Waiting For Love
1. Scene 1 - Scene 20
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator
SCENE 1. INT. KEDIAMAN SILVIA — SIANG
CAMERA ON, ACTION
CAST: SILVIA DAN IMA
SILVIA
Kesel! kesel sekali sama teman-teman SD, selalu saja meledekiku dengan sebutan Maria Celeste si pemain film drama itu, dan ya ampun sarinto masih saja dia menitipkan salam ke aku. Ingin menangis rasanya, andai saja mereka tahu jika aku tidak suka dengan semua kelakuan mereka itu.
BEAT
Menggenggam tangan, mengerutkan alis karena marah.
IMA
Ya sabar Sil, anak-anak memang gitu reseh dan usil banget.
BEAT
Sambil mendekat ke arah Silvia yang sedang mondar-mandir.
SILVIA
Tapi ima, aku enggak suka, mending kalau di ledeki dekat sama Tian kek...atau siapa gitu?
IMA
Atau siapa? kamu suka ya sama tetanggaku? hayo mengaku? kamu suka kan sama Irvan?
BEAT
Sambil berbisik di kuping Silvia.
SILVIA
BEAT
Menutup mulut Ima memakai telapak tangan kanan.
Hus, diam Ima, aku malu nanti mereka dengar kata-kata-kata kamu.
IMA
Ketahuan, kamu suka kan? titip salam enggak?
SILVIA
Enggak dan jangan macam-macam-macam! diam mereka DATANG tuh kesini.
BEAT
Menunjuk ke arah depan.
IRVAN
BEAT
Jalan ke depan menuju lokasi Silvia dan Ima.
VO PROLOG
Si Ima dan Silvia, selalu saja bisik-bisik-bisik kalau lagi asyik main dan mengerjakan tugas kelompok. Dan sahabatku Sarinto, dia mulai temulai tergila-gila dengan Maria Celeste alias Silvia. Ada pohon mangga di ukir nama Silvia, ada pohon pisang di ukir nama Silvia, bahkan di dinding rumah om cahyo juga terukir nama Silvia. Kasihan sih, tapi si Maria Celeste selalu mengacuhi dia. Dan sialnya aku mulai tertarik dengan sosok gadis ini. Apakah ini yang di sebut cinta pertama. Sadar Irvan sadar, kamu ini masih Sekolah Dasar dan kenyataannya itu Silvia naksir dengan si Tian, dan Sarinto tergila-tergila-gila dengan Silvia. Begitu juga tetangganya ada yang suka dengan gadis mungil ini yang mulai kau sukai juga. Mungkin nanti, nanti kalau sudah besar aku akan bilang suka kepadanya. Itu pun kalau aku memiliki keberanian dan rasa nekat dari sahabatku Sarinto yang telah menyukainya lebih dulu.
SARINTO
Kamu lagi ngelamun apa Irvan?
BEAT
Menepuk bahu Irvan.
IRVAN
Enggak, nggak nglamun, mau pamit pulang sama mereka.
BEAT
Menghela nafas.
Hai Ima, hai Silvia kita pamit ya sudah sore.
IMA
Ok Van.
SILVIA
BEAT
Tersenyum.
Ok Van, Sarinto hati-hati ya.
SARINTO
Ok, biar aku saja yang menyelesaikan tugas buat peta nya di rumah.
BEAT
Sambil menggulung peta yang ada di atas meja.
CUT TO
SCENE 2. INT. RUANG KELAS — SIANG
CAMERA ON, ACTION
CAST: IRFAN, SILVIA DAN FIGURAN BARIS-BERBARIS
IRVAN
VO PROLOG
Hari ini, khususnya bulan ini Agustus ada kegiatan baris di sekolahku, dan dia selalu saja terlihat dimana-mana, kucir kanan kiri dengan karet jepang warna-warni dengan beragam aktivitas yang di ikutinya seperti lomba tari lah, ikut baris berbarislah dan setiap hari selalu bareng mengerjakan tugas satu kelompok denganku. Sudah bagai medan magnet, dan benar aku selalu memikirkan dia sekarang, pagi, siang atau setiap waktu, dan anehnya mulai selalu memikirkan sosok Silvia.
BEAT
Memandang ke arah luar kelas memperhatikan Silvia yang sedang baris-berbaris.
SILVIA DAN FIGURAN BARIS-BERBARIS
BEAT
Latihan baris berbaris di halaman sekolah.
CUT TO

SCENE 3. INT. RUANG TAMU RUMAH IRVAN — SIANG
CAMERA ON, ACTION
CAST: IRFAN DAN SARINTO
IRVAN
PO PROLOG
Sekarang aku sudah lulus dari Sekolah Dasar, nilaiku cukup baik walau memang ada perasaan kurang puas. Dan hasilnya nilai teman-teman juga tidak seragam. Dan pastinya kami tidak bisa masuk ke Sekolah Menengah Pertama yang sama. Ada yang mau masuk SMP Negeri 1, SMP Negeri 2 dan SMP Negeri 3 Metro, atau mungkin SMP Negeri 4, lain hal nya denganku yang berasal dari keluarga sederhana saja. Ingin masuk sekolah tidak akan bebas, harus menghitung jarak, menghitungongkos dan lain-lain. Ya biarlah, aku akan sekolah di sini saja, yang dekat dari rumah dan mungkin aku bisa ke sekolah menggunakan sepeda saja,selain sehat pasti juga hemat, dengan siapa lagi kalau tidak dengan sahabatku Sarinto. Kebetulan Chandra, Silvia dan teman-teman lain mereka pun masuk ke sekolah yang berbeda-beda. Dan kami benar-benar terpisah-pisah kini.
SARINTO
Van, besok kita jadi kan berangkat bareng ke sekolah, aku sudah siapkan sepedaku itu di rumah.
IRVAN
Jadi
SARINTO
Baik deh, besok pagi aku jemput kamu ya, kamu kenapa sih Van kok saya lihat akhir-akhir ini kamu suka melamun.
IRVAN
Ah enggak, perasaan kamu aja To.
CUT TO
SCENE 4. INT. RUANG KELAS SMP — SIANG
CAMERA ON, ACTION
CAST: IRFAN DAN SARINTO
IRVAN
PO PROLOG
Sekolahan yang baru dengan suasana baru, sekolahku hanya sederhana SMP Negeri 1 Trimurjo. Dan seperti yang aku bilang aku selalu berangkat ke sekolah dengan sepeda kesayanganku. Menyusuri perumahan-perumahan dari kampungku ke kampung-kampung yang lainnya. Di temani dengan dia, Sarinto, sahabat atau bahkan saingan diam-diam untuk bisa mendapatkan Silvia gadis incaran kami itu.
BEAT
Duduk di sebelah Sarinto.
To bagaimana perasaanmu dengan Silvia To?
SARINTO
Ah Van, ya tetap sama Aku sih masih suka, tapi kok kayaknya mau dekat saja susah ya sekarang.
IRVAN
Iya, yang sabar To, mungkin nanti kalau sudah dewasa, dan kalau ada jodoh.
SARINTO
Hahaha ya lah Van, jangan terlalu di pikircuma cinta monyet ini kok.
IRVAN
Yakin hanya cinta monyet?
SARINTO
BEAT
Tidak menjawab dan hanya menunduk sedih.
IRVAN
PO PROLOG
Aku lihat wajah Sarinto agak tertunduk sedih kali ini, saat aku bertanya tentang perasaan kepada Silvia yang nyaris sudah bertahun- tahun hanya bertepuk sebelah tangan saja tanpa kepastian.
CUT TO
SCENE 5. INT. RUANG KELUARGA — MALAM
CAMERA ON, ACTION
CAST: IRFAN, IBU DAN BAPAK
BAPAK
Van, besok kalau sudah besar kamu pengen jadi apa?
IRVAN
Maksud nya pak?
IBU
Eallah, nggak mudeng ini anak, kamu nanti kalau sudah besar mau jadi apa Van, mau jadi guru apa jadi polisi gitu.
BAPAK
Hahaha, nah itu loh cita-citamu nanti kalau gede mau jadi apa?
BEAT
Logat Jawa.
IRVAN
Aku pengen jadi polisi pak, atau ABRI seperti pakde Irwan itu loh.
IBU
Bagus Nang cita-citamu.
BAPAK
Ya, kalau mau jadi polisi atau ABRI, kamu harus serius latihan fisik Van mulai besok. Jadi ABRI atau polisi itu badan harus tinggi, gede, kuat, sehat selain harus pinter.
IRVAN
Iya Pak.
BEAT
Sambil masuk ke dalam kamar.
PO PROLOG
Baiklah, mulai sekarang aku harus mulai melatih fisikku, kesehatanku, biar setelah lulus Sekolah Menengah Atas nanti semuanya siap dan aku bisa lulus masuk dan menjadi yang aku inginkan. Menjadi tentara, menjadi seorang brimob atau apa pun itu sesuai yang aku cita-citakan sejak kecil sudah benar-benar menggebu di hatiku. Tidak menampik, ada rasa yang masih sama, dan jujur aku masih ingat dengan Silvia, walau sekarang sudah tidak seperti dulu betul-betul sudah mulai bisa melupakan. Atau terkadang ingin sekali aku pacu sepedaku untuk main ke rumah nya, mungkin untuk sekedar main atau benar-benar mengatakan aku suka dengan dia. Dan lagi -lagi aku belum berani mendekatinya lagi. Cukup, cukup diam dan terus mengaguminya, dan mencari kabarnya saja aku sudah sangat senang sekali. Mengaguminya dari kejauhan, mencintanya walau dalam hati.
CUT TO

SCENE 6. EXT. JALAN PERUMAHAN — SORE
CAST: IRFAN
CAMERA ON, ACTION
IRVAN
BEAT
Berjalanan menyusuri perumahan menuju depan rumah Silvia menggunakan sepeda.
PO PROLOG
Seperti hari ini, diam-diam aku sambil latihan fisik berkeliling menyusuri rumahnya, aku ingin mampir tapi aku takut, andai saja dia ada di luar.
BEAT
Sambil nengok ke rumah Silvia.
Tapi tetap sama, gadis ini sangat jarang keluar dari rumahnya, atau mungkin dari kamarnya jika tak ada teman-teman atau sahabat dia yang berkunjung. Dan aku entah kapan memiliki keberanian untuk main ke rumahnya. Menyapanya untuk sekedar bilang Halo Silvia apa kabar? Atau mungkin memiliki keberanian untuk bilang Silvia aku suka kamu sejak kecil. Dan aku harus puas hanya melihat rumahnya, pagar rumah nya atau gang dan jalan yang menuju rumahnya gokil, ya benar-benar lucu dan di luar keberanianku.
BEAT
Memandang rumah Silvia dan bergegas pergi mengayuh sepeda.
CUT TO
SCENE 7. INT. RUMAH SILVIA — SORE
CAST: SILVIA
CAMERA ON, ACTION
SILVIA
PO PROLOG
Sekarang aku sudah lulus dari Sekolah Dasar, nilaiku cukup baik walau memang ada perasaan kurang puas di hatiku karena gagal masuk sekolah terbaik. Dan hasilnya nilai teman-teman juga tidak seragam. Dan pastinya kami tidak bisa masuk ke Sekolah Menengah Pertama yang sama. Ada yang mau masuk SMP Negeri 1, SMP Negeri 2 SMP Negeri 3 Metro, atau mungkin SMP Negeri 4 Metro lain hal nya denganku yang berasal dari keluarga sederhana. Ingin masuk sekolah tidak akan bebas, harus mengikuti apa kata dan pilihan mama dan papaku, menghitung ongkos lah, biar hematlah cari sekolah yang dekat dengan lokasi kantor mereka. Ya biarlah, aku akan sekolah di sana saja yang sudah mereka pilihkan untukku, yang dekat dari kantor mereka dan mungkin aku bisa ke sekolah menggunakan mobil bersama-sama mama dan papa, kebetulan Chandra dan beberapa teman-teman lain mereka pun masuk ke sekolah yang sama denganku. Dan kami benar-benar terpisah-pisah kini dengan yang lain termasuk dengan Tian atau Irvan dua teman yang aku taksir itu.
CUT TO
SCENE 8. INT. ANGKUTAN KOTA – SIANG.
CAST: SILVIA
CAMERA ON, ACTION
SILVIA
PO PROLOG
Sekolahan yang baru dengan suasana baru, sekolahku cukup lumayan nyaman Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Metro. Dan seperti yang aku bilang aku selalu berangkat ke sekolah dengan mama dan papaku. Menyusuri perumahan-perumahan dari kampungku ke kampung-kampung yang lainnya menuju kota Metro. Di temani dengan mama dan papa, dan terkadang teman-temanku yang turut serta dalam mobil. Kebetulan ada Fitri, Chandra dan Nita yang masuk ke Sekolah Menengah Pertama yang sama denganku. Dan aku bersyukur hari ini kami bisa berangkat sama-sama.
FITRI
Vi bagaimana perasaanmu dengan Sarinto?
SILVIA
Ah Fitri, ya tetap sama Aku sih masih tidak suka, dan hanya menganggapnya teman saja.
FITRI
Oh, begitu ya? Kamu tidak merasa kasihan atau ingin beri Dia kesempatan mungkin.
SILVIA
Hahaha enggaklah Fit, akan kasihan dan mungkin akan mengecewakan kalau Aku berbohong kan ?
NITA
Yakin?
SILVIA
Iya, yakin Nita, Aku hanya menganggap Sarinto sebagai teman saja.
CUT TO
SCENE 9. EXT. JALAN PERUMAHAN – SIANG.
CAST: SILVIA
CAMERA ON, ACTION
SILVIA
PO PROLOG
Tidak menampik, ada rasa yang masih sama, dan jujur aku masih ingat dengan Irvan dan sedikit ingat dengan Tian sahabat kecilku, walau sekarang sudah tidak seperti dulu betul-betul sudah mulai bisa melupakan. Atau terkadang ingin sekali aku untuk ke rumah mereka, mungkin untuk sekedar main atau benar-benar mengatakan aku suka dengan dia. Dan lagi-lagi aku belum berani mendekatinya lagi. Cukup, cukup diam dan terus mengaguminya, dan mencari kabarnya saja aku sudah sangat senang sekali. Dan lebih terobsesi dengan kabar Irvan yang nyaris jarang aku dengar dan dapatkan kini.
BEAT
Mengayuh sepeda menyusuri perumahan menuju rumah Ima dan Irvan.
Seperti hari ini, ingin rasanya dapat mampir atau bertemu dengannya. Dan entah kapan aku memiliki keberanian untuk main ke rumahnya. Menyapanya untuk sekedar bilang, Halo Irvan apa kabar? Atau mungkin aku memiliki keberanian untuk bilang Irvan aku suka kamu sejak kecil, sayang aku harus puas hanya melihat rumahnya, pagar rumah nya atau gang dan jalan yang menuju rumahnya gokil.
BEAT
Kembali menatap rumah Irvan dari kejauhan dan kembali mengayuh sepeda untuk pulang.
CUT TO
SCENE 10. INT. RUANG KELAS SMA – SIANG.
CAST: IRVAN DAN AMELIA
CAMERA ON, ACTION
IRVAN
PO PROLOG
Hatiku sedikit kosong, rasa kecewa, kesal kepada diri sendiri, membayangkan Silvia memiliki seorang kekasih dan itu bukan aku. Aku pun berpikir untuk mencoba mencari tambatan hati lagi. Seperti yang kawan-kawan sering bilang, jika kita patah hati ya obatnya hanya satuseorang pengisi hati yang baru. Kebetulan di sekolah aku mulai dekat dengan sosok Amelia, ya dia lumayan mengingatkanku kepada Silvia. Amelia juga gadis yang cantik, dan ayu serta agak sedikit anggun dari Silvia. Mungkin untuk saat ini aku bisa mengatakan perasaan suka kepada Amelia, dan mulutku tidak terkunci seperti dulu lagi.
BEAT
Bergegas menghampiri kursi di dekat Amelia.
AMELIA
BEAT
Tersenyum melihat kedatangan Irvan.
IRVAN
Hai Mel, boleh kan duduk di sini?
AMELIA
Boleh.
IRVAN
Mel, sebetulnya ada yang ingin saya sampaikan nih.
AMELIA
Mau bilang apa sih Van, kok serius amat.
IRVAN
Tentang hati Mel...Mel, aku jatuh cinta sama kamu, apa kamu mau jadi pacar aku Mel?
BEAT
Sambil menggenggam tangan Amelia.
AMELIA
BEAT
Kikuk, dan menunduk, sambil melepas genggaman tangan Irvan perlahan.
Iya, Iya Amel mau jadi pacar kamu Van.
IRVAN
Serius Mel?
AMELIA
BEAT
Mengangguk.
IRVAN
Alhamdulillah...
CUT TO
Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar