Setiap kali hati hancur, begitu pula sepotong dunia. Dari sinilah retakan, celah, dan lembah berasal. Perpisahan yang buruk bisa menjadi pengalaman yang menantang dan membuat kita merasa seperti kita mungkin tidak akan pernah menemukan cinta lagi. Kita tidak bisa menerimanya dan berkata kepada diri sendiri, “Ini tidak mungkin terjadi.” Kita merasa marah atau kesal setelah berakhirnya suatu hubungan. Tanpa kita sadari kadang kita mengecam sang mantan bahwa dia tidak pantas mendapatkan cinta lagi, jika dia tidak bersungguh-sungguh. Seringkali kita saling tawar menawar membuat kesepakatan dengan mantan. Misalnya, "Jika kamu memberi aku kesempatan lagi, aku akan melakukan apa pun yang aku butuhkan untuk membuat semuanya berhasil." Hingga pada akhirnya kita percaya dan memberi kesempatan kedua. Namun, ada pula titik dalam proses kesedihan di mana kesadaran bahwa segala sesuatunya tidak akan berubah terjadi dan bahwa kita tidak akan jatuh cinta lagi dengan orang ini. Ini adalah waktu ketika kita belajar untuk menerima apa yang telah terjadi (Meskipun itu menyakitkan) dan melanjutkan hidup. Ini juga merupakan titik ketika kita berada di moment yang tepat untuk mulai mencari pasangan baru dan belajar untuk jatuh cinta lagi. Dan itulah yang aku alami setiap kali pergi kencan mencari cinta sejati aku menjadi frustrasi, karena sepertinya tidak pernah berhasil. Untung saja ada Dimas sahabatku yang selalu ada disaat aku susah, sedih, dan senang.
Dimas, The Wizard King cast a spell on himself to not fall in love until he is 30 years old. Ini aneh mengapa seseorang berjanji seperti itu ketika kita tahu cinta itu rapuh dan mudah putus, datang, dan pergi.
“Lucy, hello, hello! Dimas tiba-tiba ada di sebelahku. Aku menoleh dan tersenyum, “Hi!”
“Masih patah hati kamu Lu? Udah lah Lu, kan aku sudah bilang berulang kali bahwa seseorang yang sering berjanji kepadamu maka orang itulah yang akan menghancurkan mu. Lihat ni, mana pernah aku berjanji padamu, tidak pernah kan? Itu semua ku lakukan karena aku tidak mau menyakitimu. Aku punya ide yang bagus. Bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan untuk menghilangkan kesedihanmu? Akan aku bawa kau ketempat yang paling indah di kota Jakarta, buruan, ayo!”
“Jalan-jalan kemana, Dim? Malas ah, panas-panas begini mending dirumah.” Aku berusaha menolaknya.
“Ayo, ayo, ayo! Cepetan ganti baju, kita jalan-jalan nanti aku traktir breakfast, lunch, and dinner aku yang bayar.” Ya ampun, kenapa dia seperti Dady's little boy ngoyol.
Melihat tingkah laku dia yang seperti anak kecil, aku pun luluh. Benar kata dia tidak seharusnya aku terus-menerus larut dalam kesedihan, karena itu akan membuang waktuku sia-sia.
“Iya, Dim! Kamu tunggu sebentar aku mau ganti baju dulu,” pintaku kepadanya.
Sesaat kemudian aku keluar, dia pun tersenyum. Entah hari ini dia sangat berbeda. Dia terlihat bahagia membuatku merasa penasaran, ada apa gerangan.
“Sudah siap, Lu?”
“Sudah,” jawabku kemudian kita menuju mobil.
“Dim, kenapa ya hari ini kamu terlihat berbeda, kamu terlihat bahagia. Jangan- jangan kamu bahagia diatas penderitaanku, keterlaluan kamu kalau begitu.
“Lucy, can you please throw that negative thinking away? Buang yang jauh pikiranmu itu! Asalkan kamu tahu setiap hari aku bahagia, tersenyum, dan tertawa. Karena dengan cara seperti itu aku awet muda. Lu, aku tidak mau terlihat tua, aku belum sempat pacaran. Berbeda dengan kamu yang sudah sepuluh kali pacaran, sepuluh kali juga patah hati,” kata Dimas sambil tertawa sendiri.
“Dimas, enak aja kamu kalau ngomong. Aku baru empat kali pacaran,” aku meluruskan perkataannya.
“Iya deh empat kali pacaran yaitu Sama si playboy, badman, macho, and psychopath, interesting.”
“Ahhh, terserah kamu mau ngomong apa. Oh, iya! Ini kita mau kemana si?” Tanyaku.
“Ada deh, coba tebak kita mau kemana!”
“Karena kita sekarang ada di Jakarta Utara dan melihat arah jalan, maka kita akan pergi ke Ancol, bener nggak?”
“Salah, tahukah kamu sekarang kita berada di jalan asmara menuju kolam cinta, itulah tujuan kita.”
“Hahaha, itu kan lagu ada-ada saja kamu ini.” Kita berdua tertawa.
Akhirnya, kita sampai di Ancol. Dimas segera memarkirkan mobilnya, kemudian kita langsung mengantri tiket untuk naik roller coaster.
“Kita mau naik roller coaster? Dim, aku tidak pernah naik roller coaster. Naik taksi aja aku suka mabuk, ini mau naik roller coaster, apa jadinya aku? Wait, are you trying to kill me? Oh, no, no, no! I am the real victim of it.” Mendengar omongan ku, Dimas tertawa sambil menggelengkan kepalanya.
“Let’s go! Let’s have some fun, Lu!”
Oh tidak, the wicked wizard semakin menjadi. Dia menarik-narik tanganku, sayang sekali tidak ada tiang listrik ataupun pohon yang bisa aku peluk untuk menahan diri. Aku pun menyerah, biarlah aku naik roller coaster mabuk-mabuk lah aku. Kalau aku pingsan biar dia yang gendong agar dia tau diri.
“Sini Lu, aku bantu kamu pasang sabuk pengaman,” dia membantuku memakai sabuk pengaman.
“Are you ready? One, two, three, aaaaaa!” Ini lebay semuanya berteriak.
Aku semakin panik karena setelah beberapa menit naik roller coaster, tiba-tiba roller coaster nya berhenti. Yap! Kita semua terjebak dan keadaan kita upside down membuatku takut sehingga aku pejamkan mataku.
“Tuhanku, aku tidak mau mati sekarang, Tuhanku, bawalah aku ke medan perang,” inilah keinginan ku pergi bertempur. Karena dengan cara mati di pertempuran hidupku tidak akan sia-sia, aku akan di hargai.
“Lucy, Lucy, buka matamu!” Dimas memanggilku suara dia begitu tenang. Tetapi aku masih memejamkan mataku dan menangis, sungguh aku belum siap jika aku harus mati sekarang. Masih banyak impian dan cita-cita yang belum aku wujudkan.
“Lucy, Lucy, Lucy, it’s okay buka matamu! Dia terus memanggil ku, ketika dia sudah merengek aku tidak bisa menolaknya kemudian aku membuka mataku.
Dia menangis dan memandangku, meskipun dia sedang menangis tapi sorotan matanya yang tajam tidak bisa aku hindari. Aku tidak pernah melihat dia menangis seperti ini. Aku melihat tatapan matanya yang bersinar seperti sang rembulan di malam hari. Yah, ini konyol karena bulan tidak memancarkan cahaya nya sendiri, tetapi bulan memantulkan cahaya matahari. Namun, tetap saja bulan menerangi malam yang gelap gulita. Seperti bulan, tatapan dia penuh cinta dan kebahagiaan yang selama ini ada di hidupku yang tidak pernah aku sadari. Oh Tuhan, dia tersenyum dan terus memandangku, aku tidak bisa seperti ini terus aku butuh night vision goggle.
“Lucy...I…Love…You.” Finally, The Wizard King broke his spell.
Aku terdiam masih tidak percaya dengan apa yang dia katakan. Aku menatapnya dan aku tersenyum, jadi dia orangnya. Kita berdua saling memandang seolah-olah kita sedang berada di daratan. Kita lupa jikalau kita terjebak diantara langit dan bumi. Kebahagian dan kasih sayang yang terpendam diantara kita berdua terpancarlah sudah.
And I believe we are not stuck up here forever there has to be maintained.