Toko Buku Thomas
1. Bagian tanpa judul #1
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

Part 1 Toko Buku Thomas

 Thomas adalah seorang penulis di kota Boston, ia dan Lena memiliki toko buku sekaligus publisher untuk para penulis. Gelombang penulis di Amerika Serikat sangatlah besar mempengaruhi para penulis rookie atau para pemula untuk menyalurkan aspirasinya melalui sebuah karya tulisan, tulisan yang ada merupakan hasil tulisan yang digemari dan populer pada masa itu, yaitu tulisan-tulisan fiksi maupun kontemporer seperti tulisan karya Edgar Allan Poe dan tulisan karya Leo Tolstoy.  Namun, Thomas memiliki masalah karena kurangnya staff yang ia miliki, karena itu ia membuat sebuah bendera banner di depan tokonya yang bertuliskan “siapapun yang membutuhkan pekerjaan sebagai staf penulis di tempat kami, kami membutuhkan secepatnya, tertanda Thomas dan Lena”. Beberapa hari kemudian datanglah seorang pemuda yaitu William, dia berasal dari London, bermigrasi ke kota Boston untuk mencari pekerjaan atau suaka. “Benarkah ini alamat toko buku Thomas?” tanya William kepada Emma resepsionis di toko buku itu, “ya benar inilah toko bukunya, ada yang anda cari tuan?” tanya Emma. “Oh beberapa teman di komunitas saya yang bermukim di pecinan memberitahu kami bahwa ada toko buku yang membutuhkan staff penulis, saya merupakan penulis di jurnal London namun pekerjaan itu saya tinggalkan karena saya bermigrasi ke kota ini dan saya sedang membutuhkan pekerjaan ini” “baiklah” jawab resepsionis “anda langsung saja ke ruang publisher di lantai 4, ketuk saja pintu kantor utama lalu tanyakan pada sekretaris di mana kantor Thomas” “Baiklah, terima kasih”. William pun pergi menaiki tangga hitam kayu ke lantai 4. Setibanya di ruangan kantor, William diberi beberapa pertanyaan mengenai pekerjaan apa yang dilakukan di jurnal London, William menjawab bahwa dirinya merupakan penulis beberapa novel fiksi yang diterbitkan oleh jurnal London. Thomas bertanya kepada William salah satu novel yang ia tulis di jurnal London, lalu ia bercerita tentang salah satu novelnya kepada thomas, novel ini bercerita tentang keadaan di kota London pada masa kecilnya, orang tuanya merupakan seorang buruh di salah satu pabrik sepatu di daerah industri bagian utara kota London. Buku itu diterbitkan oleh jurnal London sebagai novel fiksi drama dan thriller berjudul “ayahku dan baju lusuhnya” “setiap hari ayahku pergi ke pabrik memakai seragam berwarna kuning dan coklat, setiap pagi kami sarapan bersama dan menghabiskan sarapan dengan beberapa topik yang kami bicarakan bersama kakak dan adik perempuanku” William pun berkata bahwa kehidupan di London tak begitu mendukung karirnya sebagai seorang penulis. Thomas langsung memberikan tawaran pekerjaan padanya di hari itu juga, namun dengan sebuah syarat, “ceritakan setiap kisah dari novel itu kepada saya setiap pagi sebelum kantor kami buka pukul 10.00”, William langsung mengiyakan syarat tersebut. Keesokan harinya di kantor, ada seorang pelanggan bernama Di Caneo yang merupakan jurnalis di Kota Boston menemui Thomas pada pagi hari. “Apakah kamu dapat membantu saya dalam penulisan beberapa cerita pendek di Jurnal kami?” Di Caneo bertanya pada Thomas. “Cerita apa yang anda maksud tuan Alfredo?” Thomas lalu mengambil beberapa cetakan dari meja kerjanya, sebuah map yang berisikan karya para penulis rookie, dan diserahkan pada Di Caneo karya yang pernah ia baca berjudul “Berburu Rusa di Alaska”. “Adakah cerita pendek untuk kolomku yang tak berbau senjata?” Di Caneo menunjuk pada salah satu lembar di meja sambil menahan kacamatanya. “Aku belum membaca sebagian lagi dari para penulis, mungkin aku akan mencarikanmu satu”. Diketuknya pintu kantor Thomas dipagi itu, “Halo aku kesini untuk memberikan cerita yang menjadi syaratku kemarin”, “Oh, Masuklah, ini William staf baru kami” Thomas mengenalkan William kepada Di Caneo. “Senang berjumpa dengan anda Tuan”, sahut William, “Senang juga bisa berkenalan denganmu William”. “Dari aksenmu pasti anda baru tiba dari Inggris”, Di Caneo sambil menatap ke Arah Thomas lalu menyingkap bajunya dan memegang sebuah lembar tulisan. “Saya baru satu minggu di sini tuan”, ujarnya. “Apa yang anda lakukan sebelum anda datang kemari?” Tanya di Caneo. “Saya merupakan seorang staf di jurnal London Tuan”. “Oh, baguslah kalau begitu sangat cocok anda bekerja disini bersama Thomas” sahut Di Caneo, “baiklah anda berdua selamat bekerja, jangan lupa menghubungi saya jika mendapat cerita yang menarik”, Di Caneo bergegas pergi, namun ditahan oleh Thomas. “Tuan Alfredo, saya kemarin membuat syarat kepada William bahwa ia akan bercerita tentang novelnya kepadaku”. Di Caneo pun langsung berkata “tentang apa Novel ini William?”, “Baiklah saya akan memulainya” jawab William, “tunggu dulu saya akan membuat kopi dan memesan beberapa bagel untuk kita sarapan sebelum ceritanya dimulai”, Thomas lalu memanggil sekretarisnya. “Ceritakan William tentang apa Novel ini?”, tanya Di Caneo, “Novel ini bercerita tentang masa kecil pemuda di sebuah daerah Industri di kotanya yaitu pinggiran kota London bagian Utara”. “Mari kita mulai ceritanya”, beberapa kopi dan bagel sudah tersedia di kantor Thomas.

Cerita dimulai. Pada hari itu 18 Februari 1889 di sebuah apartemen yang padat di London, ada sebuah keluarga yang sangat berharap pada ayah sang kepala keluarga, ayah mereka merupakan seorang buruh di perusahaan sepatu kulit. Yang dikenal sebagai Oxford Shoe Inc Ltd. Setiap hari ayah mereka pergi untuk bekerja dari jam 7 pagi hingga 8 malam. Setiap malam istri dan anak-anaknya menunggu kepulangan ayahnya, namun setelah pukul 10 malam mereka sadar bahwa Ayahnya tidak pernah pulang selarut ini. “Oh, saya akan menceritakan bagaimana lingkungan di apartemen tersebut, sebelum cerita ini saya lanjutkan”. “Okay terserah padamu, kami menyimak” kata Thomas.

Mereka bertetangga dengan sebuah keluarga dari Pakistan dan beberapa keluarga dari India. Karena kebutuhan yang wajib dipenuhi seluruh keluarga di kota London, mereka hidup dalam serba kesulitan atau keterbatasan ekonomi dan jauh dari kata ketersediaan. Namun disaat yang bersamaan mereka hidup dalam keharmonisan, saling tolong menolong dalam berbagai hal. Saat tahu kami dalam masalah, mereka bertanya, “Apa yang terjadi sehingga anak - anakmu menangis Keira? Tanya seorang perempuan dari sebelah apartemen, seorang wanita memakai jilbab asal Pakistan ini kemudian menenangkan seorang anak laki-laki dari keluarga Keira, dan berhasil membujuk mereka agar berhenti bersedih dengan membawa beberapa kudapan khas timur. Oh Ayah kami belum pulang, kami telah kehilangan dia beberapa jam lalu. Seorang perempuan itu lalu memanggil suaminya untuk membantu mencari ayah mereka, suami Keira. Lalu mereka bergegas (Keira dan pasangan Suami istri itu) ke arah tempat suaminya bekerja, tak disangka 2 blok di ujung gang tempat kawasan tinggal mereka, ada sebuah tubuh terkapar di jalan, yaitu Suami Keira, dan ia langsung bergegas mengangkat tubuhnya keatas namun tak ada tanda-tanda suaminya itu masih hidup. Lalu mereka segera melarikan suaminya ke klinik terdekat dari blok tersebut. Ada bekas tusukan di bagian perut suaminya, Keira tak berhenti menangis sepanjang jalan. Di klinik, telah di diagnosis bahwa suaminya itu tewas meninggal sekitar 4 jam yang lalu atau pukul tujuh. Hari itu merupakan hari kenaikan gaji dan tunjangan di Pabrik. Sebelum tertusuk, suami Keira telah pergi ke suatu tempat sebelum menuju ke rumah. Sejak saat itu keluarga yang satu-satunya bertumpu pada ayah mereka pun harus kehilangan tulang punggung keluarga. Akhirnya Keira tak mampu membiayai anak-anaknya sekolah dan harus kerja serabutan, mereka keluar dari sekolah, anak terbesarnya yaitu perempuan harus pergi bekerja bersama ibunya dan kedua adiknya seorang laki-laki dan perempuan dititipkan pada keluarga Pakistan ini yang bersebelahan apartemennya.

“Lumayan membuatku menjadi iba” ujar Thomas kepada William, “Ayo lanjutkan aku masih penasaran” sahut Di Caneo. Waktu menunjukan pukul 11.30 disana. “Seingatku ini hampir jam makan siang, bagaimana jika kita makan siang bersama” ujar di Caneo. “Baiklah” jawab Thomas, “Kaupun juga ikut William, kita berbincang-bincang tentang novelmu kepada kami”.

Setibanya di restoran, disudut blok toko buku Thomas, mereka meneruskan ceritanya sambil menyantap makan siang.

 

Willam merupakan seorang buronan dari penadah dan penjamin uang di London. William lari dari kejaran para debitur melalui dermaga Liverpool lalu menyebrang ke Boston. Ia berbohong kepada Thomas, bahwa William sebenarnya melihat banner di depan toko pada hari yang sama ia melewati toko saat pertama tiba di kota Boston, ia bukan berasal dari Pecinan di Boston, dan tak memiliki komunitasnya disana. Ia merupakan penjudi dan penadah di London. Di distrik bawah tanah ia disebut William sang Shakespeare, karena ia pandai bercerita tentang dagangan hasil curiannya kepada setiap pembeli agar mereka mau menawar tinggi setiap barang yang ia jual. Diapun berbohong pernah bekerja sebagai penulis novel di London Journal. Satu-satunya hal yang William tak dapat berbohong kepada Thomas adalah namanya, William, atau nama aslinya Abraham Williamson.

Sebelum melakukan bisnisnya sendiri, Thomas merupakan penulis senior di kota Boston atau di koran harian Boston. Dia membuat kolomnya sendiri atau artikel mengenai literatur, sajak, seni, drama, essay, novel, ataupun budaya Eropa lainnya. Ia sering bepergian ke setiap Negara bagian di Eropa untuk mendapat dukungan tulisannya di artikel Boston Journal. Selama bekerja sebagai Columnist, ia sering melakukan perjalan ke London hampir 2 kali dalam setahun, dan dia belum pernah mendengar nama William di jurnal London sebelumnya. Maka dari itu ia menawarkan syarat kepada William untuk menceritakan beberapa kisah dari Novelnya. Sampai pada akhirnya William menyetujui syarat tersebut agar dapat bekerja di kantornya.

Ringkas cerita setelah makan siang, mereka akan melanjutkan alur novelnya esok hari.

 

Selama di Boston, William tinggal di sebuah hotel dekat dermaga. Di hari kedua William bekerja di kantor Thomas, ada beberapa pria berbadan sigap dan satu pria mungil datang ke Kota Boston, mereka mendengar dari teman William di London bahwa William lari ke Boston melalui dermaga Liverpool. Mereka adalah para debt kolektor asal dimana William meminjam uang ke seorang kreditor untuk para debitur. Mereka mendatangi seluruh hotel di Boston dan mendatangi tempat casino, tempat hiburan lainnya di kota Boston. Singkat cerita datanglah 2 pria berbadan sigap dan satu pria mungil di depan meja resepsionis hotel dimana William menginap, di dapati lah William disana di kamarnya. Setelah beberapa pria mengetuk pintu kamarnya, ia sadar bahwa mereka sedang ditugaskan untuk mencarinya di Kota Boston. Lalu ia bergegas pergi ke kamar mandi di dalam kamar hotel dan ditemukanlah celah jendela kecil di dinding, iapun menerobos kaca di dinding tersebut lalu kemejanya bercucuran darah setelah terjatuh dari lantai 3 melewati tangga darurat di belakang hotel. Iapun segera berlari menjauh dari hotel dengan hanya membawa jaketnya, ia lupa tak membawa uang yang ia simpan dilemari untuk persediaan di Boston. Di teroboslah pintu kamar hotel itu, dan mereka tidak menemukan William kecuali jendela kaca yang rusak di kamar mandi hotel.

 

Part 2 William, Kehidupan di London.

Dalam sebuah parade yang diadakan dewan walikota, sebuah festival seni dan budaya dimeriahkan artis atau seniman dari kota Paris dan Brussel yang diselenggarakan di London. Beberapa seniman menampilkan berbagai Opera ataupun teater disini. Selama 2 Minggu penuh kota ini dipadati warga lokal maupun mancanegara, yang tak aneh lagi jika kota yang dulunya gelap gulita menjadi kota penuh penerangan, tahun-tahun yang indah sebelum meletusnya perang dunia pertama. Di sebuah jalanan dunia bawah tanah terdapat pemuda yang dikenal William sang Shakespeare. William atau anda bisa menyebutnya Shakespeare saja, menjual barang-barang mewah kelas atas seperti ukiran permata batu Rubi, atau barang-barang kelas atas lainnya yang hanya bisa diakses oleh para bangsawan di London dan sekitarnya. Ada seorang bangsawan sekaligus seniman asal Paris bernama Cameron Le Blanc, dia melakukan kegiatan di London karena undangan dari seorang bangsawan dewan Walikota. Saat tiba di London, Le Blanc dijemput oleh pengawal kerajaan bernama Styles. Styles merupakan seorang pesuruh Harry, seorang bangsawan di London. Di dalam kereta, Le Blanc bertanya pada Styles, “dimana saya bisa membeli barang untuk dibawa kepada keluargaku di Paris?”, Barang yang dimaksud seperti perhiasan. “Saya tahu beberapa tempat”, ujar Styles kepada Le Blanc. “Baiklah, bisa saya antarkan ketempat itu sekarang?”, ujar Le Blanc. “Mungkin anda bisa kesana setelah kita makan siang bersama kami di villa”, ujar Styles. Setibanya di villa, merekapun segera bertolak kembali ke tempat yang dibicarakan. Saat di kereta, mereka berbincang, “Saya ingin sebuah lukisan-lukisan atau seperti perhiasan dan pajangan untuk isi rumah”, ungkap Le Blanc. “Baiklah”, jawab Styles. Styles pun membawa mereka ke sebuah distrik padat penduduk di Kota London, yang sangat jauh dari lokasi Villa. Di distrik tersebut terkenal dengan tempat hiburan seperti casino dan beberapa bar. Ada sebuah toko didepannya merupakan toko jam dinding, merekapun tiba dan langsung masuk ke sebuah toko tersebut. Di dalam toko ada lorong menuju tempat yang dimaksud oleh Styles. Mereka menemukan beberapa penjual lengkap dengan barang yang dijualnya seperti barang antik, sutra, kulit, perhiasan, dan beberapa barang mewah lainnya. “Inikah tempat yang dimaksud itu?” Le Blanc bicara dengan nada yang agak malu-malu. “Benar inilah tempatnya”, ujar Styles. “Saya ragu apakah dagangan ini Legal”, Le Blanc bebisik pada Styles. “Tentu saja”, jawab Styles, “saya kenal beberapa pedagang disini”, Styles berencana untuk membawa Le Blanc ke lapak William. William tidak sengaja menoleh ke arah Styles, lalu Styles mendekatinya, “apakah anda memiliki barang-barang yang menarik?” tanya Styles kepada William. “Tentu saja, ada sebuah perhiasan dari Cina, Persia, Mozambik, dan masih banyak lainnya, Apa yang anda cari tuan?” tanya William kepada Le Blanc dan Styles. “Ayo tanyakan saja”, ujar Styles kepada Le Blanc, Le Blanc pun berkata, “bisakah anda memperlihatkan seluruh perhiasaan yang anda miliki?, mungkin saya akan berminat pada satu”. “Okay terserah anda tuan, silahkan”, William memperlihatkan kepada Le Blanc Seluruh perhiasan itu. “Adakah yang anda sukai tuan?”, Tanya William, “Oh mungkin saya akan kembali besok”, jawab Le Blanc. “Baiklah, saya selalu ada di toko ini setiap saat pada jam kerja” jawabnya, William pun memastikan kembali barang yang telah ia keluarkan agar dapat di masukan ke tempat semula, “tunggu tuan Le Blanc dan Styles anda berdua jangan pergi dulu”, “ada apa?” jawab Le Blanc, “aku kehilangan 2 perhiasan”, ungkap William. Mereka berdua terkejut, “apa benar ada yang hilang?” Tanya Styles. “Benar, ada 2 perak dari Australia yang hilang yang aku tunjukan pada kalian”, William memastikan. Keduanya terheran-heran, lalu Le Blanc bertanya “berapa harga kedua perak tersebut?”. “Sekitar 75 pounds” jawab William. “Oh, sangat mahal”, ujar Le Blanc, “Benar, karena kita tak akan mendapatkannya dimana pun di Inggris”, ungkap William. Akhirnya Le Blanc mau tak mau harus membayar. Setibanya di Villa Le Blanc Heran mengapa 2 perak perhiasaan barusan bisa hilang padahal ia barusan hanya menggenggam beberapa. Lalu ia coba ingat-ingat kembali. Ternyata saat mereka melihat-lihat perhiasan di toko, Styles secara sengaja mengecoh Le Blanc agar mencuri perhatiannya saat mengenggam perhiasan lain. Lalu ia mengambil perhiasan perak dari tangan lainnya. Saat itu Le Blanc sadar telah dipermainkan oleh Styles.

Malam itu setelah kedatangan Le Blanc dan Styles ke toko William, William secara sadar telah memperdaya Le Blanc dengan karangan perak Australia nya, namun ia tidak tahu bahwa Styles mencuri perhiasan perak itu. William langsung menuju casino terdekat dengan uang yang diterima dari Le Blanc. Pada malam itu juga Le Blanc mencari Styles untuk dimintai pertanggungjawaban. Namun Styles pada saat itu menghilang dari kota London, ternyata perak yang dimaksud adalah perak hasil curian yang sangat bernilai tinggi. Styles pun berencana menjualnya kembali hingga 10.000 pounds. Styles orang kepercayaan atau pesuruh yang mengawal Le Blanc lenyap ditelan bumi. Keesokan harinya Le Blanc langsung menuju tempat dimana William bekerja, Lalu bertanya “apakah anda memiliki hubungan dengan Styles?” Tanyanya, William menjawab, “Saya mengenalinya karena membawa kami beberapa pelanggan ke toko ini”, jawab William. Le Blanc pun pergi ke tempat dewan walikota untuk melakukan pertemuan. Disana ia bercerita tentang Styles yang menghilang dan sebuah toko tertutup untuk para bangsawan. Dua Perak yang dimaksud adalah perhiasan Perak turun temurun dari keluarga bangsawan Inggris yang akan di lelang ke Eropa untuk ditempatkan di Museum. Namun kini perak itu dicuri dan dijual penadah. William tak tahu perhiasaan perak tersebut merupakan hasil curian di sebuah lingkungan bangsawan di Inggris, yang ia tahu pencuri itu bilang, bahwa perak itu ia dapatkan dari Australia sejak bekerja disana.

Okay sampai disitu dulu, kembali ke Boston

 

 

Part 3, Police Metro

Pengejaran terhadap William oleh ke 3 debt kolektor tidak hanya sampai disitu. Mereka terus dan terus mencari. William pun dipastikan tak masuk kerja pada hari itu. Ternyata ia ada di dermaga untuk pulang ke Inggris, untuk lari dari kejaran para debt kolektor. Setibanya di dermaga Boston, ia sudah berjanji akan bercerita setiap hari pada Thomas tentang novel karangannya, lalu saat sudah berada di deck kapal, ia mengurungkan niatnya kembali ke Inggris, karena ia sadar ia tak akan menemukan tempat yang lebih baik disana dibandingkan di Boston, ia menemukan tempat dimana seseorang dapat menerimanya. Akhir kata iapun pergi ke kantor dengan kemeja berlumuran darah akibat terjatuh di tangga darurat hotel saat melarikan diri dari kejaran orang-orang yang sedang mencari dirinya. Thomas bertanya, “Mengapa anda terlambat masuk kerja?”, “Aku barusan terjatuh dari tangga” jawabnya. “Bawalah uang ini dan belilah kemeja barumu”, Thomas memberi uang kepada William karena kasihan melihatnya dengan kemeja kotor berlumuran darah di dekat saku kiri celana Willliam yang agak tertutup oleh mantelnya. “Terimakasih Thomas, aku berhutang banyak padamu”, William menegaskan komitmennya untuk bekerja lebih giat, Thomas hanya tersenyum. William bekerja sebagai juru tulis dan mengoreksi bagian kata yang kurang tepat untuk ditunjukkan kepada Thomas. Waktu pun berlalu sudah menunjukkan angka 7.00pm lalu Thomas memanggil William, “Anda datang terlambat hari ini, apakah anda bisa bercerita tentang kelanjutan novel anda malam ini? Saya tahu suatu tempat di kota dimana kita bisa bicara”, kata Thomas. “Oh baiklah, tapi saya tidak bisa bicara di tempat umum seperti restoran atau yang lainnya” jawab William. “Bagaimana jika dirumah saya, anda bisa menginap disana jika anda mau?” tanya Thomas, tidak berpikir panjang William pun mengiyakan karena memang hotel bukan tempat yang aman malam ini. Pergilah keduanya berjalan kaki menuju kediaman Thomas. Di rumah, mereka disambut oleh anak-anak Thomas yang masih balita. Keduanya merupakan anak kembar laki-laki. Setelah makan malam, mereka melangsungkan perbincangan saat anak dan istri Thomas telah istirahat. Thomas dan William berada di kantor kecil milik Thomas yang terdapat rak buku seperti perpustakaan mini di rumahnya. “Ayo lanjutkan novelmu” ujar Thomas, “kemarin kita telah sejauh mana?” Jawab William. “Tentang keluarga di sebelah apartemenmu”, kata Thomas. “Baiklah” jawab William, Cerita dimulai, Kedua anak itu ditinggalkan oleh ibu dan kakak kandungnya karena bekerja, jadi mereka diasuh oleh keluarga Pakistan, mereka diajarkan untuk cara makan dengan tangan, karena mereka memang makan dengan tangan, khas orang timur yang senang makan bersama-sama dengan menggunakan tangan, juga belajar bahasa urdu yang mereka pergunakan sehari-hari. Kedua anak itu tinggal di keluarga Pakistan selama bertahun-tahun sampai akhirnya mereka remaja dan akhirnya mereka bergaul dengan lingkungan pedagang di kota London, bagaima cara berdagang yang dilakukan turun temurun oleh kakek buyut mereka, sampai anak-anak itu terlatih dan membuka usahanya masing-masing di usia remaja. Mereka menjual pakaian, kain sutra, perhiasan, pernak pernik. William sadar sedang membicarakan masa lalunya. Sampai kedua anak itu bertanya, “mengapa ayah meninggal saat itu?” tanya mereka kepada kakak perempuan dan Ibunya. Keira bilang bahwa ayahnya saat itu kelelahan sehingga pingsan di jalan. Namun mereka tidak mempercayai ibunya begitu saja, mereka mencari tahu lewat orang disekitarnya yaitu salah satu keluarga di sebelah rumahnya, yaitu anak tertua dari keluarga Pakistan yang menjadi sahabat mereka dari kecil. Jamal pernah mendengar, tentang kematian ayah mereka bahwa ayah mereka ditusuk saat dijalan. Tapi Jamal bilang pada mereka agar mereka merahasiakan tentang hal ini pada ibunya (Keira) sekalipun. Lalu kemudian kedua kakak beradik ini bertanya ke Metro London Police mengenai kejadian di 18 Februari 1889 tersebut yang menimpa ayahnya, dan memberi tahu kepada petugas polisi di meja resepsionis bahwa mereka adalah anaknya. Salah satu orang di kepolisian mendengar hal itu lalu memanggil mereka, “Kemarilah” kata letnan Bridge, Letnan Bridge merupakan komandan yang mengusut kasus tersebut, akibat banyaknya aksi penusukan di London Utara di tahun tersebut.

 

Part 4 ayahku, dan baju lusuhnya

18 Februari 1889 Sebelum ditemukan tewas di jalanan, Suami Keira membeli beberapa kudapan dan roti di dekat pabrik dimana ia bekerja. Detektif Bridge sebelum menjadi seorang Letnan, merupakan detektif Scotland Yards yang ditugaskan mengurus dan mengusut kasus kriminal umum seperti pembunuhan, pencurian, dan tindakan korupsi juga suap. Asal mula penusukan yang menimpa suami Keira ditindak lanjuti oleh kepolisian metro dan dipimpin langsung oleh Detektif Bridge. Mereka menyimpulkan bahwa kematian beberapa korban di London memiliki motif yang sama yaitu pencurian barang berharga seperti uang dan perhiasan, akan tetapi motif ini terbilang lemah karena tak semua yang dijadikan korban adalah orang yang memiliki kekuatan finansial, namun ada juga beberapa korban yang tewas akibat pembunuhan yang dianggap tak wajar seperti yang menimpa suami Keira. Kepolisian metro melalui koran harian London menerbitkan pesan, melarang setiap individu untuk berkeliaran di jalanan setelah gelap. Larangan itu tak berlaku pada pekerja di pabrik, karena harus pulang larut dan jam kerja yang padat. Lalu pada awal tahun 1900an kasus itupun akhirnya dianggap kadaluarsa oleh para jaksa dan juri, dan mereka (kepolisian Metro) tak melakukan penyelidikan apapun setelah itu. Ayah William merupakan sosok jenaka dan periang, namun karena ia menikahi Keira di usia yang sangat muda, jadi ia tak pernah merasakan keluar dari krisis keterpurukan ekonomi keluarganya, sehingga ia tidak dapat pergi kemanapun yang ia suka dan menetap di London sampai akhir hayatnya. Keira merupakan anak perempuan bangsawan di London, keluarganya merupakan tuan tanah di sekitar Brighton. Karena Keira memutuskan untuk menikah muda dengan orang kelas pekerja atau buruh, ia keluar dari status bangsawan. Cinta itu membutakan mata manusia, dan dengan bahasa tersirat merekapun menjalin hubungan sampai pada akhirnya keduanya tak memiliki restu. Anak pertama mereka adalah perempuan, kakak William, dan tak berselang dua tahun William hadir ke dunia, adiknya yang juga perempuan lahir sekitar satu tahun kemudian. Sepertinya letnan Bridge masih penasaran karena dua remaja itu kembali menanyakan kasus yang menimpa ayahnya dan masih belum ditemukan hasil maksimal oleh kepolisian metro. Pengungkapan kasus tersebut dinilai akan menaikan pangkat sang letnan. Jadi dia dengan sukarela menyelidiki dan berharap bisa menyelesaikan kasus ini tanpa dukungan kejaksaan. Sekitar delapan sampai sepuluh bulan kemudian, akhirnya letnan Bridge berhasil mendapatkan petunjuk baru, yaitu ia mendapatkan sebuah Koran terbungkus di sebuah apartemen yang ditinggal oleh pemiliknya, di dalamnya terdapat sebuah celurit dan perkakas lainnya untuk melakukan aksinya. Di daerah pemilik apartemen itu, termasuk daerah kelas atas. Nama pemiliknya bernama Yann, seorang expatriat bangsawan asal Amsterdam. Tidak diketahui keberadaannya saat ini, hal itu memicu sang letnan untuk mencarinya ke Belanda. Tak terasa menuju pagi, jam di kantor Thomas menunjukan pukul satu. Akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan cerita tentang novel itu sampai akhir.

 

Part 5 Letnan Bridge

Setibanya di Amsterdam, Letnan Bridge mencari keberadaan Yann melalui beberapa relasinya di Interpol. Dan ditemukanlah alamat Yann, yaitu di distrik Borjuis tak jauh dari lingkungan kerajaan Negeri Belanda. Sebuah rumah dengan ukiran indah di depannya, terdapat kebun yang hijau dihiasi pagar setinggi tiga meter itu merupakan rumah Yann. Yann adalah seorang dokter dan juga bangsawan, dia terinspirasi dari Jack The Ripper karena membunuh korbannya hanya disaat malam, dia ternyata mengidap gangguan mental sejak ditinggal oleh istrinya yang meninggal akibat kecelakaan kereta antara Roterdam dan Brussel. Yann memutuskan pergi ke London untuk mencari suasana baru. Yann meninggal dunia April 1900 atau delapan bulan setelah letnan Bridge menemukan apartemennya. Keluarga Yann yang lain, Rona dan Decamp adalah anak dari Yann. Mereka berusia 20 tahun dan 13 tahun. Rona bercerita ketika ayahnya meninggalkan Decamp yang masih balita kepada pengasuh mereka, Decamp setiap hari selalu menangis dan bertanya dimana ayah - Ibu mereka. Kasuspun terungkap, tapi belum jelas apakah Yann pelaku dari pembunuhan Ayah William. Letnan Bridge kembali ke London, dan menceritakan kepada anak- anak Keira yang ia dapat dari seluruh informasi hasil penyelidikannya selama di Amsterdam. Karena belum menemukan pencerahan lain, Letnan Bridge memutuskan untuk mengangkat kasus ini kembali, kali ini lewat kemudi Jaksa agar mendapat dukungan penuh dari kepolisian metro. Akhirnya didapatkan beberapa nama tersangka pembunuhan di tahun 1889, beberapa nama termasuk karib dari keluarga Keira yaitu Edison. Tak percaya bahwa Edison adalah pembunuh Ayah mereka, karena Edison selalu baik pada keluarga kami, namun justru didapat dari berbagai sumber dan bukti, ternyata Edison lah pembunuh ayah mereka. Akhirnya Edison dijebloskan ke penjara seumur hidup oleh jaksa dan juri, didakwa dengan pasal ganda yaitu pembunuhan dan pencurian harta benda dengan cara disengaja. Edison adalah sahabat dari almarhum suami Keira. Dia bekerja di Pabrik yang sama, yaitu di Oxford Shoe Inc Ltd. Edison dan ayah William telah bersahabat sejak kecil. Karena kebutuhan mendesak akibat dililit hutang, Edison membunuh sahabatnya sendiri yaitu suami Keira atau ayah William dengan menggunakan celurit dan sebuah tali di leher untuk membuatnya pingsan, sehingga harta benda korban langsung dibawa kabur, berupa uang dan perhiasaan untuk Keira. Kasus terpecahkan.

Part 6 Pengejaran Terakhir.

Novel itu habis diceritakan. Keesokan harinya, mereka berangkat ke kantor, Thomas langsung menuju kantornya, William menuju toko penjahit kemeja. Merekapun berpisah di tepi jalan tiga blok dari toko buku Thomas. Jam menunjukkan pukul 9.00 dan toko penjahit baju belum buka, akhirnya William pergi ke salah satu Café disana, yaitu Café Limburg. Di café ada tulisan “bayar sebelum mengambil”. Di meja prasmanan, terdapat donut, bagel dan beberapa croissant juga lengkap dengan cangkir kopi dan teh susu. William mengambil beberapa koin disakunya yaitu sekitar 18 cent. Ia pun duduk di depan meja sebelah kaca. Saat tengah menenggak air mineral dan secangkir kopi, ia mendapati ketiga debt kolektor tengah masuk ke kafe tersebut untuk sarapan, karena memang setiap café di kota Boston sangat padat, jadi tak heran tak begitu mudah mendapatkan café yang buka di pagi hari. Mereka tidak menyadari keberadaan William, karena William pun tak tahu wajah orang yang mengejarnya. Akhirnya salah satu dari ketiga kawanan debt colector menyadari keberadaan William di Café itu, lalu melepaskan tembakan kearah wajah William. William akhirnya mati dan terkapar diatas meja makannya. Ketiganya berlari agar terhindar dari kejaran polisi Kota Boston. Merekapun meninggalkan kota menuju dermaga, dan langsung meninggalkan Amerika Serikat menuju Inggris.

Sadar akan ketidakhadiran William dihari dimana ia harus bekerja, Thomas pun mencari ke tempat penjahit tersebut dan tidak ditemukan William disana. Ternyata beberapa pengunjung sedang membicarakan orang yang terbunuh di pagi hari di café Limburg. Ternyata orang yang dimaksud adalah William. Polisi Kota Boston menduga William adalah korban pembunuhan oleh orang tak dikenal yaitu beberapa pembunuh bayaran oleh debitur. Pada saat itu juga dilangsungkan autopsi dan mayat William langsung di kebumikan oleh keluarga Thomas di daerah dekat bukit di pinggiran Kota Boston. Untuk mengenang jasanya yang telah menceritakan ‘Novel karangan’ William, Thomas berencana untuk mempublikasikan di departemennya sendiri yaitu Thomas and Lena, Publisher. Setelah dirilis, buku novel itu menjadi novel kriminal terpopuler dimasanya, menceritakan kisah tentang anak muda Pemberani di Kota London sebagai detektif dan penegak keadilan. Baik di kota Boston maupun di kota London, novel itu adalah novel yang paling dicari di Amerika Serikat dan Eropa karena ketegangannya yang penuh friksi. Disebutkan juga pengarang atas nama Abraham Williamson. Selesai

 

Season 2

Part 1

Le Blanc

Setibanya di Paris, Marcelo Le Blanc berjumpa dengan Pengacaranya Adebayo. Adebayo ditugaskan untuk mencari Styles yang membawa kabur dagangan William ketika Le Blanc sedang mengadakan pertemuan dengan dewan walikota.

Kota Paris

Adebayo merupakan pengacara yang memiliki karisma dengan pesona menawan, familiar diantara para bangsawan di Versailles. Semerbak bunga di mansion milik Andoujar Ceres yang letaknya diantara Paris 1st dan 8th arrondissements. Adebayo datang menemui Andoujar dengan Mercedes Benz tahun 1912 miliknya.’’ Apa kabar Tuan Ceres?’’. ‘’Hai, ternyata anda Adebayo, wuih mobilmu keren nih…”. Adebayo adalah Pria berkebangsaan Prancis keturunan Senegal-Prancis-Burkina Faso, Ayahnya dari Nice dan Ibunya dari Senegal. Ayah Adebayo adalah seorang kepala kepolisian di Metro Paris, menikahi seorang perempuan pegawai kantin di kantor kepolisian Metro Paris. ‘’Mari masuk, aku akan menyiapkan sarapan untuk kita berdua” keduanya masuk ke mansion milik Andoujar. Andoujar tidak memiliki istri, namun memiliki anak angkat bernama Stefani Ceres. Stefani diasuh oleh salah satu pegawai atau asisten rumah tangga di Mansion Andoujar. Andoujar memiliki 18 pegawai di Mansionnya, 8 orang menjadi pegawai bersih-bersih dan berkebun, 5 orang bertugas di dapur, 2 orang menjadi pengawal pribadi, 3 orang menjadi pesuruh. Andoujar dikenal sebagai orang yang boros dan royal, gemar mengadakan pesta, gaya hidup ala borjuis sudah menjadi kehidupan sehari-hari. Ketiga orang pesuruh Andoujar, tak segan-segan melakukan pekerjaan kotor untuknya. Saat mengetahui kesulitan yang dialami klien Adebayo, yang tak lain tak bukan adalah Marcelo Le Blanc, maka pada saat yang sama di hari itu juga mereka bertiga ditugaskan mencari Styles di setiap acara lelang museum di Eropa. Tepat dua hari lagi ada acara lelang di Polandia, ketiga pesuruh itu tak lama-lama langsung di hari itu menuju ke tempat dimana acara lelang dihelat. Nasib manis kepada mereka bertiga, Nasib kurang baik bagi Styles, yang dimana pada saat acara lelang dimulai, dimuat pertama oleh agen lelang dari sebuah barang yang dimiliki oleh Styles. Permata itu dinamakan ‘Ruby from the earth of Mother Jane'. Ketiga orang itu langsung menawar dengan harga tertinggi yaitu sekitar 80.000 euro untuk kurs hari ini. ‘’Oh, inilah pemenangnya” Agen lelang memukul palu tanda berakhirnya penawaran. Di penawaran kedua, agar tidak menimbulkan kecurigaan, mereka bertiga berpura-pura untuk melakukan penawaran secara pasif. Setelah berakhir acara lelang, uang dibayarkan ke kasir dan mereka bertanya siapa yang memiliki ruby ini, pihak panitia berdalih nama penjual seharusnya dirahasiakan, lalu salah satu dari mereka memberi 100 euro untuk seorang penjaga kasir. “Ini untukmu, jangan membuat kami melakukan yang tak ingin kami lakukan untukmu” ujar salah satu dari kelompok ini. “Baiklah, nama pemiliknya Duke von Styles” sambil menjulurkan tangan, meminta uangnya. “Ah, ini untukmu” “kami minta alamat dimana ia tinggal selama di Warsawa?” sambil memberikan 100 euro lainnya. “Alamatnya di apartemen Ldowski jalan Vuvia no 6”. Duke von Styles sengaja bekerja dengan Harry selama di London untuk dekat dengan kaum bangsawan. Padahal Styles telah mengincar permata itu sejak lama, sebelum permata itu dicuri oleh penadah di kediaman bangsawan Birmingham. Duke von Styles adalah seorang seniman perhiasan di London. Dia melakukan percobaan dengan berbagai pola untuk memiliki permata Ruby itu. Akhirnya ia menemukan cara dengan alibi seorang pelayan. Ketiganya langsung menuju apartemen yang dimaksud.

Styles

Menjadi seorang kolektor permata menjadi sebuah kesenangan tersendiri bagi Styles. Tujuannya adalah sekedar untuk dijadikan alat pemuas dan investasi. Bagi Styles tak ada lagi motif lain selain untuk tujuan kesenangan dan kepuasan batin. Namun suatu saat dia belum sepenuhnya puas, karena permata Ruby yang ia cari sejak lama belum ia miliki. Maka dari itu ia mencari ke seluruh penjuru Inggris Raya mengenai Permata yang ia butuhkan sejak lama. Saat mengunjungi keluarga bangsawan di Birmingham, ia mengenalkan diri sebagai kolektor seni dan perhiasan. Salah satu anggota bangsawan di Birmingham bilang padanya, bahwa permata itu ada pada kami, namun beberapa bulan yang lalu telah dicuri oleh beberapa bandit yang membongkar isi lemari di ruangan perhiasan. Terbersit di benak Styles, bahwa barang curian yang disebut tak akan laku secara instan karena harganya yang mahal. Maka Styles memiliki hipotesa bahwa Permata itu akan ada di sebuah kota dan beberapa penadah sedang berusaha untuk menjualnya.

Harry

Jauh dari Kota London, sebuah kastil milik kerajaan di tepi timur. Harry tumbuh bersama keluarga besarnya di kastil itu. Ada beberapa Hewan peliharaan seperti beberapa ekor anjing untuk dipelihara dan digunakan sebagai teman berburu. Ada sembilan ekor kuda milik anggota kerajaan dan para pengawalnya. Harry adalah anak sulung dari pasangan Matilda dan Goras. Matilda seorang perempuan ahli dalam bidang pertanian dan hukum. Goras, Ayah Harry, lahir dari sebuah lingkungan bangsawan di Wales dan Skotlandia yang merupakan keturunan Raja Inggris. Harry mengambil bidang Hukum seperti Ibunya, dan Politik Kerajaan seperti ayahnya di Universitas Cambridge. Semasa sekolah di perguruan tinggi, Harry termasuk anak yang cerdas dan terampil, memiliki bakat dan kreatif. Harry cenderung aktif dalam bidang ekstrakurikuler seperti Sepakbola dan Seni Peran. Dia adalah pendukung klub Chelsea 1905. Harry menikahi Ayana Singh, perempuan campuran India Pakistan Berayah Hindu kemudian menjadi seorang Mualaf karena menikahi perempuan Muslim Pakistan bernama Sideka Tariq. Keduanya sempat mendapat penolakan dari kedua belah pihak keluarga, karena berbeda keyakinan dan berbeda kasta menurut pihak keluarga Harry. Namun keduanya tetap melangsungkan pernikahan hanya dengan restu dari keluarga  Ayana. Setelah menikah selama 10 tahun, Harry dan Ayana membawa anak mereka Harlan ke kastil keluarga Harry, Harry saat itu sudah menjadi Mualaf. Keluarga besar Harry memaafkan putranya dan dengan bahagia ayah dan ibu Harry menggendong cucunya yaitu Harlan, membawanya keliling kastil. Umur Harlan saat itu 7-8 tahun.

 

Season 2

Part 2

Warsawa

“Aduh ada-ada saja, kemana perginya anjingku?” Styles mengeluh karena sudah 2 hari anjing peliharaannya belum pulang ke apartemennya, biasanya paling lama satu hari penuh anjingnya sudah kembali. “Baiklah aku akan pergi mencarinya, mudah-mudahan Frank hanya berkeliaran di sekitar blok saja” Frank anjing jenis Chihuahua milik penjaga apartemen yang diberikan kepada Styles karena penjaga apartemen memiliki 4 ekor anjing yang membuatnya kesulitan karena biaya perawatan mereka. Styles bergegas menuju ke arah ujung blok untuk mencari anjingnya. Ketiga kawanan pesuruh Andoujar sudah berada tepat di ujung blok apartemen Styles. Salah satu dari mereka bertanya arah apartemen yang dimaksud kepada orang yang berada di trotoar, orang yang ditanya padahal Styles sendiri. “Tuan, apakah anda tahu dimana letak apartemen Ldowski?” tanya seorang pemburu Styles. “Itu yang berwarna Hijau Tua, tinggal 100 meter lagi” jawab Styles. “Okay, Terimakasih” dengan logat Prancis seorang kawanan itu berlalu. Ketiganya merokok di depan apartemen dan salah satunya berkata “Bukankan barusan orang Inggris? Karena sangat jarang menemukan orang Inggris di Warsawa..”. “Oh, jangan-jangan dialah orang yang kita cari”. Ketiganya pun berlari menuju kearah di saat mereka bertemu dengan Styles sebelumnya. Karena tidak sadar menjadi incaran, Styles tak begitu peduli, dan terus mencari anjingnya. Saat mereka berteriak “Anda Styles..?” Lalu Styles Berlari Kencang karena tahu yang bertanya berbahasa Prancis, pasti suruhan Le Blanc. Styles lari kearah stasiun kereta, mereka saling kejar mengejar menangkap Styles, namun disaat Styles mampu menghindari kejaran melewati lintasan kereta, ada sebuah batu menghalangi rel lalu membuat Styles terjatuh dan akhirnya kepalanya terpental mengenai besi lintasan kereta, Styles meninggal seketika. Ketiga kawanan itu memastikan keadaan Styles saat terjatuh tadi. Mereka langsung pergi meninggalkan Warsawa menuju Paris.

Adebayo

Adebayo Muda mulai belajar Filsafat dengan Ayahnya kepala Metro Paris sejak usia 12 tahun. Karya kesukaannya adalah puisi juga literatur klasik dan kontemporer. Tak jarang Adebayo membaca beberapa judul Novel karangan Fyodor Dostoevsky. Adebayo terobsesi dengan buku dan bercita-cita menjadi penulis buku di bidang hukum. Jurnal ilmiah pertamanya memenangkan Kompetisi di sebuah literatur Koran Harian Prancis. Umur 15 tahun Adebayo diterima di Universitas Sorbonne, dan mengambil Fakultas Ilmu Terapan dan Ekonomi. Karena ketertarikan di bidang Hukum, Adebayo memutuskan untuk menjadi pengusaha sekaligus pengacara untuk kasus perdata masalah ekonomi sosial. Maka dari itu Adebayo mengenal beberapa makelar Seperti Don Carlo Cicerro yang memonopoli pasar minyak zaitun dari Sisilia untuk diekspor ke Prancis.

 

Marcelo Le Blanc

“Kami ingatkan sekali lagi jangan sampai lukisan-lukisan ini menjadi tak bernilai” Le Blanc sedang memindahkan beberapa Lukisannya untuk dipajang di Museum Louvre kepada para pekerja jasa angkut lapangan. Lukisan-lukisan itu diberi pelindung kain berwarna hitam dengan kardus pengaman di setiap sudut figuranya. “Ini upah untuk kalian” mereka diberi uang saku berupa perak oleh Le Blanc sekitar 10 euro per Lukisan untuk nilai kurs hari ini. Tiba hari yang dinantikan, Museum Louvre memajang karya-karya seniman pelukis di berbagai penjuru Eropa termasuk yang dimiliki oleh Le Blanc. Ada karya Van Gogh, dan banyak lagi nama besar dari seniman pelukis lainnya. Yang menjadi perhatian pengunjung adalah karya seni dari Van Gogh yang berjudul ……Night… Anda pasti tahu judulnya jika anda penyuka sebuah lukisan.

 

Script ini dibuat agar setiap/para pembaca dapat memahami konteks dan konsep dari tulisan yang dibentuk secara terstruktur dengan harapan pembaca mendapat tempat untuk sekedar berimajinasi di dalam tulisan ini.

 

 

 

Season 2

Part 3

Andoujar

Musim Panas di Kota Paris. “Waktunya berpesta”, Andoujar semringah. Persiapan dilakukan oleh para pelayannya di Mansion. Undangan pun sudah disebar kepada seluruh bangsawan di Prancis. Tamu spesial dari Lyon, Marseille, Provence, Nantes, Lille, Nice berdatangan untuk menghadiri pesta di siang hari. Ada cognac, sampanye, dan makanan manis seperti kue juga daging panggang. Mansion yang luasnya hampir setengah hektar, berdiri sebuah patung di depan air mancur yang menunjukkan kakek buyut Andoujar sebagai modelnya. Andoujar terkenal sebagai orang yang ramah dan senang berbagi kepada penduduk kota Paris. Banyaknya teman tak menghapus rasa kesepiannya, terkadang Andoujar masih merasa kesepian karena tidak memiliki istri dan anak kandung. Stefani, anak angkatnya, sudah beranjak dewasa dan sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi di Marseille. Pesta dimulai dengan kata sambutan dari Andoujar, “Mengenang jasa Kakek buyut kami Andoujar Le Marvin. Semoga kelak aku bisa menjadi tokoh Revolusioner seperti kakekku”. Mereka yang datang ke pesta sekitar 200 orang, dari keseluruhan pemuka yang datang, ada seorang perempuan yang memikat hati Andoujar, yaitu Putri dari Bangsawan di Nantes. Perempuan itu adalah seorang janda tapi belum memiliki anak, oleh karena perang dunia pertama antara Prancis dan Jerman, suaminya gugur sebagai prajurit. Dikenalkanlah ia dan Putri itu, namanya Dora Le Marquis. Dora saat itu ingin berkeluarga lagi, dan Andoujar belum sekalipun menikah. Maka lahirlah ide untuk menjodohkan mereka oleh kedua orang tua Dora.

 

1930

Dora dan Andoujar Menikah dan dikaruniai 4 orang Anak. Karena Stefani telah memiliki Keluarga, jadi dia tidak berhak menjadi ahli waris dari keluarga Andoujar, dan menimbulkan kecemburuan dari Stefani kepada Dora, yang seakan-akan telah mencuri Andoujar darinya. Stefani akhirnya mengutus Adebayo sebagai pengacaranya, melawan Dora. Saat itu Andoujar tengah mengalami fase kritis akibat wabah Malaria yang membuat Andoujar tak kunjung sembuh. Hingga akhirnya Desember 1930 Andoujar wafat. Adebayo yang menuntaskan masalah hukum Stefani melawan Dora, dengan Hukum berpihak pada Dora dan keempat anaknya sebagai ahli waris membuat Adebayo kecewa. Adebayo mengenal Stefani sejak masih remaja, Adebayo meminta maaf dan berjanji menjadikan Stefani sebagai keluarga dekatnya. Dora yang saat itu mengambil alih seluruh warisan Andoujar, membuat sebuah kesepakatan dengan Adebayo, bahwa Adebayo sudah dibebastugaskan dari wilayah advokat keluarga. Adebayo menjadi marah, karena Adebayo diberi mandat oleh Andoujar untuk mewakili keluarga Andoujar dan ke-lima anaknya termasuk Stefani. Dora seperti seorang Iblis Materialistis yang sedang kerasukan. Dora membeli Gaun dan Barang Mewah lainnya seperti perhiasan juga furnitur yang harganya tidak masuk akal. Setelah setahun kepergian Andoujar, keluarga yang ditinggalkan itupun akhirnya mengalami kebangkrutan. Karena Perusahaan-perusahaan yang dinaungi oleh keluarga Andoujar harus memenuhi kebutuhan gaya hidup Dora. Seluruh Perusahaan Collapse dan seluruh aset  seperti Mansion dan perhiasan juga ornamen rumah disita oleh Bank. Adebayo menjadi iba terhadap Dora dan anak-anaknya, tapi apa mau dikata, mereka memecatnya sebagai kuasa hukum dan penasihat bisnis keluarga.

 

Stefani

Sejak balita, Stefani adalah gadis yang lucu dan periang. Tingkahnya yang menggemaskan membuat para pekerja di Mansion Andoujar gembira setiap melihat Stefani. Ines adalah pengasuh Stefani sejak Balita, telah belasan tahun tinggal di lingkungan keluarga Andoujar. Ines seperti Ibu bagi Andoujar, karena Andoujar ditinggal oleh ibunya sejak usia remaja. Saat Dora menjadi kepala keluarga sejak ditinggal oleh Andoujar, seluruh pegawai berhenti dan masing-masing dari mereka membuat sebuah bisnis, seperti Ines yang membuat sebuah kedai kopi di pinggiran kota Paris. Saking enaknya, berbagai menu dari Kedai kopi itu selalu habis diserbu warga Paris. Stefani sering mengunjungi kedai kopinya, Ines sangat senang karena Stefani selalu ada hampir setiap hari di kedai kopi itu. Jarak tempuh dari rumah Stefani hanya 2 Kilometer saja menuju Kafe tersebut. Terkadang Stefani membawa anak-anak dan suaminya ke kedai kopi yang dimiliki oleh Ines. Ines semasa hidupnya dihabiskan di dalam Mansion Andoujar. Ines tidak pernah sekalipun menikah. Ines bahagia sekaligus kesepian, Ines menganggap Stefani sebagai anaknya sendiri. Terlebih anak-anak Stefani sudah menganggap Ines sebagai Nenek mereka, dan Ines senang disebut dengan nama panggilan Omma. Adebayo pun terkadang melakukan rapat bersama koleganya di kedai kopi Ines.

 

Season 2

Part 4

Thomas

“Paris, sungguh menyenangkan aku bisa merasakan indahnya kota ini lagi” Thomas menatap menara Eiffel dengan topi yang dibuka dan diarahkan menuju langit Paris. Thomas berkata di dalam hati “Aku berharap buku novelku ini dapat diterbitkan minggu depan oleh teman-temanku di Jurnal Paris”. “Paris journale”, Thomas melihat Plakat yang terdapat di ruangan gedung Jurnal Paris. “Bagaimana perjalanmu Thomas? Apakah kau tersesat menuju Paris? Hingga 13 tahun lamanya tak ada batang hidungmu di kantor kami hahahahaha…” Franco adalah kepala staff Jurnal Paris. “Aku tidak tesesat, tapi tertidur pulas selama 13 tahun dan baru terbangun, betapa aku merindukan dan menyesal tidak datang ke tempat terindah di Eropa hahahaha….” Thomas berdalih. Terdapat penghargaan bergengsi berupa Sertifikat yang diraih Jurnal Paris terkait independensi mereka di bidang informasi. “Aku memiliki sebuah Novel karangan sahabatku dapatkah engkau menerbitkannya?” Thomas. “Coba perlihatkan padaku” Franco lantas membaca salinan Novel itu, dan tertarik dengan alur ceritanya. “Begini, kami sedang mengalami kesulitan keuangan, tidak mudah mendapatkan sponsor untuk sebuah Novel pada publisher di Paris, Cobalah untuk pergi ke Lyon dan tanyakan pada perusahaan percetakan disana mengenai biaya dan pemasaran untuk sebuah Novel” rangkuman pernyataan kata dari Franco yang lugas. “Baiklah, aku hargai ketertarikanmu pada Novel ini, aku tidak dapat meminta lebih, aku akan mencoba mencari jalan keluar” Thomas berterimakasih dan bergegas pergi menuju Lyon.

 

Percetakan

Sesampainya di sebuah pabrik percetakan, Thomas merasa heran dan bingung, mengapa pabrik percetakan tersebut tidak memiliki nama dan alat percetakan. “Hai, aku ingin bertemu dengan pemilik pabrik” Thomas bertanya pada salah satu pegawai pabrik. “Maaf jika anda ingin membuat cetakan atau sebuah surat kami sudah menutupnya sejak minggu lalu” jawab pekerja pabrik. “Lalu mengapa ini disebut pabrik? Apakah ada proyek lain yang sedang dikerjakan?” Thomas penasaran. “Iya, kami mengubahnya menjadi pabrik mesin sebuah kendaraan Bugatti” jawab pegawai tersebut. “Wow, menakjubkan, sebuah kendaraan dan seni dari sebuah pabrik percetakan, baiklah kalau begitu selamat bekerja, Terimakasih atas keramahannya” Thomas pun kembali ke Paris.

Provence

Akibat kehabisan perbekalan dan uang, Thomas memutuskan untuk menjadi seorang petugas administrasi di Paris Jurnale. Thomas merangkum wilayah Birokrasi untuk para calon columnist. Thomas bertemu salah satu suksesornya di bidang literatur yaitu Jermaine Solange. Jermaine adalah pria yang cerdas dan memiliki wawasan juga pengetahuan tentang literatur. Jermaine sudah bekerja 5 tahun di bidang politik media. Secara tidak langsung dia paham cara kerja birokrasi pemerintahan setelah era revolusi Prancis. Bahkan keduanya sering membagi informasi tentang bagaimana cara pandang Amerika Serikat terhadap Prancis terkait hubungan bilateral kedua negara. Akibat perang dunia kedua, keduanya ditugaskan untuk mengungsi ke Provence, untuk menghindari kecamuk perang di wilayah Prancis Utara. Semasa di Provence, keduanya berbagi tempat tinggal dan kantor yang sama. Karena tidak memiliki alat yang memadai untuk sebuah kantor Publisher, maka mereka menjadikan kantor sebagai sarana belajar para penulis di Provence untuk melakukan beberapa pertemuan dan seminar.

 

Season 2

Part 5

Perang dan Bencana

Akibat dilanda krisis perang selama lebih dari 2 tahun, Thomas dan Jermaine melarikan diri dari Provence menuju Swiss. Setibanya di Swiss, mereka berdua bertemu Letnan Kolonel disana untuk meminta suaka di Bern. Mereka mendapatkan ide untuk membuat stasiun Radio mengenai perkembangan Perang Dunia ke 2. Di saat yang sama, di podcast mingguan, diceritakan oleh Thomas perihal novel yang ditulisnya. Masyarakat Eropa antusias dengan acara Novel yang di perdengarkan setiap sabtu sore. Tapi di beberapa titik di Bern masih rawan akan petugas yang menyamar sebagai mata-mata. Ada semacam sentimen, Thomas dianggap sebagai pendukung kaum imperialis. Thomas dibunuh sesaat setelah keluar dari kantor siaran radionya oleh beberapa pria tidak dikenal. Jermain yang mengambil alih podcast itu setelah Thomas tewas. Thomas dimakamkan di Swiss tanpa kehadiran keluarganya, karena mereka tinggal di Boston. Thomas beberapa saat sebelum meninggal telah mengirim sebuah surat untuk keluarganya, bahwa ia betah tinggal di Bern, dan merindukan keluarganya di Boston.

Novel

Thomas memiliki keyakinan bahwa novel ini dapat diterima di masyarakat Eropa, sehingga dirinya tak lama-lama untuk berpikir bergerak menuju Eropa. Novel ini adalah novel yang diceritakan dan kemudian ditulis dan di improvisasi oleh Thomas. Benar saja, setelah novel itu disiarkan di Bern melalui sebuah podcast Radio, akhirnya masyarakat di Swiss meminta dibuatkan salinannya. Jermaine sebagai manajer Radio dan penyiar podcast langsung menuju penerbit buku untuk mempublikasikan karya Thomas yang disalin ulang olehnya, beberapa dokumen sempat tak terbaca karena tinta yang menempel di kertas sedikit rusak. Jermaine dengan keahlian menulisnya sedikit-banyak peka terhadap apa yang di rangkai oleh Thomas dan berhasil mendapatkan irama kata yang indah untuk sebuah novel itu. Akhirnya setelah melalui proses yang cukup rumit, Novel itu diterbitkan untuk pertama kalinya di Bern oleh Studios of Majas Publisher.

Radio

Jermaine menikahi seorang wanita di tempat berkumpul berbagai penulis dan media di Bern. Mereka dikaruniai satu orang anak. Tak lama setelah Thomas wafat, Kantor Radio dirubah namanya menjadi Thomas and Jermaine Podcast, untuk mengenang para pendirinya. Istri Jermaine menjadi wakil direktur dan mereka merekrut banyak pegawai untuk kantor Radio mereka yang berkembang. Bahkan suatu hari ada sebuah wacana, Radio ini akan diakuisisi oleh pemerintah kota. Setelah Pemerintah membeli kantor Radio mereka, Jermaine kini lebih fokus pada bidang kaderisasi, karena ingin melahirkan penyiar muda yang memiliki bakat alami sebagai penyiar Radio.

 

Season 2

Part 6

Perpisahan

Ada awal ada pertemuan, dapat dipastikan akan selalu ada sebuah perpisahan.

Jermaine berhasil menerbitkan novel milik Thomas dan mendapat Royalti dari novel itu, keluarga Thomas sebagai ahli warisnya mendapatkan 90 persen dari hasil penjualan buku dan sisanya milik Jermaine. Karena Jermaine sudah mengikrarkan diri untuk mendedikasikan hidupnya pada dunia jurnalistik, maka ia mendirikan sebuah perusahaan Televisi Nasional Swiss yang diperoleh dari hasil penjualan novel yang ditulis oleh Thomas. Singkat cerita tidak lama kemudian muncullah sponsor dan pembagian hak siar dari pemerintah pusat. Jermaine dijadikan menteri Informasi di Swiss hingga tahun 1958. Anak semata wayangnya menjadi seorang penulis bertalenta seperti ayahnya, dia diberi julukan anak si pembuat Novel oleh teman-temannya di sekolah. Anak Jermaine, Mathieu bercita-cita bersekolah di Harvard agar dapat mengembangkan karya tulis literaturnya. Selesai

 

 

 


 

 

 

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar