"Ada jajanan gak sih?" seorang anak laki-laki mengelus perutnya. Ia berjalan ke dapur untuk mencari camilan, namun tidak ada sama sekali. Lalu ia membuka kulkas. Ternyata ada beberapa kue brownies. Anak itu mengambil sepotong kue, lalu menutup kulkas. Ia melahap kue itu sambil duduk di sofa.
"Wah, enak banget! Mau lagi, ah!”
Ia buru-buru membuka kulkas lalu mengambil dua potong kue brownies. Ia langsung melahap kuenya di depan kulkas tanpa menutupnya. Belum selesai makan, tiba-tiba ada yang bersuara, " Hai, bocah tengil."
Anak itu tengok kanan kiri, tetapi tidak ada siapa-siapa. "Siapa yang manggil? Hantu?" ucapnya dalam hati.
"Aku di sini," Suara itu kembali muncul.
"Sini di mananya?" tanya anak itu sambil melihat sekitarnya dengan ketakutan.
"Di depanmu, bocah!"
Anak itu menghadap ke depan. "K-kamu kue?"
"Bukan. Orang-orang terbiasa menyebutku kulkas," jawab si kulkas. "Tutuplah, pintuku."
Anak itu menuruti perintah si kulkas. Lalu muncul sebuah mulut di bagian pintu bawah kulkas dan sepasang mata di bagian pintu atas. Anak laki-laki itu terperangah. Kaget sekaligus kagum dengan apa yang terjadi di depan matanya.
"Kuenya enak?" tanya si kulkas.
"E-enak," anak itu manggut-manggut.
"Makanan apa yang kamu suka dari kulkas?"
"Banyak."
"Apa saja?"
"Kue, es... Sudah itu aja," jawab anak itu sambil menghitung memakai jari tangannya. Si kulkas tertawa terbahak-bahak.
"Itu karena aku yang mendinginkan kue dan membuatkan es batu untukmu," jelas si kulkas membanggakan diri.
"Iya, terima kasih."
"Hanya itu saja?" tanya si kulkas.
"Memang mau apa lagi?"
"Kamu harus membalas budi!” jawab si kulkas setengah berteriak. Anak laki-laki itu sedikit terkejut karena teriakannya.
"Membalas budi itu apa?"
"Artinya kamu harus melakukan sesuatu untukku setelah aku mendinginkan kue dan membuatkan es batu untukmu sebagai rasa terima kasihmu kepadaku."
"Oh, begitu." Anak itu tampak berpikir lalu bertanya, "Melakukan apa?"
"Bersihkan aku seluruhnya!" perintah si kulkas.
Anak itu mulai buru-buru ke dapur lalu mengambil lap dapur. Anak itu mengelap seluruh pintu dan bagian samping kulkas. "Aku sudah mengelap semuanya."
"Bagus," ucap si kulkas. "Tapi kamu belum membersihkan bagian dalamnya."
Anak itu membuka kulkas pintu bawah lalu mengeluh, "Terlalu banyak makanan, minuman dan bahan makanan lainnya."
"Aku tidak mau tahu. Kamu harus membersihkanku seluruhnya!" perintah si kulkas lagi.
Dengan berat hati, anak itu mulai mengeluarkan makanan, minuman dan bahan-bahan makanan satu persatu.
"Jangan lupa keluarkan drawer dan tray untuk dicuci," perintah si kulkas.
Setelah semuanya dikeluarkan, ia mulai mengelap seluruh bagian dalam kulkas dengan wajah cemberut.
"Tidak usah cemberut begitu. Aku bisa melihatmu," kata si kulkas. Anak itu melirik ke arah pintu atas. Di pintu atas terlihat sepasang mata si kulkas. Lalu ia mengelap lagi tanpa berkomentar.
"Kalau sudah selesai mengelap, semprotkan pembersih kulkas ke seluruh bagian, lalu dilap lagi," si kulkas kembali memberi perintah.
"Aku harus mengelap lagi? Yang benar saja!" protes anak itu.
"Aku tidak menerima protesmu. Pokoknya kamu harus membersihkan semuanya sampai bersih."
"Kalau aku tidak mau, gimana?"
"Hmm... Kamu tidak akan bisa menikmati kue dan es lagi dariku."
Anak itu mulai berpikir. Ia ingin tetap bisa menikmati kue dan es kesukaannya. Karena merasa terancam, maka anak itu mengiyakan perintah si kulkas. "Ya sudah kalau begitu."
Ia mulai menyemprot seluruh bagian dalam kulkas itu lalu mengelapnya lagi. Ketika sudah selesai, ia akan memasukkan drawer dan tray namun dicegah oleh si kulkas.
"Apa drawer dan tray itu sudah dicuci?"
"Oh iyaaa, belum hehe," Lalu anak itu mencuci drawer dan tray di belakang rumah yang sudah tersedia keran air karena jika mencucinya di wastafel pencuci piring ia kesusahan karena saking besarnya ukuran drawer dan tray itu. Ia senang sekali bisa mencucinya sekaligus main air.
"Sudah nyucinya, nanti kamu sakit flu kalau main air terus-menerus!" teriak si kulkas memperingatkan anak itu.
"Iyaaa..." Anak itu mematikan air kerannya. Ia membawa semua drawer dan tray itu sambil menggerutu pelan, "Dasar bawel!"
"Aku dengar, lho!" kata si kulkas.
"Ck!" Anak itu memasang muka sebal. Ia akan memasukkan drawer dan tray lagi namun lagi-lagi dicegah oleh si kulkas. "Kurang apa lagi, sih?"
"Drawer dan tray yang sudah kamu cuci itu ada banyak tetesan air dari mencuci tadi. Nah, itu kamu lap ya sampai benar-benar tidak bekas air lagi."
"Aduh, aku udah capek ini," keluh anak itu lalu duduk di lantai.
"Kalo gitu kamu istirahat saja dulu," kata si kulkas. "Ini aku kasih air es. Ada di dalamku."
Anak itu segera membuka pintu bawah. Di situ sudah ada sebotol air es. "Wah, ajaib! Ternyata kamu bisa sulap ya?"
"Ya, begitulah."
"Terima kasih," ucap anak itu lalu segera meneguknya.
"Iya, sama-sama" Kulkas itu tersenyum.
Setelah beristirahat sejenak, anak itu kembali melanjutkan pekerjaannya untuk mengelap semua drawer dan tray nya. Setelah itu, ia bisa memasukkan semuanya ke dalam kulkas termasuk semua makanan, minuman dan bahan-bahan makanan. "Sudah beres, Bos!"
"Kerja yang bagus!"
"Lalu hadiahnya apa?"
"Dengar, Nak. Membalas budi itu berarti tidak meminta hadiah. Harus dilakukan dengan tulus sebagai rasa terima kasih."
"Tulus itu apa?"
"Tulus itu melakukan sesuatu tanpa paksaan. Biasanya melakukan sesuatu dengan tulus itu dari hati." jelas si kulkas dengan hati-hati.
"Oh gitu. Tapi tadi kamu menyuruhku membalas budi jadi aku melakukannya dengan terpaksa."
"Memang benar aku menyuruhmu untuk membalas budi makanya aku memberimu air es tadi. Aku tahu kamu melakukannya dengan terpaksa karena disuruh," kata si kulkas. "Lain kali kamu harus melakukannya dengan tulus ya sebagai bentuk rasa terima kasihmu."
"Oke!" Tiba-tiba suara bel rumah berbunyi. "Wah, pasti ibu sudah pulang tuh. Aku bukain pintu depan dulu ya, kulkas."
"Iya, bukakan pintunya," si kulkas tersenyum.
Anak itu langsung berlari ke arah depan rumah untuk membukakan pintu depan. Ternyata benar ibunya yang datang. "Ibu... Ibu..." teriak anak itu kegirangan.
"Ada apa, Al?" tanya ibunya yang sedang membawa banyak kantong belanja di kedua tangannya.
"Ada yang mau aku tunjukkin. Ayo, Bu," Anak itu langsung menarik lengan baju ibunya menuju ke kulkas. Anak itu bingung karena kulkasnya sudah tidak ada mata dan bibirnya. "Lho, dia ada di mana?"
"Kamu nyari apa?" tanya ibunya.
"Tadi kulkasnya bisa ngomong, Bu. Bahkan aku disuruh membersihkan dia." Lalu anak itu mengetuk pintu kulkas. "Kulkas, ini ada ibuku." Namun kulkas itu tetap diam tak bergeming.
Ibunya mulai berpikir bahwa mungkin ini hanya khayalan anaknya. "Coba ceritain kulkasnya udah ngomong apa aja, Al?"
"Hmm tadi disuruh bersihin dia buat balas budi, Bu. Katanya aku harus balas budi sebagai bentuk rasa terima kasih karena udah dinginin makananku."
"Oh ya? Terus apa lagi?"
"Aku bersihin kulkas bahkan aku harus mencuci drawer dan tray nya. Huh, capek banget."
"Ya udah Aldi duduk di sofa dulu ya. Ibu mau beresin belanjaan dulu."
"Oke, Bu." Aldi langsung duduk ke sofa, sedangkan ibunya mulai membongkar semua isi kantong belanja dan menaruhnya ke berbagai tempat yang seharusnya.
Saat membuka kulkas, ibunya kaget karena seluruh dinding, drawer dan tray benar-benar bersih. "Aldi, siapa yang ngajarin kamu cara bersihin kulkas?" teriak ibunya.
"Kulkas yang ngajarin."
"Kulkas?" tanya ibu keheranan.
"Iya, kulkas. Ibu gak percaya, ya?"
"Sejujurnya yaa ibu gak percaya, Al, karena ibu gak lihat dia bisa berbicara."