Sore ini, Alysha membantu ibunya mengantarkan pesanan kue. Anak itu naik sepeda dan mengantarkan berpaket-paket pesanan kue.
“Ini untuk Anda, ya, Pak. Uangnya sudah ditransfer,” begitu kata Alysha kepada setiap rumah yang dikunjunginya.
Paket terakhir telah tiba. Alysha mengantarkannya ke sebuah rumah bercat putih yang mewah. Kelihatannya indah. Alysha juga kagum melihat sebuah mobil hitam mengilat diparkir di sana. Anak itu memencet bel dan mengetuk pagar.
Seorang pembantu muda tergopoh-gopoh ke luar. Dia membukakan pintu. Alysha melihat baju pembantu itu sangatlah cantik dan anggun. Rambutnya disanggul dan di pinggangnya ada celemek kotak-kotak.
“Ini pesanan Bu Asih. Kuenya masih panas,” kata Alysha sambil menyerahkan kotak kue tersebut. “Totalnya dua puluh ribu.”
“Baik,” si pembantu menerima kotak kuenya dan merogoh saku celemek. Dikeluarkannya uang lima puluh ribu rupiah. “Ini, Nona. Ada kembalian, tidak?”
“Sa… saya tidak punya uang sepuluh ribu,” kata Alysha sambil hendak menyodorkan uang kembalian dua puluh ribu.
Pembantu itu pun kebingungan. Sepertinya dia tidak punya uang receh.
“Ya, sudah, Non, uangnya besok saja. Saya buru-buru ini, takut ayamnya gosong!” si pembantu mengunci pagar dan berlari masuk.
Alysha jadi bingung. Dia ingin mencari kembalian, tetapi tidak bisa karena jalan di situ sepi. Dia ingin berhutang, tetapi takut ibunya marah. Alysha mengayuh sepedanya pergi. Dia terus-menerus memikirkan cara agar uang sepuluh ribunya kembali ke tangan si pembantu.
Tanpa sadar, Alysha mendengar suara tawa anak kecil. Mereka sedang main bola di lapangan dekat dengan kompleks rumah Alysha. Mendadak, gadis kecil itu mendapat ide. Dia memarkir sepedanya dekat lapangan dan memasukinya.
“Halo, adik-adik kecil. Di sini ada yang punya uang recehan lima ribuan tidak?” Alysha bertanya dengan suara lantang.
Salah satu anak mengacungkan. “Kakak mau apa? Mau cari tukaran uang, ya?”
“Iya, Dik. Kakak punya uang lima puluh ribu, tetapi Kakak harus menukarnya dengan uang recehan. Uangnya harus sama banyaknya dengan uang yang Kakak punya. Ada yang bawa?”
Tak ada yang mengangkat tangannya. Tiba-tiba, salah seorang anak laki-laki menghampiri Alysha.
“Kak, saya bawa banyak uang. Ini coba Kakak hitung,” si anak menyodorkan uang kertas yang diikat dengan karet gelang.
Alysha menghitung uang yang dibawa si anak kecil. Ternyata jumlahnya hanya tiga puluh delapan ribu, bukan lima puluh ribu.
“Tidak, Dik,” Alysha mengembalikan uangnya pada anak tadi, “uangnya tidak cukup. Ada yang punya lagi?”
Tak seorang pun menjawab. Alysha mengucapkan terima kasih, kemudian pergi lagi dengan sepedanya.
“Aku takkan pulang sebelum menemukan uang kembalian pembantu tadi,” tekad Alysha.
Dia berkeliling-keliling terus di jalan itu. Kemudian, mata Alysha melihat ke sebuah rumah yang berpagar rendah. Ada seorang bapak-bapak yang keluar dengan sepeda motornya. Secepat kilat Alysha menghampiri bapak itu.
“Permisi, Pak, maaf mengganggu. Saya mau mencari tukaran uang. Uang saya lima puluh ribu rupiah, tapi saya perlu kembalian tiga puluh ribu. Saya tidak memilikinya. Saya berniat untuk menukar uang saya ini dengan uang Bapak.”
Bapak itu memandang dengan sinis, lalu berteriak, “Enyah dari sini! Saya mau pergi ke kantor saya. Ada urusan yang harus segera ditangani. Jangan mengganggu saya. Kalau mau cari tukaran, sana ke tukang bakso!”
Si bapak menyalakan sepeda motornya, hendak menubruk sepeda Alysha. Tanpa kesulitan, anak itu menghindar. Si bapak melengos pergi. Alysha ingin melontarkan kekesalannya, tetapi dia terlalu sopan untuk melakukannya.
“Dasar bapak-bapak pelit!” pikirnya. “Menjawab ‘tidak’ saja apa susahnya. Huh, aku kesal sekali pada bapak itu.”
Alysha berkeliling lagi. Semakin bertambah jauh, semakin dekat dia dengan jalan raya. Alysha ingin pulang, tetapi nanti dia dimarahi ibunya bila tidak memberikan kembalian. Sang ibu sendiri tidak suka berhutang.
TIIIT…. Suara klakson motor terdengar. Alysha tidak sempat mengelak, motor itu telah menubruknya. Alysha terjungkal ke depan. Sepedanya ambruk di tepi jalan.
Si pengendara motor menghentikan sepedanya. Beliau menghampiri Alysha dengan khawatir.
“Nak, Nak, apakah kamu tidak apa-apa? Maafkan saya, ya. Saya sendiri tadi kaget, tiba-tiba menubrukmu. Astaga, Nak, jangan pingsan!”
Alysha rupanya pingsan. Si pengendara motor memanggil anak-anak di lapangan tadi untuk membantu membopong Alysha. Beberapa anak mengayuh sepeda Alysha mengikuti si pengendara motor ke puskesmas terdekat.
***
Sementara itu, Ibu di rumah, tak henti-hentinya mengomel tentang Alysha. Beliau jengkel Alysha tak segera kembali membawakan uang perolehannya.
“Apa lagi, sih, yang dilakukan anak itu? Bermain-main dengan temannya? Awas saja kalau uangnya hilang!” batin Ibu sambil mengelap meja makan.
Setelah mengelap meja makan, Ibu melirik jam. Sudah pukul setengah lima sore, namun Alysha belum muncul juga.
“Duh, anak sialan! Bikin repot orangtua saja!” Ibu menaruh lapnya, lantas bergegas mengunci semua pintu rumah.
Ibu pergi ke rumah Bu Asih. Sampai di sana, beliau bercakap-cakap dengan pembantu Bu Asih yang bercelemek kotak-kotak dan ditemui Alysha tadi.
“Tadi saya beri uang lima puluh ribu rupiah ke anak itu. Katanya dia tidak punya uang sepuluh ribu, adanya dua puluh ribu. Saya suruh dia mengembalikannya saja besok. Si anak pergi entah ke mana,” papar si pembantu dengan cemas.
“Oh. Saya kembalikan saja uang Anda,” Ibu merogoh dompetnya dan mengangsurkan uang tiga puluh ribu kepada si pembantu. “Kuenya sudah diserahkan pada Bu Asih?”
“Sudah, Bu. Baik, saya pergi dulu,” si pembantu menerima uangnya dan pergi masuk.
Ibu berkeliling kompleks dengan jalan kaki sambil menggerutu, “Dasar anak nakal! Maunya main saja. Bukannya cari tukaran uang, malah main di lapangan! Hhh!”
Tanpa sengaja, Ibu lewat di depan puskesmas. Ekor matanya melirik ke arah sesosok anak perempuan yang digotong oleh seorang pria. Sosok itu adalah Alysha!
“Alysha? Alysha, itukah kamu?” tanya Ibu.
Ibu menghampiri si pria sambil bertanya, “Pak! Pak! Ini anak saya, bukan? Dia kenapa?”
Si pria terkejut dan menoleh. “Eh, Anda pasti ibunya anak ini, bukan? Ya, Alysha tadi tak sengaja tertabrak sepeda motor saya. Dia terjungkal, lalu pingsan. Saya bawa ke sini untuk perawatan lanjut. Suster!”
Mendadak, Ibu jadi mual. Seorang suster datang dan meletakkan Alysha di atas tempat tidur dorong. Ibu dan si pria mengikutinya. Alysha dimasukkan ke sebuah kamar.
***
Akhirnya, Alysha siuman. Tetapi, kepalanya pusing dan harus diberi obat. Alysha keluar. Dia didudukkan di sebuah kursi roda.
“Anak Ibu harus duduk di kursi roda sementara. Ini obatnya,” dokter menyerahkan sebungkus obat kepada Ibu.
“Terima kasih, Pak,” Ibu mendorong kursi roda Alysha dan menerima obat.
Mereka keluar puskesmas. Pria tadi menawarkan diri untuk memperbaiki bagian belakang sepeda Alysha yang rusak. Ibu sangat menghargai pengorbanannya. Sekarang, sepeda Alysha dibawa si pria, sementara Alysha pulang. Kursi rodanya didorong oleh Ibu yang berjalan kaki.
“Ibu, sebenarnya…” Alysha mulai berbicara.
“Tidak apa-apa, Ibu sudah tahu,” balas Ibu. “Mana uangnya? Biar Ibu simpan di dompet.”
Alysha mengeluarkan dompet kecilnya dan menyerahkannya pada Ibu. Ibu menyuruhnya memegangnya dulu, karena sekarang beliau sedang repot. Dituntunnya Alysha menuju rumah mereka.