Anak itu hanya bisa menatap gerobak tukang bakpau dengan mata sendu. Terbesit dalam tatapannya bahwa ia ingin membeli bakpau itu. Entah apa rasa apa yang akan ia dapatkan, yang penting ia bisa memiliki kesempatan untuk makan bakpau.
Mata sendu itu kini berubah menjadi sedikit melotot. Tukang bakpau itu sudah pergi dengan gerobaknya. Anak itu hanya bisa mencium asap yang menjadi jejak bahwa tukang bakpau baru saja lewat dan hanya bisa mendengar suara terompet kecil tukang bakpau dari kejauhan.
Hanya ada uang lembaran dua ribu yang ada di tangannya. Anak itu mengira-ngira jumlah yang kurang untuk harga satu bakpau rasa ayam. Ia butuh uang enam ribu lagi untuk membeli bakpau. Anak itu kembali memasukkan uang dua ribu miliknya ke dalam kantong celana.
Kaki dengan alas sendal jepit tipis yang gambarnya sudah pudar itu berlari mendekati seorang pria yang tengah menggembala kambing. Pria itu tersenyum ketika melihat anak itu berlari-lari kecil ke arahnya.
"Kenapa nak?"
Anak itu mengeluarkan uang dua ribu miliknya dari kantong celana. Uang itu ia letakkan di tangan pria itu. Ia tersenyum lalu menunjuk ke arah sebuah tembok kecil. Di balik tembok itu, gerobak tukang bakpau terlihat.
"Pak, beli bakpau ya satu"
Pria itu adalah ayah si anak. Dengan mata yang berbinar berharap permintaannya akan dituruti, anak itu masih menunjuk ke arah tukang bakpau yang kini sudah kembali tak terlihat. Sang ayah hanya tersenyum lalu menyamakan tingginya dengan sang anak.
"Ini berapa?"
"Dua ribu"
Sang ayah mengangkat kelima jari anak itu. Ditekuk satu jari ke bawah, hingga jari yang ke enam. Jari-jari itu kembali berdiri. Sang ayah lalu menekuk jempol dan jari kelingking di tangan kanan. Menyisakan enam jari yang masih berdiri.
"Ini ada berapa?"
"Enam"
"Harga bakpau itu enam ribu, terus uang adek ada berapa?"
Anak itu masih memperhatikan keenam jarinya. Perhitungannya tadi sudah betul. Enam ditambah dua. Ia butuh enam ribu lagi untuk menyesuaikan harga bakpau yaitu delapan ribu.
"Terus, belinya kapan?"
Sang ayah tak menjawab. Ia kembali membawa kambing milik bosnya untuk mencari rumput segar yang baru. Anak itu hanya memandangi punggung ayahnya. Ia berbalik dan pergi meninggalkan tempat itu menuju rumahnya.
Hari ini taman kanak-kanak tempat anak itu belajar mengadakan lomba matematika dan mewarnai. Siapa yang dapat menjawab soal matematika dengan benar dan mewarnai dengan bagus dan rapi akan mendapatkan hadiah di ujung lomba.
Seorang guru mengatakan bahwa hadiahnya rahasia dan tentunya juga hadiah rahasia itu adalah hadiah istimewa. Dengan informasi tersebut, anak itu berusaha untuk memberikan yang terbaik pada perlombaan mewarnai.
Dengan krayon dan pensil warna seadanya, anak itu mulai mewarnai gambar yang baru saja diberikan oleh gurunya. Sebuah gambar Gatotkaca. Anak itu tersenyum lalu mulai menggoreskan satu persatu warna di atas kertas putih.
Dengan krayon patah-patah yang sudah pendek, dan juga pensil warna yang sisa seukuran kelingking, anak itu tetap fokus mewarnai. Ia menambahkan beberapa benda dengan pensilnya.
Lomba mewarnai sudah berlangsung selama 25 menit. Tersisa 5 menit sampai waktu yang ditentukan habis. Beberapa anak ada yang gambarnya baru diwarnai setengah, dan ada yang kertasnya sobek.
Anak itu sebentar lagi selesai. Ia masih mewarnai baju Gatotkaca yang menjadi bagian terakhir untuk ia warnai. Anak itu sengaja mewarnai baju Gatotkaca paling terakhir karena ada banyak detail yang tidak langsung disapu dengan satu warna.
Ting! Ting!
"Waktu sudah habis... Silahkan dikumpulkan"
Anak itu turun dari kursinya. Menyerahkan satu lembar gambar Gatotkaca yang sudah ia warnai. Guru yang mengambil gambar itu terlihat agak terkejut saat melihat hasil warnaan anak itu.
Selepas mengumpulkan gambar, anak itu berlari ke arah ibunya. Ia memeluk ibunya yang tersenyum padanya. Di pelukan itu, matanya memperhatikan sebuah gerobak familiar yang kemarin ia lihat sore hari.
Gerobak tukang bakpau banyak didatangi oleh anak-anak seusia anak itu. Mereka membeli bakpau itu dengan berbagai rasa. Ada yang membeli rasa coklat, keju, ayam, dan blueberry. Mereka membawa keresek kecil berisikan bakpau dengan senyum.
Ada rasa iri dalam hati anak itu. Namun ia teringat sesuatu. Ia teringat tentang hadiah rahasia yang istimewa dari gurunya untuk pemenang lomba matematika dan mewarnai. Anak itu berambisi untuk mendapatkan hadiah itu.
Dalam pikiran anak itu, ia mengharapkan hadiah seperti buku, krayon, pensil warna, dan alat tulis lainnya. Ia juga mengharapkan bahwa salah satu dari hadiah rahasia yang istimewa itu adalah bakpau. Jika iya, ia ingin membeli bakpau rasa ayam.
Pengumuman pemenang diumumkan hari ini. Anak-anak dan orang tua mereka sudah berkumpul di lapangan kecil taman kanak-kanak untuk mengumumkan pemenang pertama, kedua, dan ketiga dari lomba matematika dan mewarnai.
Banyak orang tua berharap bahwa anaknya akan memenangkan lomba itu. Berbeda dengan orang tua anak itu yang hanya tersenyum sambil sesekali berdoa dalam hati anaknya bisa menang lomba mewarnai.
"Juara pertama lomba mewarnai. Dia adalah..."
"Rama!!"
Anak itu terkejut. Begitupun dengan sang ibu. Pengumuman pemenang lomba mewarnai itu berhasil membuatnya seakan tak percaya dengan apa yang diucapkan gurunya. Anak itu menatap ibunya yang kini tersenyum padanya.
"Ini hadiahnya.."
Sebuah buku tulis, krayon, pensil warna, dan alat tulis lainnya dibungkus di sebuah kotak kado berwarna kuning. Anak itu langsung membukanya karena rasa penasaran dengan rahasia dan istimewanya hadiah pemenang lomba mewarnai.
"Ini bu, silahkan"
Sang ibu tersenyum menatap guru anak itu sambil mengeluarkan sedikit air mata. Guru itu menenangkan sang ibu lalu memeluk anak itu yang tersenyum padanya. Sang guru membisikkan sesuatu yang membuat ibu anak itu terkekeh kecil.
Anak itu berjalan mengikuti ibunya. Anak itu membawa kotak kado kuning yang ia peluk di depan dadanya dan ibunya yang membawa tas anak itu. Mereka pulang berjalan kaki melewati beberapa toko dan pedagang makanan di pinggir jalan.
Pengelihatannya tadi tidak salah. Ia melihat ibunya mendapatkan uang dari guru. Dengan mata penasaran, ia menatap ibunya. Sang ibu tersenyum lalu membawa anak itu ke sebuah gerobak yang sedari tadi ia tunggu-tunggu.
Gerobak tukang bakpau.
Sebuah bakpau rasa ayam keluar dari wadah bambu yang ada di gerobak itu. Anak itu tersenyum kegirangan. Matanya berbinar sambil melihat bakpau yang besar dan bakpau yang sudah ia inginkan sejak lama kini ada ditangannya.
Anak itu mulai tahu apa yang istimewa dari hadiah rahasia itu. Rahasianya adalah kotak kado dan istimewanya adalah bakpau. Ia tersenyum puas sambil bersenandung kecil membawa keresek berisi bakpau pulang ke rumah.