86. Ext. Teras rumah Tania - Malam
Tania menemani Omah duduk di teras.
Siti mengantarkan secangkir teh hangat keduanya. Omah menerimanya dengan senyum lebar sedang Siti memandang nenek tersebut dengan curiga.
Tania berdeham. Siti kembali ke dalam rumah.
Tania
Omah, apa kita ini sudah gila?
Omah
Kenapa Tania bilang begitu?
Omah menyeruput tehnya.
Tania
Aku sudah tahu semuanya, Omah.
Pandangan Tania masih tertuju pada pelipis Omah yang memar.
Tania
Gerimis sudah menceritakan semuanya. Tentang Omah, tentang Tante Linda, tentang dirinya sendiri, bahkan tentang Hendra.
Omah
Oh begitu.
Omah mencubit-cubit bibir keringnya.
Omah
Lalu apa yang membuat Tania berpikir kalau kita ini sudah gila?
Tania
Ya semuanya, Omah.
(Berbisik)
Kenapa hanya aku saja yang bisa lihat mereka itu? Dan sebenarnya mengapa mereka bisa ada?
Omah memejamkan kedua matanya sejenak, pikirannya seperti sedang mengingat sesuatu yang sudah lampau.
Omah
Sebenarnya selama hidup ini, Omah pikir Omah yang gila.
Sampai Tania datang dan bisa melihat bahkan bisa ngobrol dengan mereka, baru Omah tahu bahwa Omah ini tidak gila. Kita tidak gila, Tania.
Omah menyeruput tehnya lagi.
Omah
Omah juga tidak mengerti mengapa mereka ada. Tapi yang jelas, mereka ini selalu ada bila Omah membutuhkan mereka. Omah tidak bisa bayangkan bagaimana hidup ini bila mereka tidak pernah ada.
Tania mengintip sebentar ke arah ruang tengah untuk kembali memastikan bahwa tidak ada siapa pun di dekat mereka berdua.
Tania
Jadi mereka itu apa, Omah?
Apa mereka itu hantu? Soalnya ada gosip kalau Omah itu sering kesurupan. Orang-orang di pasar tuh curiga sama Omah tahu.
Omah
Orang-orang pasar?
Tania
Iya. Kan mereka gak bisa lihat yang lain. Kemarin Mbak Siti cerita sama aku. Mereka sering banget lihat sikap Omah yang beda-beda. Aku sih sudah langsung tahu siapa saja yang mereka lihat.
Omah sedikit memiringkan wajahnya, menatap wajah Tania yang begitu serius
Omah
Begitu, ya. Berarti ini harus segera diubah. Mulai besok hanya boleh satu orang saja yang bertugas untuk pergi ke pasar.
Tania
Omah....
Omah
(Menyela)
Sayang, Omah ini sudah tua. Omah gak bisa melakukan emuanya sendiri. Jadi Omah suka minta tolong yang lain untuk ambil bagian itu. Mereka biasanya mengambil alih tubuh Omah saat omah tertidur.
Tania
Mengambil alih tubuh?
Omah mengangkat bahu sebagai tanda ketidakmengertiannya.
Omah
Akhir-akhir ini, