Para siswa mencoret dan mewarnai baju satu sama lain, bahkan ada yang memakai pylox. Cheryl menutup hidung karena tidak tahan pada baunya.
Di tengah keriuhan acara perpisahan SMA 3, Putra yang berdiri di samping Cheryl berbisik, "Yaudah kita pacaran, tapi jangan bilang siapa-siapa ya."
"Kenapa jangan bilang?"
"Nanti kamu banyak hatersnya."
Cheryl mendongak, menatap Putra yang lebih tinggi dari dirinya. Belum sempat merespon, dua siswi yang kegirangan datang mendekat ke Putra.
"Kak Putra, boleh foto bareng gak buat kenang-kenangan?"
Memang Putra populer apalagi di tengah kalangan siswi. Setelah menatap kerumunan siswi yang tidak habis mengelilingi Putra, Cheryl pun menyerah dan bergabung bersama teman-temannya yang lain.
"Ciee.. Ngobrolin apa sama Putra?" Tanya Shindy, teman karib Cheryl. Shindy tahu Cheryl suka dengan Putra.
"Gak tau ah Shin."
Dulu Putra tidak dikelilingi orang banyak seperti ini, Cheryl ingat saat Putra baru masuk kelas 10, badannya putih dan kurus, wajahnya tampan, tapi sifatnya yang pendiam membuat orang salah sangka dia sombong. Beberapa kali Putra diajak ngomong siswa lain, dia hanya mematikan percakapan.
"Put, mau ikut ke kantin gak?"
"Gak deh, gua bawa bekal." Putra mengeluarkan bekalnya. Saat dibuka, bekal Putra hanya terdiri dari telur rebus, salad dan beberapa potong daging ayam. Lalu ada sekotak apel untuk istirahat kedua.
"Gak enek setiap hari makan gitu Put?"
Putra mengernyitkan dahi, "Enggak."
Kenyataannya Putra harus menjaga badannya untuk dibentuk demi masuk dunia entertainment.
"Kenapa sih Put setiap hari makan gitu?"
"Lu sakit?"
"Ato lagi diet?" Sahut siswa lain.
Putra hanya terdiam, dia tidak mau memberitahu ke teman-temannya kalau satu casting pun dia belum lolos. Lagipula dia juga trauma pernah diolok teman di sekolahnya dulu.
"Hah.. Uda yuk." Akhirnya para siswa menyerah mengajaknya bicara.
Pertanyaan tak dijawab yang dimulai dari rasa penasaran pun berkembang menjadi rumor yang aneh.
"Padahal dia udah kurus banget loh."
"Jangan-jangan dia anorexia."
"Hus!"
Suatu hari Cheryl melihat Putra duduk sendirian lagi di tempat menunggu jemputan. Dia merasa kasihan pada Putra sehingga dia mengajaknya bicara, "Lu Putra kan?" Cheryl basa-basi.
"I-iya." Putra agak gugup karena sudah lama tak diajak bicara.
"Gua Cheryl. Kita sekelas." Cheryl menyodorkan tangannya, Putra membalas dengan salam. Sebelum Putra berhasil memikirkan topik untuk diobrolkan, Cheryl sudah dijemput. "Cheryl!" Seorang wanita dari jendela mobil. "Iya ma! Putra gua duluan ya, dahh." Senyum Cheryl.
Mungkin senyuman Cheryl yang hangat waktu itu menyadarkan Putra kalau dia butuh teman, dia cukup merasa kosong jika harus menghabiskan masa SMAnya sendirian.
Keesokan harinya, di kelas, Putra yang biasa tertidur melihat ke sekelilingnya. Cheryl memerhatikan itu, "Sendirian lagi?" Cheryl menghampiri meja Putra yang sedang tidur di atas meja mendongak.
"James!" Tanpa disangka Cheryl memanggil James, Putra terkejut.
"Uda kenalan belom sama Putra?" Tanya Cheryl.
James tampak ragu, lalu Eliot juga datang berdiri di sampingnya.
"Halo, gua Putra." Putra memulai.
"Ternyata lu lancar ngomongnya." Kata James spontan. Cheryl menepuk James dan memberikan tatapan marah.
"Sangking lu diemnya, pada gossipin lu gagap." Eliot menjelaskan.
Putra tampak terusik dengan perkataan ini.
James dan Eliot saling bertatapan kemudian tertawa. "Santai bro, begitu anak-anak denger lu ngomong juga pada pudar gossipnya."
"Gua James."
"Gua Eliot."
"Ngomong-ngomong Put, lu bisa main basket?" Tanya Cheryl.
"Bisa sih, tapi udah lama gak main." Jawab Putra ragu.
"Tim basket gua lagi kekurangan orang, soalnya ada anggota yang mendadak pindah sekolah. Kalo lu ada waktu, pulang sekolah coba main aja di lapangan." Ajak James.
Putra menatap Cheryl. "Ikutan Put. Nanti gua nonton."
"Oke." Putra mengiyakan.
"See you ya." Senyum Eliot.
Beruntung hari itu Putra ikut permainan basket James dan Eliot. Karena itu adalah awal mula mereka mengenal satu sama lain. Sejak Cheryl mengenalkan Putra pada James dan Eliot. Mereka bertiga tampak lebih akrab dari biasanya. Kepribadian Putra yang lebih diam dibandingkan James dan Eliot melengkapi pertemanan mereka. Cheryl senang melihat Putra tidak murung lagi, dia tampak lebih bersinar dari biasanya.
Meja Putra sekarang juga tidak sepi, kepopuleran James dan Eliot di tengah siswi pun menular pada Putra.
"Sebenernya Putra ganteng juga ya."
"Dia model tau!"
"Denger-denger dia lagi sering ikut casting."
Putra menyambut perhatian dari para siswi dengan senang hati, lagipula pikirnya memiliki fans sejak dini berguna untuk karir yang akan dia tempuh. Meskipun begitu, dalam hati Putra tau satu-satunya siswi yang benar-benar dia anggap dekat adalah Cheryl. Karena Cheryl melihat Putra sebelum ada yang melihatnya.
"Put,Put. Nanti bantuin gua bikin PR bahasa inggris ya." Kata Cheryl.
"Kebiasaan deh.."
Dalam hati dia senang bisa membantu Cheryl, dia merasa berterimakasih padanya dan entah sejak kapan dia menikmati waktunya bersama Cheryl. Dia merasa, bersama Cheryl dia bisa jadi dirinya sendiri.
"Ril, ini buat lu." Putra menyodorkan sebuah kantong untukya. Ketika Cheryl membukanya dia melihat ikatan rambut cherry manis didalamnya.
"Makasih Put, dalam rangka apa nih?"
"Gak dalam rangka apa-apa, gua cuma prihatin aja ikat rambut lu itu-itu aja."
"HEH!" Cheryl mendorong Putra.
Kedekatan Putra dan Cheryl berkembang sampai kelulusan SMA. Yang jadi teman dekat mereka kurang lebih tahu mereka saling suka. Tapi bagi fans Putra, Cheryl bukan ancaman tapi hanya sahabat Putra, seperti apa yang Cheryl selalu sampaikan ke mereka.
"Gua sama Putra cuma teman." Cheryl tahu mimpi Putra yang membutuhkan pendukung dan kalau Putra terlihat terlalu eksklusif bersamanya Putra akan kehilangan cinta dan perhatian mereka.
Jadi di hari terakhir SMA, ketika Putra mengungkapkan perasannya pada Cheryl, Cheryl ragu menerima ajakan Putra untuk pacaran.
"Gua suka sama lu Ril."
"Hah?"
"Gua sayang sama lu."
Cheryl terkejut tapi juga merasa senang dan berbunga.
"Gua juga suka sama lu Put."
"Yaudah kita pacaran, tapi jangan bilang siapa-siapa ya."
Malamnya ketika mereka telefonan, Cheryl mengungkit hal yang mereka obrolkan siang hari.
"Put, kayaknya kita gausah pacaran dulu deh."
"Hah? Kenapa Ril?"
"Gua tau kedepannya lu bakal sibuk dan gua gak mau kalo hubungan kita gak berjalan dengan lancar, kita jadi jauh dan gak temenan lagi."
"Ril, mau sesibuk apapun gua, gua pasti luangin waktu buat lu. Kita jalanin dulu aja."
Sebenarnya Putra tiba-tiba mengajak Cheryl pacaran karena di hari terakhir sekolah, Putra tidak sengaja mendengar pembicaraan James dan Eliot.
"Jangan sedih, Putra sama Cheryl gak jadian James. Lu kan bakal satu kuliah sama Cheryl. Masih ada kesempatan lah buat lu."
Putra yang diam-diam mendengar ini dan takut kehilangan Cheryl pun mengajaknya pacaran.
Awal masa pacaran, Putra memperlakukan Cheryl dengan sangat baik sampai Cheryl yang tadinya ragu merasa aman di hubungan mereka. Tapi suatu hari, keputusan Putra mengubah semuanya.
"Selamat ya Putra! akhirnya kamu lolos casting." Kak Dini, manajer Putra mengucapkan selamat pada Putra yang tersenyum lebar.
Pak Yayan, produser dari film yang akan dibintangi Putra mengangguk. "Selamat ya. Sebelum kamu pergi, ada yang mau saya bicarakan dengan kamu."
Kak Dini berdiri di samping Putra,"Ada apa Pak?"
"Hal ini saya mau bicarakan berdua sama Putra." Kak Dini pun terpaksa keluar ruangan.
"Begini." Pak Yayan mengeluarkan foto seorang gadis sebaya Putra. "Ini Anissa, keponakanku. Dia ngefans sama kamu."
"Ohh.." Putra masih belum menangkap maksud Pak Yayan.
"Malam ini kamu ketemu dia ya, ya dinner bareng aja."
Putra ingat hari ini sudah buat janji dengan Cheryl setelah sekian lama tidak bertemu. "Maaf, kayaknya gak bisa deh Pak.. Saya hari ini ada janji."
