Disukai
0
Dilihat
76
Cahaya Aksara Dunia Maya
Aksi
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

“Celaka!” Respon Roger melihat data jumlah jenis konten tahun lalu yang digemari oleh masyarakat di Instagram.

“Ini tidak bisa dibiarkan..” Sambungnya dengan resah melihat grafik konten tekstual mengalami penurunan yang tajam.

“Ada apa bro?” Arkan menyapa Roger yang terlihat resah di meja kerjanya.

“Gapapa Ar, hehe..” Roger menyembunyikan apa yang sedang dia rasakan.

Bekerja sebagai analis data di Kementrian Komunikasi dan Informatika(Kemenkominfo), dia terkejut dengan hasil pekerjaan tahunannya yang menyatakan bahwa hanya 15% konten tekstual di Instagram yang memiliki jumlah like diatas 10.000. Mayoritas pengguna Instagram di Indonesia ternyata lebih menyukai konten berfrekuensi video yang selalu di tonton berulang kali. Tapi memang pada intinya, mata manusia lebih fokus pada sesuatu yang dinamis. Apalagi, semakin banyak artis papan atas yang melakukan endorsement dan menjadi brand ambassador sebuah produk dengan konten yang berbasis Cinematografi.

Sebagai pegiat literasi sejak masa SMA, Roger sangat resah dengan data dari hasil kerjanya tersebut. Dia merasa perlu melakukan sesuatu agar konten dengan basis tekstual memiliki peningkatan grafik peminat di tahun ini. Roger berharap netizen Indonesia tidak menjadi pengguna yang malas membaca.

“Kira-kira, aku harus melakukan apa ya?” Roger ingin melakukan sesuatu dengan kapasitasnya sekarang. Melihat jadwal pekan ini di kalender pada dinding mejanya, Roger melihat bahwa hari jumat nanti dirinya ada agenda rapat dengan Pak Setyo, menteri kemenkominfo saat ini.

“Ini masih hari selasa, semoga malam jumat nanti aku udah nemukan ide untuk masalah yang aku temukan ini..” Gumamnya dalam hati.

Tiba di malam jumat, Roger duduk di meja kerja dalam rumahnya. Dia membuka power point pada laptopnya, meski belum tahu akan menciptakan program apa yang bisa ditunjukan pada rapat nanti. Roger melamun sesaat, merasakan keheningan secara mendalam dengan harap inspirasi hadir pada malam itu juga.

“Hmm, gimana ya..?” Sambil menatap layar power point yang kosong, sesekali dia alihkan pandangannya pada jendela apartemennya. Barangkali dengan melihat bintang dan bulan sabit di langit bisa menghadirkan inspirasi. Namun akhirnya, Roger lumayan lama menatap pada gugusan bintang yang berhamburan, barangkali ada rasi bintang yang dikenalinya.

Setelah cukup lama melihat langit malam itu, nampaknya Roger menemukan sebuah pola rasi bintang.

“Bentar…” Roger menggerakan jarinya dan menunjuk titik tertentu. Dia mengambil kertas dan menggambar titik yang dia dapat.

“Ini kan…Pegasus!” Merasa familiar dengan pola itu, dirinya bergegas membuka web pada laptopnya dan ingin memastikan apakah ini rasi Pegasus atau bukan.

Dan benar, Roger telah menemukan rasi Pegasus dihadapannya.

“Iya ini Pegasus, keren..” dia membawa laptopnya dan melihat kembali ke titik langit dengan pola seperti kuda bersayap itu.

“di artikel ini tertulis, “Nama Pegasus diambil dari nama seekor kuda bersayap dalam mitologi Yunani. Bentuknya terlihat seperti separuh badan kuda bagian atas..” Roger membaca lanjutan artikelnya di dalam hati.

Setelah selesai membaca artikelnya sampai tuntas, akhirnya dia mendapatkan ide brilian.

“Nah, Gue ada ide!” Ujarnya dengan antusias. Roger langsung menuangkan gagasannya di power point. Terlihat masih ada konsep yang belum secara spesifik tergambar, namun secara umum dirinya sangat yakin dengan idenya tersebut.

Setelah lumayan lama mendesain idenya di power point, Roger melihat jam yang sudah menunjukan pukul 11 malam. Dia merasa ngantuk setelah beberapa kali menguap.

“Hoaam, masih ada beberapa bagian lagi. tapi udah ngantuk, lanjut besok pagi deh..” Roger mematikan laptopnya dan bergegas untuk tidur.

Tepat jam 10 pagi, dirinya ada di ruang rapat besar tahunan Kemenkominfo.

“Selamat pagi semua, syukur kita bisa berjumpa lagi..” Pak Setyo membuka pertemuan dengan manyapa seluruh kepala bagian yang hadir.

“Pagi pak..” Jawab seluruh hadirin dengan kompak.

“baik, seperti yang sudah kita jadwalkan, hari ini saya ingin mengetahui progres dari rekan-rekan semua terkait rancangan program yang sudah kalian konsep per masing-masing bidang. Tapi sebelum masuk pada pembahasan itu, saya ingin melihat rancangan program kalian tahun lalu yang berhasil terealisasi. Sekaligus penyampaian hambatan yang kalian hadapi saat menjalankan program rancangannya masing-masing..”

Sekilas seperti sistem organisasi saat sekolah, tapi itulah pak Setyo. Selama dirinya memimpin kementrian, beliau selalu membuka ruang untuk bawahannya agar berinovasi sebaik mungkin di tengah tantangan komunikasi dan informatika.

Beberapa rekannya di bidang lain terlebih dahulu menjelaskan apa saja pencapaian kerjanya.

“Lu udah tau tahun ini mau bikin rancangan program apa ger?” bisik Arkan secara perlahan.

“Udah dong!” Roger menjawabnya dengan percaya diri. Dirinya percaya gagasan yang di dapat hasil melihat rasi Pegasus tadi malam akan sangat bagus.

“Wii pede bener, oke deh mantap!” Arkan menepuk pundak Roger sebagai tanda bangganya terhadap Roger.

Akhirnya , Roger di panggil untuk mempresentasikan hasil pencapaiannya tahun lalu.

“Selanjutnya bagian analisis data, Roger..”

“Saya pak..” Sambil berdiri dengan senyuman.

“Oke silahkan, jadi apa temuan yang kamu kerjakan tahun lalu..?”

Tahun lalu Roger benar-benar bekerja sangat padat, bahkan lemburnya sampai menginap di kantor. Ada banyak tantangan terkait data di kementrian yang harus Roger bantu untuk menyelesaikannya.

Hampir 30 menit dirinya melakuakan presentasi, tiba waktunya Roger menawarkan gagasan program yang konsepnya terinspirasi dari rasi bintang Pegasus.

“Baik Roger, terima kasih banyak. Luar biasa sekali kinerjamu tahun lalu. Jadi untuk tahun ini apa yang akan kamu rencanakan?”

Roger berdiri sambil membuka laptopnya. “Tahun ini saya ingin mengusulkan program bernama Pegasus Text.”

Semua yang diruang rapat merasa bingung. “Pegasus text? Apa itu?” Tanya pak Setyo yang juga kebingungan dengan istilah itu.

“berawal dari masalah yang saya temui dari hasil analisis data tahun lalu, bahwa hanya sekitar 15% konten berfrekuensi tekstual di Instagram yang memiliki jumlah like di atas 10.000. Seperti yang kita ketahui bersama, budaya literasi masyarakat Indonesia sangat rendah dan belum mengalami perubahan yang signifikan dalam ranking dunia. Maka berdasarkan hal itu, saya ingin mengusulkan bahwa tahun ini kementrian kita bisa mengoptimalkan kebijakan untuk menopang pada penyelesaian masalah tersebut. bagi saya ini sangat penting untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.” Roger sangat percaya diri menjelaskan tentang Pegasus Text.

Apa yang dipaparkan Roger membuat bingung seisi ruangan. Beberapa pihak terlihat ingin melakukan interupsi. “Interupsi, Roger. Maksudmu apa kita perlu membatasi konten video dan memihak lebih pada kreator yang bermain pada konten tekstual?” Ujar admin IG dari Kemenkominfo.

“Tidak membatasi juga. Saya hanya mengusulkan kalau konten tekstual bisa kita lakukan semacam boster untuk peningkatan jangkauannya, sehingga popularitas para konten kreator yang hanya mampu bermain pada editing rangkaian kata bisa lebih luas diterima.”

Mendengar penjelasannya yang lebih lanjut itu, admin IG menyatakan tidak setuju. “bagi saya, ide dari Roger tidak bisa direalisasikan. Hal ini bisa mencerminkan ketidakadilan kita kepada konten kreator yang bermain video. Apalagi kalau soal literasi, itu bisa menjadi topik yang di wadahi oleh kemendikbud, bukan kita.”

Mendengar hal itu, Roger sedikit terpantik dan melontarkan argumennya kembali. “Kenapa disebut tidak adil? Usulan saya hanya ingin membantu kreator yang kontennya hanya bisa berkarya secara tekstual, bukan ingin menghilangkan kreator video. Dan soal literasi itu bukan milik satu kementrian saja, persoalan itu milik semua dan butuh kolaborasi untuk meningkatkannya.”

“Sudah, Cukup!” Pak Setyo melerai perdebatan itu.

“Roger, nanti coba kamu buatkan proposal programnya, saya mau lihat detailnya.”

Mendengar hal itu, Roger langsung antusias. “Baik pak, segera saya coba buatkan.”

Admin IG bertanya pada pa Setyo, “Apakah maksudnya bapak menyetujui program yang Roger usulkan?”

Pak Setyo menjawab secara singkat, “Belum tentu, saya ingin lihat dulu.”

Semua yang diruangkan itu diam membisu, suasana menjadi sedikit hening. Pak Setyo merupakan sosok yang sangat berfikir terbuka, dia tidak ingin gagasan baik dari setiap bagian kantor kementrian yang dipimpinnya ini tidak tertampung jika memang memiliki nilai. Maka dari itu, dirinya menginginkan Roger menyusun gagasannya lebih lanjut. Apalagi, Pak Setyo sangat mengetahui kinerja dan dedikasi seorang Roger.

“Oke cukup. Selanjutnya, dari departemen lain,” Pak Setyo ingin rapat berlanjut untuk menampung berbagai aspirasi lainnya.

Rapat sampai penghujung acara, para pemimpin setiap Dirjen siap-siap meninggalkan ruangan.

“Baik semuanya, saya senang sekali hari ini bisa bercengkrama, bertukar pikiran, serta melihat progress yang sangat baik dari kalian semua. Mudah-mudahan rencana baik kalian semua untuk membawa atmosfer komunikasi dan informatika di tahun ini terlaksana dengan baik, aamiinn. Demikian, dan selamat melanjutkan pekerjaan masing-masing.” Penutup dari Pak Setyo menandakan berakhirnya rapat.

Para Dirjen dan berbagai perwakilan departmen lainnya satu persatu meninggalkan ruangan, Roger dan Arkan yang berada di pojok ruangan keluar paling belakangan.

“Roger..” Pak Setyo memanggilnya saat dia mau bersalaman sebelum keluar.

“Iya pak, gimana?”

“Besok pagi keruangan saya, sekitar jam 9.30”

Roger kaget, tidak biasanya ada pegawai selain dirgen yang di suruh menghadap keruangannya.

“Ada apa pak?” Roger penasaran.

“Kita lanjutkan pembahasan program usulan kamu tadi.”

Roger kaget bukan main, “Oh, i-iya pak siap..” Dia agak gugup meresponnya. Pa Setyo meninggalkan ruangannya terlebih dahulu.

“Mantap bro.” Ujar Arkan sambil menyenggolnya dari samping.

“Tumben banget sih, kenapa pembahasannya harus diruangannya besok ya? Kenapa enggak tadi?” Roger tidak sepenuhnya senang, ada sedikit rasa curiga. Hal ini karena tidak biasa terjadi selama dia bekerja di kementrian ini.

“Jangan buruk sangka dulu, udah ikuti aja alurnya.” Arkan mengingatkan Roger supaya lebih berprasangka baik.

“Eh iya maaf, makasih yee..” Ujar Roger yang juga meninggalkan ruangan dengan Arkan.

Keesokan harinya, Roger berangkat lebih pagi. Meskipun jarak tempuhnya tidak terlalu jauh, dirinya tidak mau mengalami keterlambatan. Roger tiba di kantor pukul 7.30, jauh dari waktu seharusnya.

Setelah menunggu 1,5 jam, Roger menaiki lift ke ruang pa Setyo.

Sampai di depan ruang pa Setyo, Roger menunggu di kursi pojok ruangan. Tidak seperti di lantai bawah tempat dia bekerja, Roger merasakan suasana yang hening dan kondusif.

“Kayaknya kalau tempat kerjaku seperti ini mungkin aku engga harus sambil dengar musik untuk menghindari kebisingan para obroran karyawan lain, hahaha..” Gumamnya dengan berkhayal punya tempat yang menenangkan seperti depan ruang pak Setyo.

Setelah menunggu sekitar 20 menit, Roger melihat pak Setyo sudah datang dan akan memasuki ruangannya. Tapi Pak Setyo berhenti tiba-tiba saat melihat Roger.

“Roger, mari masuk..” Pak Setyo membuka ruang kerjanya.

“Baik pak..”

Ketika masuk, Roger merasa tambah dibuat nyaman. Dinding ruangan kerja menteri itu banyak sekali berbagai ornamen futuristik berbasis IT. Ada juga beberapa foto beberapa figur penting seperti foto presiden dan wakilnya serta beberapa tokoh penting bagi perkembangan komunikasi dan informatika di Indonesia.

“Roger, silahkan duduk..” Pak Setyo duduk di meja kerjanya.

“Baik pak..”

“Begini Roger, saya hari ini ada agenda lain. Jadi saya tidak bisa basa-basi lebih lama lagi. tentang ide yang kamu gagas untuk membantu peningkatan literasi di Indonesia, silahkan kamu eksekusi dengan baik. Saya langsung saja tanda tangan proposal programnya..”

Jleb! Roger sangat kaget. Tadinya dia kira dipanggil ke kantornya pagi ini bakal ada pembicaraan panjang.

“Langsung, pak?” Roger bertanya kembali untuk memastikan apa yang di dengarnya tidak salah.

“Iya, langsung saja. Literasi itu persoalan penting. Gimana generasi kamu mau memimpin negara di masa depan kalau budaya literasinya tidak mengalami kemajuan?”

Roger memasikan lagi apakah masih ada keraguan dalam benak pak Setyo, “jadi, bapak tidak ragu tentang Pegasus Text ini?”

Pak Setyo menjelaskan lebih detail, “Saya dulu pegiat literasi, sangat senang baca buku. Berada di titik hidup sekarang juga karena buku punya pengaruh yang luar biasa. Meskipun terlahir di keluarga sederhana, tapi dari kecil saya didekatkan dengan buku. Dan akhirnya, selama masa muda saya banyak sekali meraih prestasi yang disebabkan kebiasaan saya dalam membaca buku.”

Roger hanya terdiam, dirinya harus fokus dulu sampai mendengar kalimat perintah lebih lanjut. Dan Pak Setyo melanjutkan ceritanya, “tapi itu dulu sekali ger, zaman sudah berbeda. saat ini takdir kita ada pada aspek teknologi digital. Entah apapun nama gagasanmu, saya sudah cukup melihat niat baikmu. Jadi, mau apalagi? Rekam jejak kerjamu bagus kok. Jadi soal gagasan ini juga tolong kamu eksekusi sebaik mungkin, saya ingin lihat para aksara bercahaya dalam dunia maya. Saya kasih waktu 1 minggu, Siap?”

Roger lega, akhirnya dia punya alasan untuk mengeksekusi gagasannya, “baik, siap pak!”

Selesai mendapat restu Pak Setyo, Roger ke pergi kemeja kerjanya. Pertama, dirinya menentukan garis waktu secara spesifik untuk merancang tahapan pengerjaan. Kedua, Roger menganalisis komponen sistem yang nantinya menjadi booster setiap kreator ketika kontennya telah publish. Ketiga, membentuk tim untuk mempersiapkan negosiasi agar para kreator tekstual bisa memperoleh penghasilan dari pihak pengembangan Instagram.

Seminggu kemudian, Roger telah menyelesaikan apa yang telah di imajinasikannya.

“Semua sudah siap pak, pihak-pihak terkait telah menyetujui program pegasus text yang saya gagas ini..” Roger tersenyum bangga. Apa yang dia usahakan telah sampai pada tahap akhir persiapan dan siap di luncurkan.

“Mas Roger, semua anggota tim sudah siap menyaksikan peluncuran Pegasus text. Mereka menunggu pembukaan dan peresmian dari mas Roger..” ujar Kania dari arah belakang punggungnya memanggil, seorang kepala bidang Partnership dalam projek ini.

“Oh iya, siap. Terima kasih Kania.”

Roger berjalan kebawah dan melihat semua timnya sudah berkumpul. Dirinya langsung naik podium dan bersiap meluncurkan Pegasus text dengan simbol berupa “menekan sebuah tombol.” Ketika tombol sudah ditekan, pihak programmer program ini akan memproses algoritma Istagram sesuai yang telah direncanakan.

“Baik semuanya, terima kasih untuk kerja keras selama seminggu kebelakang ini. Senang sekali bisa berkolaborasi dalam sebuah gagasan kecil saya. Semoga Pegasus text ini bisa membuat minat literasi di Indonesia bisa meningkat sesuai dengan kondisi zaman yang penuh digitalisasi. Sekian, dan terima kasih.” Sambutan Roger diiringi tepuk tangan yang meriah dari seluruh hadirin.

“Baik kita hitung sama-sama penekanan tombol Pegasus text bersama sama. 3, 2, 1..”

Roger menekan tombol merah itu.

Berapa sudut ruangan memberikan penerangan dengan warna yang berbeda sebagai pertanda bahwa program sedang proses perjalanan menuju algoritma baru.

“Selamat Roger..” Pak Setyo menepuk pundaknya dari belakang.

“Sekali lagi terima kasih banyak untuk kesempatannya pak..” Roger sangat senang atasannya begitu percaya dengan gagasannya.

“Selagi saya masih menjabat, segala gagasan kebaikan harus terus disuarakan. Kekuasaan ini harus kita manfaatkan untuk membuat kebaikan dan kemaslahatan seluas mungkin. Jangan sampai sudah punya daya besar dalam merubah sesuatu, tapi tidak melakukan apapun. Semoga tahun depan indeks literasi Indonesia bisa meningkat tahun depan ya, kita nantikan hasilnya..” Ujar Pak Setyo yang sangat membuat semangat Roger semakin membara.

Roger tersenyum bahagia, “Aamiin, siap pak!”

~

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar