EXT. KERAJAAN PRAMBANAN — PAGI
Est. shot landscape suasana Kerajaan Prambanan. Langit terlihat bersih dan cerah.
BEGIN MONTAGE
A. Sepasang burung merpati terbang melintasi padang bunga yang tumbuh subur.
B. Anak kecil berlarian menyusuri jalan.
C. Warga saling berinteraksi dengan wajah gembira.
D. Roro Jonggrang yang sedang dalam penyamaran berlari ke arah istana.
E. Roro Jonggrang memanjat pohon yang tumbuh di dekat tembok istana kemudian melompat masuk ke dalam area istana.
END OF MONTAGE
CUT TO:
INT. KAMAR RORO JONGGRANG — PAGI
Roro Jonggrang mengendap masuk. Sesampainya di kamar ia terkejut. Seorang pria sudah menanti kehadirannya di kamar.
RORO JONGGRANG
Kau! Bikin kaget saja!
SAKA
Seharusnya Gusti Putri tidak pergi-pergi sendirian. Kalau Paduka Karungkala sampai menemukan kamar Anda dalam keadaan kosong, tentu seisi istana akan panik.
RORO JONGGRANG
Siapa orang yang bertugas menjadi ajudanku di istana ini?
SAKA
.... Saya, Gusti Putri.
RORO JONGGRANG
(melepas jubah)
Kalau begitu tugasmu kutambah. Pastikan seluruh istana baik-baik saja selama aku pergi.
SAKA
Gusti Putri. Pada situasi perang seperti ini, sebaiknya Gusti Putri lebih berhati-hati. Kita tidak pernah tahu kapan prajurit musuh akan menyerang.
RORO JONGGRANG
Jangan melebih-lebihkan, aku hanya keluar sebentar
SAKA
Maafkan saya, Gusti Putri, tetapi keselamatan Anda adalah hal yang utama bagi rakyat.
RORO JONGGRANG
Aku mengerti. Jadi berhentilah mengoceh.
Seorang perempuan yang merupakan dayang dari Roro Jonggrang masuk ruangan.
KIRANA
Gusti Putri...
RORO JONGGRANG
Ada apa Kirana?
KIRANA
Paduka Raja Karungkala meminta Gusti Putri untuk menemuinya.
RORO JONGGRANG
Ada apa tiba-tiba Kakanda memanggilku?
KIRANA
Maaf, saya kurang tahu.
RORO JONGGRANG
Sampaikan, aku akan segera menemui Kakanda.
KIRANA
Baik, Gusti. Saya permisi.
Kirana menatap ke arah Saka lalu keluar dari kamar.
RORO JONGGRANG
Aku hendak ganti pakaian.
SAKA
(diam)
RORO JONGGRANG
Kau tidak mau keluar? Atau kau sudah tidak sayang dengan nyawamu sendiri?
SAKA
(terkejut dan sedikit panik)
Oh, Maafkan saya, Gusti Putri. Saya pamit.
RORO JONGGRANG
Tunggu! Aku lupa namamu.
SAKA
Saka, Gusti Putri. Nama saya Saka.
Saka meninggalkan kamar Roro Jonggrang.
CUT TO:
INT. KAMAR KARUNGKALA — PAGI
Karungkala sedang duduk seraya minum dari cangkirnya di depan jendela besar. Roro Jonggrang masuk. Dia berjalan seraya melihat ke sekeliling kamar kakaknya. Roro Jonggrang menatap lukisan kedua orangtuanya.
RORO JONGGRANG
Dulu sewaktu kecil, ketika mimpi buruk yang sama itu datang, aku pergi ke kamar ini, kamar Ayah dan Ibu. Mereka selalu memelukku sampai aku tertidur lagi.
KARUNGKALA
Kau selalu bilang, kau sering memimpikan hal buruk yang sama berulangkali? Sebenarnya apa yang kau impikan, Jonggrang?
RORO JONGGRANG
(tersenyum, berbohong)
Entahlah. Mimpi itu sudah tidak pernah muncul lagi dan aku sudah lupa.
RORO JONGGRANG
Kamar ini tidak banyak berubah ya.
KARUNGKALA
Aku tidak ingin banyak perubahan. Aku ingin merasakan kehangatan Ayah dan Ibu di tengah mimpi buruk ini.
RORO JONGGRANG
Perang memang selalu menjadi mimpi buruk. Ah ya, ada apa Paduka Raja memanggilku?
KARUNGKALA
Sudah kukatakan berulang kali, di ruangan ini tanggalkan semua jabatan itu. Kau adalah adikku dan aku adalah kakakmu. Sesederhana itu.
Roro Jonggrang tersenyum.
KARUNGKALA
Duduklah Jonggrang.
Roro Jonggrang duduk di kursi dekat jendela, tepat di depan Karungkala.
KARUNGKALA
Jonggrang... kau sudah tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik. Aku yakin, tidak ada laki-laki yang tidak terpesona melihat kecantikanmu.
RORO JONGGRANG
(tersipu)
Kakanda hanya melebih-lebihkan saja.
KARUNGKALA
(berdiri)
Tapi, kenapa harus Bandung Bondowoso, Satria dari Pengging itu yang kau pilih, Jonggrang?!
RORO JONGGRANG
(terkejut)
B-bagaimana Kakanda tahu?
KARUNGKALA
Tidak ada yang luput dari mataku di Prambanan ini.
(diam sejenak)
Jonggrang, kau tahu bagaimana hubungan Prambanan dengan Pengging. Perang di depan mata.
RORO JONGGRANG
Aku tahu, Kakanda. Tapi apa salahnya jika aku jatuh cinta pada Bandung?
KARUNGKALA
Dia adalah putra Raja Pengging yang diutus untuk menaklukkan Prambanan. Dia adalah musuh kita! Musuh bagi seluruh rakyat Prambanan! Lalu katakan bagaimana bisa hubunganmu dengan satria Pengging itu dikatakan benar?!
RORO JONGGRANG
Tapi Kangmas Bandung berbeda. Dia tidak seperti Raja Pengging yang suka menyebarkan fitnah itu. Kangmas Bandung ingin membawa perdamaian.
KARUNGKALA
Perdamaian? Kalau dia benar-benar ingin membawa perdamaian, coba katakan. Kenapa pagi ini aku menemukan mayat prajurit utusanku mati di perbatasan?
RORO JONGGRANG
(terkejut)
Tidak. Itu bukan ulah Kangmas Bandung.
KARUNGKALA
Harus berapa banyak lagi nyawa rakyat Prambanan yang mati dan kehilangan keluarganya karena Pengging?!
RORO JONGGRANG
Kangmas Bandung tidak akan melakukan hal itu.
KARUNGKALA
Dia hanya memperdayamu agar dia bisa menyentuh Prambanan, Jonggrang!
RORO JONGGRANG
(membentak)
Kenapa Kanda tidak percaya padaku?!
Karungkala terdiam. Jonggrang mulai menangis.
KARUNGKALA
Jonggrang, dengarkan-
RORO JONGGRANG
Bukankah kita tidak bisa memilih dan menduga kepada siapa kita akan menjatuhkan hati? Jika hubungan kami adalah sebuah kesalahan, lantas apa yang harus kulakukan?
Karungkala kembali terdiam.
KARUNGKALA
Kau benar. Jatuh cinta memang hak setiap orang, juga hak seorang Putri sepertimu.
KARUNGKALA
(mengusap air mata Roro Jonggrang)
Jonggrang, kau sudah dewasa dan tahu mana yang baik dan mana yang buruk sebagai seorang Putri Prambanan.
RORO JONGGRANG
Aku tidak pernah menginginkan untuk menjadi seorang Putri. Tapi aku selalu mencintai Pramabanan dan seluruh rakyatnya. Di sinilah tempatku lahir dan tumbuh, seperti Kakanda.
KARUNGKALA
Kalau begitu kau sudah tahu di mana kau berdiri, Jonggrang.
RORO JONGGRANG
Tapi perasaanku tidak bisa berubah begitu saja, Kakanda. Hatiku tetap menjadi milik Kangmas Bandung.
KARUNGKALA
Jonggrang, cintamu pada Bandung hanya akan membawa bencana bagi dirimu sendiri. Baik Prambanan ataupun Pengging yang akan menang perang nanti, tidak akan membawa hal baik untukmu.
RORO JONGGRANG
Tidak. Aku yakin Kangmas Bandung akan berhasil membawa perdamaian di antara dua kerajaan ini.
KARUNGKALA
(memeluk Roro Jonggrang)
Aku tahu perasaanmu, Jonggrang. Aku ingin kau memikirkan lagi soal hubunganmu dengan Bandung. Aku harap kau memilih pilihan yang tepat.
Karungkala melepas pelukan Roro Jonggrang perlahan kemudian menyeka air mata Jonggrang.
KARUNGKALA
Sudah. Berhentilah menangis. Aku ingin melihat senyumanmu.
Roro Jonggrang berusaha tersenyum meski agak berat.
Ajudan Karungkala mengetuk pintu lalu masuk ke ruangan Karungkala.
AJUDAN
Maafkan saya Paduka. Saya hanya ingin menyampaikan pesan bahwa para panglima perang sudah menunggu kehadiran Paduka di paseban dalam.
KARUNGKALA
Aku akan segera ke sana.
AJUDAN
Baik Paduka, akan saya sampaikan.
Ajudan Karungkala keluar dari kamar.
RORO JONGGRANG
Apa yang akan kau lakukan bersama para panglima?
KARUNGKALA
Jaga dirimu, Jonggrang.
Karungkala berjalan keluar.
CUT TO:
INT. PASEBAN DALAM PRAMBANAN — PAGI
Para panglima menghadap ke sebuah meja besar yang di permukaannya terukir peta wilayah sekitar Prambanan. Di atas meja terdapat beberapa bidak hitam dan putih yang tersusun berdasarkan posisi pasukan di lapangan.
Karungkala memasuki Paseban. Para panglima yang sudah berdiri menanti serempak memberi hormat.
PARA PANGLIMA
Hormat kami kepada Paduka Raja Karungkala.
Karungkala memberi isyarat kepada panglimanya untuk kembali ke posisi semula.
KARUNGKALA
Bagaimana kabar terbaru dari telik sandi kita?
PANGLIMA 1
(menaruh bidak hitam di atas meja)
Maaf Paduka. Menurut informasi dari telik sandi, mereka melihat pergerakan pasukan Pengging yang sangat besar mengarah ke daerah perbatasan. Sepertinya, perang sudah tidak dapat dihindari.
KARUNGKALA
Bagaimana dengan Bandung Bondowoso? Apakah ia berada di antara pasukan itu?
PANGLIMA 1
Hingga saat ini, tidak ada satupun laporan dari telik sandi tentang Bandung Bondowoso. Sepertinya ia tidak bersama pasukannya.
PANGLIMA 2
Keberadaan satu orang Bandung Bondowoso sudah setara dengan kekuatan seribu pasukan. Ia bisa saja sedang bersembunyi dan tiba-tiba muncul dari sisi manapun. Dasar licik!
KARUNGKALA
Bandung Bondowoso bukanlah seorang pengecut yang suka bersembunyi dari medan perang. Ia adalah kesatria yang penuh dengan kebanggaan.
PANGLIMA 2
Bisa saja ia mengubah strategi karena desakan Raja Pengging. Sehebat apapun Bandung Bondowoso, dia hanyalah seorang pangeran.
KARUNGKALA
(jeda berpikir)
Ada yang tidak beres...
PANGLIMA 1
Maaf paduka, kita sudah tidak punya banyak waktu lagi. Kami perkirakan pasukan Pengging akan tiba di perbatasan dalam waktu dua hari.
KARUNGKALA
Baiklah. Kalau begitu, segera siapkan seluruh pasukan. Kita akan melakukan perang besar-besaran.
FADE TO BLACK