merpati (Objek B). Sayangnya, hasil yang didapatkan sama. Bahkan kali ini, Objek B sama sekali tidak berdiri. Permasalahannya masih sama, yaitu gagalnya jahitan untuk menghentikan pendarahan. Dibutuhkan jenis jahitan yang lebih efisien untuk menghentikan pendarahan. Dikarenakan sulitnya menjahit kepala burung yang berdiameter kecil, para peneliti sepakat untuk mengganti objek percobaan selanjutnya dengan hewan yang lehernya berdiameter lebih besar. 

Percobaan Ketiga

Percobaan ketiga dilakukan dengan menggunakan anjing German Shepherd sebagai objeknya (Objek C). Dengan besarnya diameter leher pada anjing, masalah jahitan bisa teratasi dengan baik. Setelah melakukan riset, para peneliti menggunakan kombinasi jahitan terputus-putus dan matras vertikal untuk memastikan stabilitas kepala yang terpasang kembali pada tubuh objek. Jenis jahitan ini dipilih untuk memberikan dukungan maksimal dan mengurangi risiko jahitan terbuka selama percobaan berlangsung. Setelah penyuntikan anastesi dan surinam, Objek C diamputasi lehernya untuk memulai percobaan. Metodenya masih sama seperti pada percobaan pertama dan kedua. Perbedaannya, hanya pada diameter selang yang lebih besar untuk mengalirkan jumlah darah yang lebih banyak dari model waduk ke pompa darah artifisial, yang selanjutnya akan bersirkulasi pada otak Objek C. Setelah sepuluh detik pertama, mulai ada tanda-tanda kehidupan dari kepala Objek C. Objek C mulai bernapas lebih teratur setelah dua puluh tiga detik. Sebelas detik setelah itu, kepala Objek C merespon pada rangsangan dari luar seperti cahaya, suara, sentuhan, dan rasa. Setelah lewat dua menit, model pompa dimatikan. Hasilnya cukup memuaskan dan mirip dengan apa yang telah dibuat oleh Sergei. 

Setelah mendokumentasikan keberhasilan itu, para peneliti sepakat untuk menghentikan percobaan pada fase percobaan selanjutnya. Yaitu percobaan untuk menghidupkan kembali menyambung kepala anjing Objek C dengan tubuh dari anjing lain. Sayangnya, ada latar belakang yang harus diketahui oleh para pembaca. Terjadinya penelitian ini, bersamaan dengan kerusuhan besar yang sedang terjadi di berbagai kota di Indonesia, termasuk Jakarta. 

Latar Belakang Percobaan Keempat

Awalnya, percobaan keempat dimaksudkan untuk menyambung kepala anjing berjenis German Shepherd dengan tubuh anjing non-ras. Peralatan sudah disiapkan, persiapan lainnya juga sudah dilakukan, termasuk tempat yang lebih memadai. Para peneliti menggunakan klinik terbengkalai yang dimiliki oleh keluarga salah satu peneliti (Omar Sebastian Chandra). Dengan peralatan medis yang lebih memadai, para peneliti memulai percobaan yang keempat. 

Tanggal percobaan sudah disepakati, namun salah seorang peneliti (Johan Guntur Siliwangi) belum hadir bahkan setelah ditunggu seharian. Barulah setelah mendapatkan kabar dari keluarganya, para peneliti mengetahui bahwa Johan telah tewas dalam kerusuhan yang terjadi. Keluarga Johan berhasil menyelamatkan kepala Johan yang telah teramputasi oleh massa yang marah. Sedangkan tubuhnya sudah dibakar di tengah lapangan. Mendengar hal itu, para peneliti yang tersisa segera pergi ke kediaman Johan untuk berkabung. Namun salah seorang peneliti (Edric Richmond Alegro), menolak untuk ikut dalam acara berkabung tersebut. Peneliti Edric pergi dan masih bermaksud untuk menyelesaikan penelitian. Karena gagal dalam meyakinkannya, para peneliti yang lain memutuskan pergi ke rumah Johan dengan meninggalkan Edric. 

Ketika sampai di sana, kami mendengar bahwa mayat kepala Johan baru saja dicuri oleh pria tidak dikenal yang mengenakan jaket berwarna hitam. Nomor polisinya sudah tercatat oleh pihak keluarga, walau mereka berakhir kehilangan jejaknya. Karena situasi yang tidak kondusif, kami memutuskan untuk kembali lagi ke klinik setelah mengucapkan belasungkawa pada keluarga. Barulah sesampainya di klinik, kami mengetahui apa yang terjadi.

Percobaan keempat

Edric Richmond Alegro, sudah bersiap untuk melakukan proses penelitian kembali. Ia sudah dilengkapi sarung tangan karet, masker, dan jas putih untuk melakukan percobaan. Kepala seorang manusia sudah terletak di atas meja percobaan. Kepala itu kami kenali sebagai kepala Johan, mantan peneliti The Adam’s Apple Group. Penulis penelitian ini, meyakinkan Edric untuk bisa mengembalikan lagi kepala Johan ke keluarganya. Edric menolak dengan dalih bahwa ada peluang untuk bisa menghidupkan Johan kembali. Perdebatan itu berlangsung lama. Sampai akhirnya penulis menerjang untuk membekuk Edric. Itu adalah saat terakhir yang dialami penulis, sebelum semuanya mendadak menjadi gelap. 

