Malam itu di Zermatt, sebuah kota kecil di tepi Danau Stellisee, udara dingin pegunungan Alpen mulai merasuk. Lara duduk di salah satu kafe terbuka, menikmati secangkir cokelat panas sembari memandangi gunung Matterhorn yang menjulang megah. Suasana sunyi dan damai membuatnya tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Suara denting lonceng dari gereja tua di kejauhan menambah keindahan malam. Namun, di tengah ketenangan itu, ada yang mengganggu hati Lara. Rafael. Pria misterius yang entah kenapa selalu berhasil membuatnya tak tenang.
“Lara?” Suara yang sangat dikenalnya menyentak lamunan. Rafael berdiri tak jauh darinya, mengenakan mantel tebal dengan syal yang melingkar rapi di leher. Matanya menatapnya lembut, namun ada sesuatu yang tersembunyi di balik tatapan itu.
“Rafael, kamu di sini?” Lara berusaha menyembunyikan kegugupan dalam suaranya. Meski hatinya masih bergejolak, ada sesuatu dari kehadiran Rafael yang selalu membuatnya merasa hangat.
“Aku harus bertemu denganmu,” jawab Rafael seraya menarik kursi dan duduk di hadapan Lara, “Kamu tahu, aku nggak bisa mengabaikan perasaan ini.”
Lara menghela napas panjang, menyandarkan tubuhnya ke kursi kayu yang dingin, “Berapa kali kita bicara soal ini, Rafael? Setiap kali kamu muncul, kamu hanya membawa masalah. Aku... Aku tidak bisa terus menunggu dalam ketidakpastian.”
“Kali ini beda, Lara,” Rafael menatapnya dengan serius, namun sorot matanya tak bisa menyembunyikan kegelisahan.
“...