Kehilangan
Jatuh cinta tidak pernah memilih usia, jatuh cinta tidak mengenal masa. Rasa itu bisa datang pada siapa saja dan dimana saja. Mencintai adalah sebuah upaya untuk bahagia dan membahagiakan baik dalam kondisi suka ataupun duka. Kita sering mendengar kata setia, apa sebenarnya maknanya? Sebagian orang mengatakan bahwa kesetiaan adalah suasana hati yang tidak bisa meninggalkan sesuatu yang sudah menjadi bagian dalam hidupnya. Kesetiaan adalah salah satu kualitas hidup yang paling mahal. Kesetiaan adalah bagian yang paling tulus dari cinta, sebab cinta sejati membawanya pada pengorbanan yang menjadi bukti dari kesetiaan. Meski demikian, kesetiaan tidak cukup hanya dengan ucapan dan rayuan belaka, sebab kesetiaan itu ada di dalam hati. Ketegasan sikap, pengorbanan, dan ketulusan dalam menjalin hubungan, jauh lebih nyata untuk membuktikan kesetiaan, dibandingkan sekedar mengobral rayuan. Untuk menjadi setia, kita tidak dapat hidup hanya untuk diri sendiri. Orang yang setia biasanya memiliki komitmen, bersedia menderita untuk orang yang dicintainya. Karenanya, setiap orang pasti mendambakannya.
Dalam kehidupan rumah tangga, kesetiaan adalah keinginan untuk tetap berpegang pada komitmen yang sudah disepakati, bertahan dalam suka maupun duka, untuk mewujudkan harapan dan impian keluarga, dengan segala kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pasangan. Kesetiaan adalah sikap saling mengerti, saling menjaga dan tidak saling menjatuhkan. Kesetiaan adalah sikap rela berkorban untuk kebahagiaan keluarga, dan menjaga nama baiknya.
Kisah ini mengisyaratkan betapa berharganya sebuah kesetiaan untuk keberlangsungan rumah tangga.
Rizal, laki-laki berusia 21 tahun telah menikahi wanita yang jauh lebih tua yang usianya 45 tahun, Diyah namanya. Saat perbincangan teman-temannya, kemarahan keluarganya, ejekan sahabat-sahabatnya terhadap hubungan mereka semakin ramai, mereka sepakat memilih untuk pergi dari kampungnya agar tetap bisa hidup bersama dan saling mengasihi dalam kedamaian selama 20 tahun. Laki-laki itu dengan senang hati membuat gubuk kecil dipingir sungai agar lebih mudah bagi mereka dalam mendapatkan makanan dari hasil menangkap ikan, menanam beberapa pohon ubi dan pisang. Laki-laki itupun telah menganyam daun rumbiya sebanyak-banyaknya dengan tangannya sendiri (hand plait) untuk dijadikan atap bagi rumah kecil mereka untuk melindungi dari terik matahari dan hujan, dan dindingnya terbuat dari kulit-kulit kayu.
Isterinya yang berusia 60 tahun itu meninggal dunia di gubuk kecilnya yang selama 20 tahun terakhir menjadi tempat tinggalnya. 20 tahun yang lalu, Rizal, pemuda 21 tahun, jatuh cinta pada seorang janda 45 tahun, dia tidak memiliki anak dalam pernikahan sebelumnya. Seperti dalam kisah Laila Majnun karya Nizami; teman-teman dan kerabat mereka mencela hubungan mereka. Dikampungnya pada masa itu tidak bisa diterima dan dianggap bodoh serta melecehkan kehormatan keluarganya bila seorang pemuda menikahi janda yang jauh lebih tua.
Untuk menghindari gosip murahan dan celaan dari lingkungannya, Rizal dan Diyah memutuskan untuk pergi dan tinggal di pingir sungai yang agak jauh dari kamnpungnya. Awal-awal kehidupan mereka di pinggir sungai mereka lalui dengan kesusahan dan kesedihan karena belum memiliki apa-apa untuk kebutuhan mereka selama tinggal di pinggir sungai itu, tidak ada penerang saat malam tiba, juga kebutuhan makanan yang tidak mencukupi. Mereka harus makan dedaunan seadanya dan buah-buahan hutan yang belum pernah ia kenali sebelumnya, serta beberapa jenis ikan sungai yang masuk dan terperangkap kedalam bubu yang dibuat Rizal dengan mengunakan kulit kayu dan tali rotan seadanya. Rizal, disetiap malamnya harus membuat api ungun untuk menerangi malam-malam mereka, jika lampu itu padam, Rizal-pun segera bangun dan menyalakan kembali agar istrinya tidak merasa takut.
