Juni, 2021
Riuh gaduh menggema seantero ruang isi kepala, saat aku memutuskan untuk meninggalkannya. Tidak ada yang kurang darinya. Tidak sedikit pun. Semua berjalan dengan lancar tanpa hambatan saat pertama kali aku bertemu dengannya, berlangsung dengan bagaimana aku mendekatinya secara tergesa-gesa, hingga akhirnya kami menjalin sebuah hubungan yang menurutku cukup lama. Lalu apa yang membuatku meninggalkannya? Kendati karena aku lah sumber masalah di dalam hubungan yang kami bangun itu.
Setelah tidak bersama Arsya dari tahun 2018 silam, aku berusaha menutup hati karena aku terus bertanya apa kesalahan yang membuatku harus kehilangan lelaki itu. Tak selang berapa lama, aku belajar untuk menerima keadaan dan sepertinya Tuhan mendengar doa-doaku. Aku bertemu dengannya. Lelaki berkacamata, berwajah chubby, dengan perawakan tegas dan terkesan pendiam itu berhasil mencuri pandanganku. Aku belum pernah bertemu dengannya, dan hari itu aku bertemu dengannya tepat di depan halaman kelasku.
“Namanya siapa?” tanyaku pada salah satu teman yang saat itu sedang nongkrong di depan kelas.
“Oh, orang-orang manggilnya Kaizan—Dia temen kita dari kelas sebelah,”
Dan saat itu lah aku bertekad untuk menjadikannya sebagai pasanganku. Apakah aku berhasil? Tentu saja. Salah satu sisi gelapku yang mungkin tidak disukai oleh orang lain adalah aku tidak suka jika harus disukai terlebih dahulu oleh lawan jenis. Harus aku yang menjatuhkan hati, mendekati, membuat jalan baru agar hubungan yang aku inginkan mampu dibangun dan dijalani dengan sepenuh hati. Aku terkesan suka memilih? Memang.
Saat kami menjalin hubungan, aku menyayanginya. Sungguh amat teramat menyayangi lelaki yang berhasil menjadi pasanganku saat itu. Aku memanggilnya Jian. Nama panggilan kesayangan yang tidak boleh digunakan oleh orang lain selain diriku. Jian berhasil membuatku sadar akan banyak hal yang sebelumnya tidak pernah aku ketahui. Jika aku katakan Jian jauh berbeda dengan Arsya, maka itu benar adanya.
Jian memiliki kepribadian introvert dengan Mbti INFJ. Berbeda denganku yang super atraktif dan tidak bisa diam, maka ia adalah lelaki yang lebih senang untuk sendiri. Ia gemar bermain game bahkan ia sempat ingin menjadi seorang gamers. Tentunya sebagai pasangan yang baik, aku mendukung seluruh keinginannya. Aku ikut belajar bagaimana bermain game yang ia mainkan setiap hari. Selain itu, Jian adalah lelaki yang perfeksionis dan ambisius. Entah sebuah kebetulan atau bagaimana, kami memiliki sifat yang sama. Hanya saja, ketika aku memiliki sifat keras kepala, cemburuan, dan suka mencari masalah, ia adalah kebalikan dari diriku. Ia penyabar, berusaha mencari jalan keluar saat ada permasalahan. Namun ia gengsi.
Jian adalah lelaki yang aku butuhkan. Ketika orang-orang bertanya kenapa memilih dia? Jawabanku sederhana. Karena dia adalah Jian. Dia adalah Jian yang cuek terhadap orang lain, namun ketika sudah bersamaku dia akan sangat bersemangat. Dia adalah Jian yang gemar mendengarkanku berceloteh bahkan sabar ketika aku mulai memancarkan api cemburu. Dia adalah Jianku, selamanya akan begitu.
“Kamu sayang sama aku?”
“Sayang, Ai,”
“Kamu beneran sayang sama aku?”
“Iya beneran sayang, Ai,”
Dia adalah Jian yang akan selalu sabar menjawab pertanyaan ku.
Dan, hubungan yang ku pikir baik-baik saja sebetulnya tidak sebaik yang ku pikir. Mau seberusaha bagaimana pun aku mengerti akan dirinya, sejatinya aku tidak bisa menebak jalan pikiran Jian. Jian seperti sebuah buku diary yang terkunci menggunakan sandi. Aku mungkin berhasil membuka sandi tersebut, namun saat aku mulai membuka lembaran buku itu aku tidak bisa menemukan apa yang ku cari. Karena terlalu banyak tulisan-tulisan yang tidak pernah dia tumpahkan kepadaku. Aku menganggapnya sebagai rumah, begitu pun dirinya. Rasa sayangku mungkin seluas samudera, begitu pun dirinya. Tidak ada yang salah dengan semua itu.
Tetapi, setelah dipikir seribu kali, ternyata aku lah yang salah.
Setelah tidak dengannya, kepalaku seperti akan meledak. Rasanya seperti melanjutkan hidup namun tidak diiringi dengan perasaan bahagia atau pun perasaan sedih. Semua terasa hampa. Kalau ditanya siapa perempuan paling bodoh perihal percintaan, tentu saja aku orangnya. Aku melepaskan dia yang seharusnya terus ku genggam hingga detik ini. Aku pikir, aku akan lupa terlebih setelah melihatnya bahagia dengan pilihan barunya. Nyatanya aku tidak lupa. Bahkan aku tidak baik-baik saja.
Tahun 2021 hingga 2023 merupakan tahun terberat bagiku. Setelah memblokir seluruh media sosial miliknya, aku berusaha untuk tetap sendiri dan memperbaiki diriku. Walaupun banyak lelaki yang berusaha mendobrak pintu hatiku, aku tidak pernah mengizinkan siapa pun untuk masuk. Bahkan, aku tidak menemukan sosok Jian di dalam diri orang lain. Banyak desas desus yang beredar yang mengatakan jika salah satu faktor aku dan Jian berpisah karena aku selingkuh. Pada faktanya aku tidak melakukan hal itu. Aku mungkin banyak bertemu dengan lawan jenis, terlebih aku adalah perempuan yang gemar menambah relasi. Namun tidak sedikit pun terlintas dalam pikiranku untuk mencari lelaki lain.
Bagaimana ya, mendapatkan dan menjadikan Jian sebagai pasanganku adalah hal tersulit bagiku sehingga sangat mustahil aku mencari orang lain. Namun, kendati begitu kita akan tetap terlihat buruk di dalam setiap cerita orang lain, bukan? Karena menurut pandanganku, mau sekeras apa pun usaha kita untuk menjelaskan, jika mereka tidak suka maka mereka tidak akan pernah peduli dengan penjelasan itu.
Januari, 2024
Hampir 3 tahun lamanya aku tidak pernah bermimpi tentang Jian. Entah kenapa di bulan ini aku terus menerus memimpikannya, namun aku acuhkan karena berpikir mungkin itu semua hanyalah bunga tidur semata. Bicara soal Jian, meskipun aku memblokir media sosial miliknya, diam-diam aku terus bertanya perihal kabarnya kepada teman-teman lamaku. Mereka menjadi perantara. Bahkan sesekali aku meminjam akun media sosial mereka untuk melihat bagaimana kabar Jian. Jianku terlihat bahagia, sepertinya begitu meskipun tidak bersamaku.
Salah satu rahasiaku setelah tidak bersama Jian adalah aku masih menggunakan nama panggilannya untuk emailku. Aku masih menggunakan tanggal lahir dan bulan lahirnya sebagai password akun media sosialku, bahkan di beberapa akun aku masih menggunakan namanya. Lucunya, aku masih menyimpan foto-foto lawas kami yang ku cetak menjadi ukuran polaroid lalu ku simpan dalam album. Hingga detik ini aku sama sekali tidak bisa melupakan lelaki itu.
Aku banyak mendengar mereka bercerita jika Jian sepenuhnya berubah. Ia menjadi lelaki yang gemar mengikuti pengajian. Dan hal itu membuatku lega sekaligus kagum. Aku ingin kembali kepadanya. Dengan bagaimana pun caranya, akan aku usahakan. Dan mungkin sekali lagi Tuhan mendengar doaku. Sekali lagi aku memimpikannya namun dia terlihat sedang sakit. Hal itu berhasil membuatku panik bukan main. Setelah apa yang aku alami, aku tidak ingin kehilangannya lagi. Sehingga aku memutuskan untuk membuka seluruh blokir di media sosial dan kembali mengikuti akun miliknya.
“Kamu bisa titipkan salam ke Jian? Cuman sekedar salam aja kok. Beberapa waktu ini aku terus mimpiin dia, dalam mimpi dia lagi sakit,” begitu kataku dan langsung disampaikan oleh teman Jian.
"Kamu masih belum move on dari Jian, ya?"
"Iya. Sudah 3 tahun," jawabku singkat.
Tak berselang lama, aku menerima lagi pesan dari teman Jian yang mengatakan kalau Jian memang sedang sakit. Terlebih saat itu Jian sedang berada di pulau Jawa sehingga menurutku kadar kecemasanku meningkat drastis. Aku hanya takut dia kenapa-kenapa meskipun sebenarnya dia adalah lelaki yang kuat. Dan hal itu juga yang mendorongku untuk kembali mengirimkan pesan kepadanya dan memantapkan diri untuk kembali mendekatinya.
Perhaps, it’s not the same as it was, but I promise it would be better than before.
Meskipun nantinya akan ada yang lebih dariku, yang bisa saja menawarkan banyak hal lebih dariku, aku tidak mempermasalahkannya. Karena sekarang tujuanku adalah kembali kepada Jian, berusaha membuat seorang Jian kembali percaya kepadaku, dan membuatnya kembali menetap. Walaupun menurutku butuh waktu karena aku sangat mengenal Jian, tapi aku tetap akan sabar menunggu bahkan aku akan terus berusaha. Karena jika bukan Jian orangnya, aku tidak ingin menjalin sebuah hubungan. Lagi. Terlebih, sedari dulu hingga sekarang rasa sayangku kepada Jian tidak pernah berubah. Dan tidak akan pernah berubah.
Aku menyayanginya dengan segala yang ada pada dirinya.