Puput, nama kucingku. Meskipun tak istemewa, nama yang diberikan istriku itu kiranya diterimanya. Setiap istriku menyerukan nama Puput, kucingku yang tengah berburu cicak di rumah tetangga selalu pulang. Ia yang berpikir akan diberi cicak hasil tangkapan istriku itu tampak kecewa. Karena, tak seekor cicak di tangan istriku. Sungguhpun begitu, ia tak pernah berang. Membanting-banting piringnya yang hanya berisi nasi berlauk teri.
Sejak sebulan Puput tinggal di rumahku, tak ada cicak berani nongol di dinding. Hingga istriku tak pernah menangkap seekor cicak dengan sapu lidinya. Pikirku, cicak-cicak itu sembunyi di balik eternit. Takut pada Puput yang berwajah imut, namun senampak monster di mata cicak-cicak. Hingga mereka harus berburu nyamuk dalam kegelapan ruang di balik eternit. Meredam nyali mereka untuk menampakkan diri, meski ribuan laron menyerbu...