Disukai
0
Dilihat
691
ke'Negatif'an Diriku
Slice of Life
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Saat berharap bisa memiliki seseorang yang dijadikan sandaran, saat itupula keinginan untuk menjauh dari orang tersebut ada

Merasa selalu menjadi penghalang, pengaruh buruk, dan pembawa kemalangan…membuat diri ini semakin ingin menjauh dari manusia manapun, hanya ingin dengan diri ini sendiri, para binatang, dan alam

Berapa banyakpun mereka yang datang, pada akhirnya akan selalu sama tidak ada siapapun, semua perlahan akan menjauh sedikit demi sedikit.

Aku bukannya seorang manusia anti sosial ataupun introvert, aku bukan manusia yang tidak memiliki sahabat atau keluarga, hanya saja aku memilih untuk menghindari itu semua, bukan berarti aku tidak memerlukan mereka.

Aku sering terluka dengan para manusia-manusia itu, apakah luka itu memang karena mereka atau apakah luka itu aku buat sendiri dengan manipulasi pikiranku, aku tidak tahu. Tapi kalau telinga mendengar, mata melihat, apakah itu termasuk halusinasi??

Aku sudah tidak bisa merasakan yang namanya bahagia yang sebenarnya, senyum yang thulus dan lepas, tawa canda yang tanpa beban sedikitpun.

Aku takut bahagia, aku takut tertawa riang, aku takut tersenyum lepas. Semua itu biasanya aku lakukan sesuai acting yang aku perlukan. Aku takut karena seberapapun aku merasa senang segitu juga kesedihan itu akan datang sebentarnya. Apakah aku masih layak untuk merasakan kesenangan itu???...agghh kadang aku bertanya-tanya pada diriku sendiri.

Ketika ada yang bertanya “kenapa?”, aku tidak bisa membuat mereka mengerti dengan apa yang aku rasakan dan aku pikirkan, mereka semua hanya akan memberikan nasihat dan saran sesuai kehendak mereka, sepaham mereka, dan berakhir dengan pemaksaan kehendak mereka

“kamu tidak boleh begini, kamu tidak boleh begitu, kamu pasti bisa, kamu mampu kok, enggak bisa gitu, enggak bisa gini, gini loh, kayak gini, sebaiknya gini, dan bla bla bla bla…” semua respon dari mereka hanyalah ambisius mereka yang dipaksakan kepadaku

Orang-orang itu hanya berpikir apa yang mereka bisa lakukan dan pikir dapat juga dilakukan oleh diriku. Mereka memaksakan pemikiran itu begitu jauh, membuat diriku semakin jatuh…tenggelam terlalu dalam, tidak ada satupun dari kata-kata mereka yang dapat membuatku merasa baik

Terkadang mereka seperti mengulurkan tangan, tapi ketika digenggam tangan-tangan itu berpaling dan meninggalkanku yang belum sempat menyentuhnya, jadi bagaimana aku bisa percaya, bagaimana aku bisa mengerti tentang itu semua???...apakah aku terlambat untuk meraih tangan-tangan itu??, terkadang aku berpikir demikian. Entah sudah berapa banyak argument yang aku sudah lontarkan pada diriku sendiri

Tolong ajarkan aku cara untuk bisa menerima para manusia-manusia ini sebagai bagian penting dalam hidupku!!!

Tolong beritahu aku bahwa yang aku pikirkan ini adalah sesuatu yang salah!!!

Terkadang aku melihat orang-orang yang begitu ramah datang mendekat memberikan perlindungan, kenyamanan, dan kethulusan. Mereka memeluk erat diriku yang seakan rapuh. Dan ketika aku mulai menaruh sandaranku pada mereka, apa yang kudapat…perundungan, direndahkan, digibahkan, seolah-olah aku adalah pemeran antagonis, pemeran bodoh dari suatu kisah-kisah mereka.

Aku bertanya pada diriku dan semesta “apa yang pernah aku ucapkan dan lakukan sehingga mendapat perlakuan yang seperti ini?”, darimana asalnya tema dan judul dari cerita-cerita itu?, kenapa mereka seakan lebih tahu diriku dibandingkan diriku sendiri?, bagian mana dari diriku yang membuat mereka begitu merasa tertekan?, langkahku yang mana yang menghalangi kemajuan mereka?”

Sesekali ketika rasa amarah ini begitu besar, dalam hati pikiran ini menghujat dengan kejam, karena kutahu ketika aku mengeluarkan itu secara nyata, maka hanya akan menimbulkan kegaduhan yang tidak akan pernah memberiku keuntungan apapun. Kemarahanku yang kutunjukkan hanya akan membuat penyesalan dalam diriku, bagaimanapun aku masih manusia yang memiliki akal dan perasaan, aku masih berpikir untuk tidak membuat manusia-manusia itu sakit hati. Aku tidak suka disakiti, aku tahu rasanya tersakit, maka dari itu aku berusaha untuk tidak menyakiti siapapun.

Heii…apakah seseorang akan pernah memiliki pikiran yang sama juga??

Terlintas dibenakku ingin selalu menghindar dari mereka, tapi di satu sisi pikiranku berkata “kamu tidak bisa menghindar, ini zonamu saat ini, kamu belum bisa menghindar sekarang, suatu saat kamu juga akan membutuhkan mereka, kamu juga adalah seorang manusia social, seberapa seringpun kamu menghindari karmamu, kamu akan menemuinya lagi, lagi dan lagi karena kehidupan ini seperti roda sampai kamu menyelesaikannya”

Dan pada akhirnya aku hanya bisa menganggap semua itu adalah putaran karmaku

Segala hal…bahkan yang terkecil sekalipun selalu menjadi bahan pengisi pikiran dan hatiku, semua itu masuk secara otomatis tanpa adanya filter sedikitpun, kanvas putihku sudah tidak terlihat putih lagi, semua warna-warna itu mengisi permukaan kanvas putihku yang damai. Aku bahkan sudah tidak tahu warna asli dari kanvas itu sekarang. Tidak ada daya bagiku untuk bisa membersihkannya sendirian, aku butuh bantuan. Kemana aku harus pergi, siapa yang harus aku cari, jika tempat-tempat untukku bersandar terasa begitu panas dan dingin, bukan hangat ataupun sejuk.

Dalam ruang sepi dan sendiri aku sering memanggilNya, bercerita, mengadu, komplin, mengeluh tanpa batas, tanpa jeda, tanpa akhir dan tanpa ragu sedikitpun.

Tuhan jika hamba ciptaanmu seperti ini, apakah kau masih mau menerimanya, apa aku masih boleh bersandar dipangkuanMu??

Aku tahu kasihMu tak terbatas, pengampunanMu tiada akhir

Aku bertanya hanya ingin menenangkan hatiku

Aku ingin suatu saat nanti bisa berkata dengan penuh senyum kethulusan “Tuhan terimakasih untuk semua cinta kasihMu ini, tiada syarat untuk tetap menjadi kesayanganMu, terimakasih mau menerimaku apa adanya dengan segala kekuranganku, aku menyayangimu”

Aku tahu aku bisa mengatakannya kapanpun dimanapun, tapi sampai saat ini hanya bisa disertai dengan linangan air mata, suatu saat aku ingin mengatakannya dengan penuh senyuman yang indah dan damai.

Aku tahu Tuhan segalanya bagiku, tapi terkadang aku sadar aku hanyalah seorang manusia biasa tanpa kemampuan apapun yang istimewa, aku butuh bahu seseorang yang begitu sempurna untuk menyandarkan kepalaku. Aku membenci manusia termasuk diriku sendiri, tapi aku juga butuh manusia sebagai penyeimbangku.

Aku sadar aku begitu rapuh jika sendiri, langkahku tidak akan kokoh jika sendirian

Pikiranku boleh tidak suka, boleh membenci ciptaan-ciptaan Tuhan yang sempurna itu, tapi jalan hidupku tidak bisa dipungkiri...bahwa aku juga memerlukan kehadiran manusia lainnya. Kodratku sebagai manusia adalah ketentuan Tuhan yang tidak bisa kuhindari. Aku paham ini kodrat dengan nilai tertinggi…begitupula dengan kodrat tanggung jawabnya. Aku belum bisa mengemban tanggung jawab itu karena aku tidak menyukainya.

Ingin rasanya berdamai dengan argumen-argumen ini, ingin rasanya menghilangkan semua warna-warna pada kanvas ini, menghapus semua kehadiran-kehadiran yang begitu banyak.

Ingin rasanya mengembalikan semua ke dalam kekosongan, memulai dari awal yang baru, memutihkan kanvas yang sudah tidak jelas warnanya itu

Jika saat ini belum bisa, suatu saat…suatu saat nanti kapanpun itu aku ingin mencapainya, dengan sedikit-demi sedikit usahaku yang tidak akan pernah putus untuk dapat mencapai kekosongan itu

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar