101. EXT. ROOFTOP — CONTINUOUS 101
Musik slow mulai.
Langit malam terlihat cerah. Suasananya menyenangkan.
Rako dan Sephia duduk bersisian di lantai rooftop.
SEPHIA
Maaf.
RAKO
Buat?
SEPHIA
Sikap bapakku barusan.
Rako tersenyum tipis. Ia menatap Sephia lekat.
RAKO
Aku sih nangkepnya Bapak sama Ibu kamu kaget aja. Tiba-tiba ada orang asing di rumahnya dan dikenalin sebagai pacar kamu.
Sephia tersenyum sedih. Ia menelan ludahnya.
SEPHIA
Gimana bisa kaget? Kamu sendiri denger, adik-adik aku bilang kamu udah sering jadi topik percakapan keluarga kami.
Rako menelan ludahnya pahit. Ia menengadah menatap bintang.
SEPHIA (CONT’D)
Jadi aturan, mereka udah lumayan siap.
RAKO
Siap menurut kamu atau menurut mereka?
Sephia menghirup udara. Ia membaui aroma parfum Rako.
SEPHIA
Menurutku.
(Beat)
Soalnya bapak ibuku udah nanyain tentang kamu. Berkali-kali semenjak Dika bilang aku punya pacar. Jadi harusnya mereka bisa ngira-ngira kalau hari ini bakalan datang.
(Beat) (Nyaris tidak terdengar)
Aku, ngenalin kamu ke mereka.
Rako mengambil tangan Sephia. Mereka pun berpegangan erat.
RAKO
Aku yakin mereka juga udah bikin perkiraan, kok. Tapi yang namanya syok. Kaget. Bener-bener bisa bikin kepala tremor.
(Beat)
Maklumin aja. Enggak semua-muanya berjalan mulus di hari pertama. Sapa tahu besok-besok, Bapak kamu sampe nyiapin ondel-ondel segala buat nyambut calon mantunya, kan?
Sephia memekik tawa. Rako pun tertawa.
SEPHIA
Aku nggak tahu ondel-ondel itu segede apa. Tapi Bapakku pasti bakalan mikir berkali-kali buat bawa ondel-ondel ke rusun kami.
RAKO
Aku setuju. Tapi kalau memang niat, sapa tahu beneran mau pake ondel-ondel, kan?
Sephia terus tertawa sembari mengangguk-anggukkan kepala.
SEPHIA
Tapi, emangnya kapan lagi kamu mau datang? Kalau kamu mikirnya bapakku bakal pake ondel-ondel segala buat penyambutan, artinya kamu enggak bakal datang sendirian, kan?
Raut muka Rako berubah serius. Ia terus menatap Sephia. Ia mulai merasa dituntut. Sehingga ia pun hati-hati memilih kata.
RAKO
Iya.
Sephia tersenyum semringah.
SEPHIA
Siapa aja yang mau kamu ajak?
RAKO
(Tak yakin)
Keluargaku.
(Beat)
Tapi yang jelas, kamu harus aku kenalin dulu ke mereka.
Senyum semringah di wajah Sephia perlahan lenyap. Kemudian muncul raut muka yang serius.
Rako terus menatap Sephia. Ia menangkap ketidak yakinan di wajah Sephia.
102. E/I. BUS — THE NEXT DAY (DAY) 102
Musik romantis mulai.
Rako dan Sephia duduk bersisian di kursi tengah.
Bus tampak penuh. Tanpa suara kita akan melihat Rako dan Sephia bercakap-cakap.
103. INT. WARTEG YUNI — CONTINUOUS 103
Warteg ramai pengunjung. Pelayan sibuk melayani pembeli.
Rako dan Sephia duduk canggung. Di hadapan mereka ada Yuni.
Yuni terlihat lelah. Tapi juga tampak senang. Sikapnya ke Sephia hangat.
YUNI
Ibu beneran nggak nyangka kamu nyantolnya sama tetangga juga.
Rako dan Sephia tersipu-sipu.
SEPHIA
Saya juga enggak nyangka bakal dikenalinnya sama ibu. Padahal kita udah kenal.
Yuni menatap Rako.
YUNI
(Menyindir ke Rako)
Memangnya Rako nggak ngasih tahu kamu?
SEPHIA
Bilang kok, Bu. Tapi yang namanya Bu Yuni di rusun kan bukan cuman ibu aja.
Yuni mengangguk paham. Namun tatapannya ke Rako penuh sindiran.
YUNI
Tapi Yuni warteg kan cuman ibu di rusun.
Sephia tertawa kecil.
Sementara Yuni terus menatap Rako tajam.
RAKO
Bapak ke mana, Bu?
Yuni menghela napas.
YUNI
(Ke Rako)
Inilah kamu. Nggak ngabarin dulu kalau mau datang.
(Beat)
Bapak pergi. Ada urusan.
Tatapan Rako ke Yuni minta diterangkan “urusan” apa.
Yuni pun terpaksa menjelaskan.
YUNI (CONT’D)
Bapak ke Jakarta. Mau ngurus-ngurus di tempat kerjanya.
RAKO
Ngurus surat pindah kerja?
YUNI
Ya kalau bisa pindah. Bapak maunya pindah juga. Kalau enggak, ya udah. Bapak bakal bantu ibu aja di warteg.
(Beat)
Kamu sendiri? Nggak jadi kerja di tempat temennya Isal?
(Beat)
Balik ke kantor lama?
Rako menghela napas. Ia memberi pandangan ke Yuni tak mau membahas masalah ini. Tapi Yuni tampak tidak peduli.
Yuni mulai kesal pada Rako.
RAKO
(Terbata)
Ibu tahu dari mana aku ke kantor?
Yuni menatap Sephia sekilas.
Sephia menyimak. Ekspresi
YUNI
Itulah kamu. Dipikirnya karena sudah nggak serumah, terus kami semua lepas gitu aja.
(Beat)
Jangan kamu mikir hanya karena paling kecil terus kami semua selalu ngawasin kamu.
(Beat)
Lagian, semua keluarga juga pasti kayak gitu.
(Beat)
Keluarga Sephia juga.
RAKO
Terus kenapa kalau ada apa-apa aku nggak dikasih tahu?
Sephia menahan napas. Ia merasa tak enak berada di situasi tegang seperti itu.
Yuni dan Rako bertatapan. Yuni merasa omongan Rako ada benarnya. Ia pun mulai merasa bersalah.
RAKO (CONT’D)
Lagian, pasti Bapak enggak ke Jakarta kan, Bu? Pasti Bapak sama Ibu tahu aku mau ke sini. Terus kayak biasa Bapak nggak mau nemuin anaknya yang pengangguran.
Yuni menelan ludahnya yang pahit.
Sementara di bawah meja, Sephia menggenggam tangan Rako.
YUNI
(Nyaris tidak terdengar)
Prasangka kamu, enggak tahu kenapa buruk terus.
(Beat)
Padahal maunya ibu kamu bersikap seperti yang mau kamu kasih lihat ke ibu. Ke bapak. Ke Isal sama Vera—
RAKO
(Memotong)
Aku ke sini cuman mau ngenalin Sephia, Bu.
Yuni menghela napas memahami kata-kata Rako. Sembari menatap ke Sephia.
YUNI
Ya apa pun tujuan kamu, intinya kamu harus kerja.
RAKO
(Menajam)
Aku kerja kok, Bu.
YUNI
Kerjaan yang mana? Jadi yang di pabrik temennya mas-mu diambil?
Rako menundukkan wajahnya.
YUNI (CONT’D)
Kamu ya, Ko. Selalu aja ngebantah kita. Sok merasa bisa. Tapi kenyataannya?
(Beat)
Ko, dicariin kerjaan enggak berarti kamu hina. Ambil positifnya. Gimana kalian bisa hidup kalau cuman bermodal gengsi?
(Beat)
Kamu nantinya bakal ngajak hidup anak orang, Ko.
Rako akhirnya mengangkat wajahnya. Ia menatap Yuni.
Sementara Sephia merasa semakin dilibatkan dalam percakapan itu. Ia merasa bahagia sekaligus tak enak hati.
YUNI (CONT’D)
Sephia mungkin mau diajak hidup kayak gitu. Tapi orang tuanya. Keluarganya. Pikiran mereka juga, Ko.
(Beat)
Keluarganya sudah memperlakukan dia sebaik mungkin. Sebagus mungkin. Jangan hanya karena cinta, lantas kamu bersikap egois dan mengganti apa yang sudah Sephia dapat dari keluarganya dengan kesengsaraan.