Awal Adalah Akhir
“Aaaaaaaaaaaaa!!!”
Suara teriakan panjang mendominasi seperempat ruangan yang terlihat gelap. Suara nyaring itu terhenti, ketika lampu ruang kamar itu menyala. Seorang gadis berusia 15 tahun itu sedang mengatur napasnya yang tersenggal-senggal. Matanya memejam sesaat, kemudian gadis itu menghela napas gusar.
Mimpi yang baru didapatnya tadi, seolah menyerangnya tanpa ampun. Gadis itu meneguk segelas air hingga menyisakan setengahnya. Dia sibuk menetralkan detak jantungnya yang berdebar tak karuan. Lalu, pikirannya kembali pada mimpi sialan itu. Sekelebat ucapan Ayahnya tempo hari terngiang di kepalanya. “Ubah sikapmu, Nak! Jika, kamu memang anak Ayah, ikuti apa kata Ayah. Memangnya, dengan sikapmu seperti ini Bundamu akan bahagia di sana?” rentetan kalimat panjang itu membuat dia berdecak keras sekaligus menghela napas kasar. Jadi, apakah dia akan mengikuti semua ucapan Ayahnya yang berada di mimpi itu?
Burung bersiul-siul sangat merdu, mentari pagi yang cerah telah menampakkan dirinya di ufuk timur, seolah tengah memberikan senyum cerahnya pada bumi. Lain halnya dengan gadis yang bernama Vyana Shaline yang biasa dipanggil Vya— gadis itu berada di meja makan bersama sang Ayah dengan raut wajah yang terlihat masam. “Ayah! Vya berangkat sekolah dulu, ya.” Vya bangkit dari tempat duduknya setelah meneguk segelas susu putih. Tangan Vya terulur untuk mencium tangan Ayahnya. Ayahnya menyambut tangan Vya lembut. “Baik-baik di sekolah, ya, Nak. Pesan Ayah, jangan lupa membaca doa untuk melakukan semua kegiatan. Supaya kamu selalu dilindungi oleh Allah. Jangan lupain omongan Ayah tempo hari, ya, kamu pasti ingatkan?” ucap Ayah. Vya mendengkus. “Vya, gak suka dikekang, Yah, Vya sudah besar.” ujar Vya sedikit kesal. “Kalau gitu, Vya, berangkat dulu. Assalamu’allaikum,” Vya bergegas ke luar rumah.
SMP M Hatta yang berada di daerah Jakarta merupakan SMP swasta unggulan dan terfavorit. Vya menginjakkan kakinya menuju kelas IX-A dengan raut wajah tidak bersahabat. Vya membanting tasnya asal ke bangku tempat duduknya. Pagi ini mood Vya benar-benar terlihat buruk. Perkataan Ayahnya itu membuat Vya semakin merasa kesal di setiap harinya. Setelah duduk di kursinya Vya membenarkan jilbabnya yang sedikit tertekuk akibat angin luar yang menerpa wajahnya saat menuju kelas.
Segerombolan siswi perempuan menghampiri Vya dengan raut wajah penuh senyum di wajah mereka masing-masing. “Woy! Vya. Kenapa muka lo? Mesem amat,” ujar Ana dengan lagak angkuh yang merupakan sahabatnya juga. “Iya, nih. Muka kamu kenapa, Vya? Lagi sakit, ya?” Lala ikut nimbrung juga. Vya tersenyum. “Nggak, kok! Aku nggak kenapa-napa.” Jawabnya. Ana tidak peduli lagi, dia langsung duduk di sebelah ...