Hasil Percobaan Keempat

Penulis perlahan mendapatkan penglihatannya kembali setelah beberapa saat. Ketika terbangun, penulis menyadari sudah lewat dua jam setelah ia pingsan. Terlihat hasil dari percobaan keempat, yaitu Johan (Objek D) berhasil. Terlihat bahwa Objek D bisa berjalan-jalan di dalam ruangan klinik tersebut dengan menggunakan tubuh seekor anjing. Fungsi organnya bekerja dengan baik. Namun Objek D masih membutuhkan waktu istirahat. Beberapa kali, Objek D mengalami emesis (muntah). Reaksi wajah dari Objek D hanyalah wajah kaku tanpa ekspresi. Objek D bisa berbicara beberapa patah kata, walau masih terbata-bata, dan cenderung tidak terdengar jelas. 

Peneliti Edric mengaku puas dengan hasil ini. Namun, peneliti lainnya, yaitu Omar dan Ramesh, tidak merasa puas. Ekspresi wajah mereka berdua penuh ketakutan. Ekspresi mereka lebih terkejut ketika melihat apa yang terjadi pada penulis. Dalam penelitian ini, penulis sebagai pengamat selanjutnya akan disebut juga sebagai Objek E. 

Tidak seperti Objek D yang kesulitan berbicara, Objek E langsung bisa berkata-kata dengan bahasa manusia yang bisa dimengerti. Nyaris tidak ada perbedaan dalam komunikasi lisan pada Objek E sebelum dan sesudah percobaan. Organ-organ vital berfungsi dengan baik. Sistem respiratori berjalan dengan baik tanpa terengah-engah seperti yang terjadi pada Objek D. Proses emesis hanya terjadi sekali. Kelima panca indera bisa berfungsi dengan baik tanpa ada permasalahan. 

Perbedaan drastis ini, memancing diskusi diantara para peneliti, yaitu mengenai faktor yang secara signifikan membedakan keberhasilan pada Objek E dengan Objek D. Setelah beberapa poin yang dikemukakan dari masing-masing peneliti, didapati hipotesis kuat bahwa Objek E bisa langsung pulih dari percobaan dikarenakan tubuh pasangan dari Objek E adalah tubuh yang lebih baik dan kompatibel dari yang dipasangkan pada Objek D. Objek E, dalam hal ini penulis, dipasangkan dengan tubuh seekor simpanse yang diambil dari kebun binatang di dekat klinik berada.  

Kesimpulan

Percobaan Sergei Burkhonenko yang disimulasikan ulang pada Objek E dari penelitian yang dilakukan The Adam’s Apple berakhir dengan keberhasilan. Organisme Objek E bisa melakukan kegiatan yang dilakukan oleh manusia normal pada umumnya. Namun jelas hasil percobaan ini merubah banyak hal dari Objek E. Dalam sisi yang lebih personal, Objek E selamanya berubah dari manusia dengan tubuh manusia, menjadi manusia dengan tubuh hewan. Apakah sains bisa menjawab pertanyaan dan memberikan kesimpulan mengenai natur dari Objek E? Apakah Objek E tetap menjadi manusia, atau sudah berubah natur menjadi sesuatu yang bukan manusia? 

Pertanyaan tersebut gagal untuk dijawab dengan rasional oleh para peneliti The Adams Apple group. Karena hal tersebut, penulis atau yang disebut sebagai Objek E, hendak melemparkan pertanyaan ini melalui tulisan esai ini kepada para pembaca esai. Sebenarnya, apa yang membuat manusia ‘manusia’? Apakah Objek E tetaplah manusia, atau bukan manusia, atau bahkan manusia dan bukan manusia di saat yang bersamaan? Atau bahkan Objek E bukanlah keduanya sama sekali? 

Sebagai kesimpulan untuk menutup esai ini, setidaknya pernyataan dari matematikawan Perancis bernama Émile Borel (1913) ternyata benar. Tulisan ini adalah bukti nyata dan empiris, bahwa jika diberikan waktu yang cukup dan akses komputer yang memadai, seekor simpanse bisa menghasilkan karya seperti Shakespeare. Objek E telah menjadi satu probabilitas yang menghasilkan karya itu, yang mungkin jika diberikan waktu sedikit lebih lama lagi, dapat membuat sebuah kitab.    

Referensi

Émile Borel. La mécanique statique et l'irréversibilité. J. Phys. Theor. Appl., 1913, 3 (1), pp.189-196.

Yashin, David (1940). Опыты по оживлению организма [Experiments in the Revival of Organisms]

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Thriller
Rekomendasi