Hari ini adalah tepat sepuluh tahun aku pindah ke rumah yang kini menjadi tempat tinggalku bersama dengan mama, dan ingatan tentang hari pertamaku tiba di lingkungan ini sepuluh tahun lalu tidak akan pernah kulupakan. Di mana pada hari itu adalah pertama kalinya aku bertemu dengan Cello, tetangga anak tetangga rumah yang usil.
Dulu, senyuman Cello yang selalu dia tunjukkan padaku terasa sangat menyebalkan. Bagaimana tidak? saat aku pindah, itu adalah kali pertama aku merasakan menjadi seorang anak brokenhome. Sehingga, melihat dia tampak bahagia aku merasa sangat tidak senang. Sampai akhirnya, suatu saat sebuah kejadian merubah segala pandanganku tentangnya.
Aku dan Cello berada di Sekolah Dasar (SD) yang sama, dan kehadiranku di sana menjadi sasaran empuk para berandal kecil yang hanya bisa mengandalkan kuasa orang tua mereka. Ketika anak-anak tersebut menggangguku, aku sama sekali tidak berkutik dan tidak melakukan apapun, sampai akhirnya Cello mengajariku cara untuk membela diri sendiri, karena menurutnya setiap jiwa dan raga pemberian Tuhan itu sama berharganya dan tidak pantas untuk diperlakukan rendah oleh raga lainnya.
Sejak saat itulah aku berusaha untuk kuat dan kembali tersenyum tidak peduli seperti apa keadaanku. Bukan untuk siapa-siapa, hanya demi diriku sendiri karena aku menyayangi diriku.
Kejadian tersebut kemudian menjadi awal ceritaku bersama dengan Cello. Kami mulai berteman dan menjadi lebih dekat setelah tiap harinya ibuku menitipkanku di rumah keluarga Cello, karena pekerjaan ibuku yang mengharuskan...