Ahmad duduk sendirian di aula pesantren yang gelap, merenung. Pesantren ini dikenal memiliki berbagai cerita seram, dan malam ini tidak terkecuali.
"Senter ini memang seringkali tiba-tiba mati," gumam Ahmad sambil mencoba menyalakan senter yang mati dengan tombolnya. Namun, cahaya tetap padam.
"Hm, aneh," ujarnya, memandangi senter yang tidak kooperatif.
Tiba-tiba, bayangan hitam muncul di sudut ruangan, bersinar dengan cahaya biru samar. Ahmad terperanjat.
"Siapa itu?" tanyanya, mencoba berbicara dengan bayangan yang misterius.
Bayangan itu tetap diam, hanya bergerak mendekati Ahmad dengan langkah yang terdengar seperti debusan angin.
"Ba-bayangan ini pasti hanya imajinasi," kata Ahmad pada dirinya sendiri, mencoba meredakan kecemasannya. "Aku harus pergi ke kamar tidurku."
Tapi saat ia berusaha beranjak, sebuah suara bisikan lemah terdengar di udara, seperti mantra kuno yang dinyanyikan dalam bahasa yang tidak dikenal.
"Apa itu?" Ahmad terkejut dan berteriak, mencoba meminta agar bisikan itu berhenti.
Bayangan semakin mendekat, muncul dalam kegelapan dan terlihat seperti sosok bayangan dengan pakaian kuno yang anggun.
Ahmad berusaha melarikan diri, berlari menuju pintu, tapi pintu terbuka dan langsung tertutup dengan sendirinya dengan gerakan yang halus. Ia merasa terjebak.
Bayangan itu mendekat dan mengambang di udara seperti penunggu kuno. Ahmad tidak bisa bergerak, hatinya penuh kecemasan.
"Siapa kamu?" Ahmad berusaha meminta jawaban, tetapi bayangan itu tetap diam.
Beberapa lama kemudian, saat pintu pesantren terbuka lebar di tengah malam yang gelap, Ahmad tidak lagi terlihat.
(Sementara itu, di tengah hutan yang gelap, terdengar suara siulan yang mengerikan, suara yang melengking di malam hari. Suara itu adalah siulan Kuntilanak yang legendaris, suara yang konon dapat mengundang kehadiran roh jahat.)
(Keesokan Pagi)
Santri-santri pesantren mencari-cari Ahmad dengan cahaya lilin, menciptakan bayangan menakutkan di dinding-dinding pesantren yang tua.
"Ahmad, kau di mana?" teriak salah satu dari mereka.
Mereka menemukan kamera ponsel Ahmad di aula dengan tanda-tanda terbakar yang aneh.
"Lihat ini! Kamera Ahmad," kata salah satu dari mereka, mengambil ponsel itu.
Mereka memutarkan video di ponsel tersebut. Video itu dipenuhi dengan cahaya biru dan suara-suara aneh yang terdengar seperti mantra kuno.
Santri yang mengejar video itu mengernyitkan dahi, lalu berkata, "Ini sangat aneh. Apa yang terjadi dengan Ahmad?"
Saat video itu menunjukkan Ahmad yang mencoba berbicara dengan bayangan yang terlihat semakin bersinar dan suara-suara mantra kuno yang semakin jelas, suara siulan Kuntilanak mulai terdengar lagi di luar pesantren.
Santri yang lain berkata, "Kita harus segera mencari Ahmad. Tapi apa yang kita akan temui di luar sana?"
Sementara itu, suara siulan Kuntilanak semakin keras, dan di tengah hutan yang gelap, ada sesuatu yang mengerikan yang mengintai dalam kegelapan.
Beberapa santri keluar dari pesantren, membawa cahaya lilin dan doa-doa perlindungan, sambil mencoba mencari tanda-tanda Ahmad dan melawan efek misterius dari siulan Kuntilanak yang semakin intens.
(Beberapa minggu kemudian)
Santri-santiri mengumpulkan diri mereka di hadapan seorang kyai yang bijaksana, sambil menceritakan semua yang telah mereka temui dan alami dalam pesantren yang terlupakan itu.
Kyai itu mendengarkan dengan serius dan berkata, "Sepertinya ada roh-roh yang terjebak di pesantren ini. Suara siulan Kuntilanak mungkin menjadi pemicu bagi kejadian-kejadian ini. Kita harus menghormati mereka dan membantu mereka mencapai kedamaian dengan mantra-mantra kuno yang benar. Dan kita juga harus melindungi diri kita dari ancaman Wewe Gombel."
Dengan tekun, para santri dan kyai itu bersama-sama membaca doa-doa perlindungan dan mantra-mantra kuno untuk mengembalikan kedamaian pesantren yang terlupakan. Dan mereka bersumpah untuk menjaga pesantren ini agar tidak terlupakan lagi, agar cerita-cerita seram yang mengitari pesantren itu menjadi sebuah legenda yang disampaikan dari generasi ke generasi.
Pesantren yang pernah terlupakan kini telah kembali menjadi tempat yang suci dan damai. Para santri dan kyai telah berhasil mengusir roh-roh yang terjebak dan mengembalikan kedamaian ke pesantren tersebut. Aktivitas paranormal yang mencekam mereda, dan pesantren kembali menjadi tempat yang aman untuk belajar agama.
Namun, di tengah kemenangan mereka, satu hal masih belum terselesaikan. Ahmad, yang hilang dalam peristiwa misterius, belum ditemukan. Para santri merasa cemas dan prihatin.
Santri A: "Kak Ahmad belum kembali, Kak."
Santri B: "Kita harus mencariya, tapi sekarang sudah gelap. Mana tahu apa yang terjadi."
Santri C: "Kita dengar beberapa suara aneh tadi. Mungkin kita harus hati-hati."
Santri D: "Tapi kita harus segera menemukan Ahmad. Kita tak bisa membiarkannya sendirian di luar malam begini."
Mereka memutuskan untuk pergi mencari Ahmad, meskipun mereka masih merasa waswas dengan kejadian-kejadian aneh yang mereka alami sebelumnya.
Santri A: "Kita dengar itu lagi, suara yang aneh seperti siulan Kuntilanak. Apakah itu benar?"
Santri B: "Sekarang bukan waktu untuk berpikir tentang cerita seram. Kita harus mencari Ahmad."
Santri C: "Tapi yang terakhir, itu suara seperti ancaman Wewe Gombel."
Santri D: "Kita akan mencari Ahmad dengan hati-hati. Mari bergerak bersama."
Mereka meninggalkan pesantren menuju ke hutan di sekitarnya, dengan hati-hati mendekati suara-suara aneh yang mereka dengar. Mereka harus mencari tanda-tanda Ahmad yang hilang di tengah malam yang gelap.
Santri A: "Ssst, aku mendengar sesuatu. Itu dekat sini."
Santri B: "Kita harus hati-hati. Siapa tahu itu Ahmad atau..."
Santri C: "Atau mungkin sesuatu yang lain. Mari kita bersiap-siap."
Santri D: "Aku lihat dia di sana! Ahmad! Ada apa?"
Ahmad terlihat cemas dan terkejut. Santri-santri segera mendekatinya.
Santri A: "Kuntilanak... Wewe Gombel... Mereka di sini. Mereka mengejar aku!"
Santri B: "Tenang, kami akan membantu. Kami tidak akan membiarkan apapun terjadi padamu."
Mereka harus mencari jalan keluar dari ancaman yang misterius, dengan suara siulan Kuntilanak dan ancaman Wewe Gombel yang semakin mendekat.
Santri C: "Kita harus cepat! Ikuti kami, Ahmad, dan jangan berhenti."
Santri D: "Di mana suara itu datang? Kita perlu mencari tempat yang aman."
Mereka menemukan tempat terbuka di hutan dan berlindung di sana sementara suara-suara aneh semakin mendekat.
Ahmad: "Mengapa mereka mengejar aku? Apa yang terjadi?"
Santri A: "Kita tidak tahu, Ahmad, tetapi yang terpenting sekarang adalah mencari jalan keluar."
Santri B: "Apa yang dapat kita lakukan? Kita tidak bisa berlari selamanya."
Santri C: "Aku dengar suara itu sudah dekat. Mungkin kita harus mencoba menghadapinya."
Santri D: "Sekarang bukan saat yang tepat untuk berpikir panik. Kita harus tetap tenang dan bekerja sama."
Para santri bersiap-siap saat suara-suara aneh mendekat. Tiba-tiba, munculah dua sosok misterius di kegelapan.
Kuntilanak: "Kami datang untukmu, Ahmad."
Wewe Gombel: "Kami akan membawamu bersama kami."
Santri A: "Kami tidak akan membiarkan kalian menyentuh Ahmad! Dia adalah saudara kami."
Santri B: "Kami akan melindungi dia. Pergilah!"
Sosok-sosok misterius itu menghilang dalam kabut. Ahmad dan para santri melihat mereka menghilang, dan suara-suara aneh pun mereda.
Ahmad: "Terima kasih, teman-temanku, kalian telah menyelamatkan aku."
Santri C: "Kita adalah keluarga di pesantren ini. Tidak ada yang akan kita biarkan terjadi padamu."
Santri D: "Sekarang mari kita cepat kembali ke pesantren sebelum mereka kembali. Kita akan menjelaskan semuanya."
Mereka kembali ke pesantren dalam ketegangan, namun dengan perasaan lega. Mereka menceritakan pengalaman mereka kepada kyai, yang mendengarkan dengan serius.
Kyai: "Kalian telah melewati ujian yang sulit, dan kalian membuktikan bahwa persatuan dan keberanian adalah kunci untuk menghadapi ketakutan. Pesantren ini kembali menjadi tempat yang suci dan damai berkat jerih payah kalian."
Sejak malam itu, pesantren yang pernah terlupakan kembali menjadi tempat yang terang benderang. Cerita-cerita seram tentang pesantren itu menjadi legenda yang diceritakan di seluruh negeri, sebagai simbol persatuan dan keberanian yang menghadapi kegelapan.
Kembali ke kedamaian dan keheningan malam, pesantren yang pernah terlupakan itu sekarang menjadi tempat yang dipenuhi dengan belas kasih dan cahaya ilmu pengetahuan. Dan para santri tahu bahwa persahabatan mereka adalah kekuatan yang tak tergoyahkan dalam menghadapi segala rintangan yang mungkin muncul dalam perjalanan hidup mereka.