Pak Yayan langsung mengernyitkan dahi, "Kalau begitu, untuk kamu keterima casting atau tidak saya pending dulu ya".
"Masa saya udah kasih kamu peran penting, saya minta bantuan kecil aja kamu tolak."
Putra merasa resah. "Sebentar ya Pak. Saya bicarakan dulu dengan manajer" Dia keluar ruangan lalu bicara dengan Kak Dini.
"Kalau gak nyaman ditolak aja Put. Kita bisa coba casting di tempat lain."
Putra tidak terima kalau harus mundur dari posisi yang sudah berkali-kali dia gagal dapatkan. Dia kembali masuk ke ruangan.
"Gimana?" Pak Yayan sudah tidak sabar dengan jawaban Putra. "Masa permintaan saya gini aja kamu tolak?"
"Habis pertemuan ini saya tanda tangan kontrak kan Pak?"
"Ya tentu.."
"Yaudah Pak, sekali ini saja ya. Saya juga khawatir kalau orang luar melihat saya berduaan sama keponakan bapak, nanti salah sangka."
"Kamu belum ketemu keponakan saya saja sudah ngomong begitu.." Pak Yayan kini tersenyum,"Kamu gak perlu khawatir soal itu, selama kamu kontrak main film ini, saya jaga nama baik kamu."
"Baik Pak." Putra keluar pun ruangan.
Kak Dini menatap Putra. "Gimana Put?"
"Jadi kak."
Sore harinya HP Putra pun berdering, "Selamat ya Put!! Gua bangga banget sama lu, gak sabar nonton filmnya. Kapan sih releasenya?"
"Thankyou Rill.. Masih lama sih cast juga belom dikabarin."
"Seneng banget dong ya lu Put."
"Banget Ril."
"Tapi kok suara lu lesu?"
"Em.. Agak tegang aja gua Ril, bentar lagi ketemu tim produksi dan yang lain kan. Sori banget ya Ril gua gak bisa ketemu lu lagi hari ini."
"Gak apa-apa Put.. Yang penting meeting lu lancar-lancar ya."
Mendengar dukungan yang sangat tulus dari Cheryl, Putra merasa bersalah.
"Yaudah Put lu siap-siap gih, jam berapa lu balik?"
"Jam 10 paling udah balik."
Ternyata keponakan Pak Yayan, Keira. Lebih cantik daripada yang di foto. Pantas saja, Pak Yayan hanya minta Putra untuk bertemu sekali dengannya.
Putra berbohong kalau dia bilang dia tidak terpesona. Sesudah makan, Putra malah mengajak Keira menghabiskan waktu bersama. "Abis ini kita nongkrong yuk."
"Dimana?"
"Di tempat aku gimana?" Dalam hati Putra teringat Cheryl, tapi dia membela diri bahwa ini pertemuannya yang terakhir dengan Keira.
"Gapapa kak?"
"Gapapa."
Putra tidak tahu kalau Cheryl mempersiapkan kejutan untuknya karena dia diterima casting. Jadi ketika Cheryl mengetok pintu apartemen Putra jam 10 malam, Putra panik dan langsung menyembunyikan Keira di kamarnya.
"Surprise!!!" kata Cheryl dengan girang sambil memegang balon dan kue.
"Gua hari ini nginep ya, soalnya udah kemaleman kalo balik." Setelah Cheryl menaruh barang bawaannya. Dia langsung menuju kamar Putra. "Lu tidur di sofa ya. Gua mau di kamar..."
Ketika dibuka pintunya, Cheryl melihat Keira yang berdandan cantik dan duduk di kasur Putra. Cheryl langsung berpaling, kepalanya terasa pusing dan mual. Dia sesak menahan tangis.
"Ril, ini temen gue. Enggak. Dia keponakan produser, gua baru pertama kali ketemu dia.."
"Udah di ranjang Put?"
"Ril. Dengerin gua dulu. Tadi kita makan malem diluar."
"Terus kenapa bisa berakhir di kamar lu?
Putra terdiam.
"Udahlah Put."
Cheryl langsung mengambil tas besarnya, menyalakan mobil miliknya dan pergi. Sepanjang perjalanan Cheryl menangis, dia yakin ini yang terakhir dia melihat Putra.
Karir Putra berjalan sesuai harapan, tapi terkadang dia berpikir tentang seandainya. Seandainya dia membuat pilihan yang berbeda saat itu apakah karirnya akan melejit seperti sekarang?
Apakah dia akan lebih bahagia jika masih bersama dengan Cheryl? Seandainya dia tidak begitu gegabah mengajak Cheryl pacaran akankah dia dan Cheryl masih berteman?
Dia rindu pada Cheryl itu satu hal yang pasti, waktu tidak bisa diputar kembali, jadi Putra terus menjalani hidup, setelah kehilangan orang terdekat dan yang tulus menyayanginya, dia tetap meyakinkan dirinya dia telah membuat keputusan yang terbaik untuknya saat itu agar bisa tidur.