Diyah sangat merasa bersalah telah membawa Rizal pada kehidupan yang menyedihkan bagi seorang pemuda sepertinya.
"Apakah engkau tetap mencintaiku dengan keadaan yang seperti ini?"
Rizal menjawab, "Menikahimu sebuah konsekuensi yang telah aku pilih. Salah satunya adalah menjalani suka duka seumur hidup bersamamu".
Setelah 2 bulan mereka tinggal di gubuk itu, Rizal mulai membuat perahu kecil agar mereka dapat mencari ikan lebih banyak, berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, lalu hasil tangkapannya mereka jual. Dan ini berlangsung terus-menerus selama 20 tahun lebih. Mereka berdua tidak menyadari bahwa kehidupan mereka selalu diperhatikan oleh nelayan lain yang kebetulan melintas didepan gubuk mereka. Nelayan lain sering melihat bahwa mereka sangat saling mengasihi, saling mencintai dan menyayangi. Mereka tak pernah berpisah barang seharipun. Selama itu mereka telah membangun rumah tangga dengan penuh kasih, setia, saling meringankan. Pasangan ini hidup dalam kedamaian selama kurang lebih 20 tahun.
Suatu hari Diyah yang sudah berusia 60 tahun merasa kelelahan karena seharian telah menemani suaminya memasang bubu dan memunggut ikan-ikan yang terperangkap dalam bubu. Diyah merasa tidak enak badan, Diyah sakit. Rizal selalu duduk dan berdoa didekat istrinya agar disembuhkan dan dijauhkan dari segala penyakit, sampai akhirnya Tuhan menghendaki lain, Diyah meninggal dalam pelukannya. Kesedihannya tidak terbendung, ia sangat merasa kehilangan dengan meningalnya istri tercinta. Ia merasa takdir begitu kejam menyayat hatinya, mengambil orang yang ia sayangi.
Rizal begitu mencintai isterinya, Rizal menciumi Diyah, mengenggam tangan Diyah hingga terlihat sangat sulit bagi Rizal untuk merelakan kepergian istrinya itu. "Engkau telah berjanji akan selalu bersamaku sampai kapanpun, tapi kini engkau telah pergi jauh meninggalkan aku. Aku-pun tak tahu apakah aku sanggup menjalani hidup ini tanpa kehadiranmu disisiku”. Rizal masih mengingat kata-kata istrinya tersebut, dan iapun masih belum sanggup melupakan kebersamaan yang telah ia lalui bersama istri yang sangat ia cintai.
Selama beberapa hari Rizal terus-menerus mendatangi pemakaman dan dengan air mata yang membasahi pipinya. Dan hingga tahun-tahun berikutnya kisah rumah tangganya telah menjadi buah bibir banyak orang. Sehingga membuat orang-orang terkagum dengan kesetiaan pasangan yang terpaut usia cukup jauh itu.
Kisah yang mengagumkan ini, sungguh telah memberikan sebuah pelajaran tersendiri bagi pasangan, dimana mereka tinggal jauh dari sebuah keramaian, handai tolan serta serba keterbatasan. Namun mereka tetap mampu merajut cinta dan kesetiaan pada pasangannya. Kesetiaan pasangan adalah sikap yang menunjukkan kasih sayang, perhatian, tangungjawab, rela mendampingi dalam kondisi apapun, baik suka maupun duka. Kesetiaan juga berarti tetap adanya sebuah kebersamaan antara suami dan istri dalam setiap kebahagiaan, kesedihan, kesusahan, kelapangan.
Nabi sendiri telah memberi teladan bagi para rumah tangga tentang arti cinta dan kesetiaan pada pasangannya yang sesungguhnya. Cinta itu tak akan pernah lekang oleh ruang dan waktu yang dilewati manusia. Walau sang belahan jiwa tercinta telah pergi untuk selamanya. Akan tetapi cinta itu tetap membara di dalam dadanya yang suci dan mulia. Bila ia teringat pada sang istri tercinta yang telah tiada, bibirnya yang tak akan jemu senantiasa menyebut namanya, memujinya dan memintakan ampunan untuknya.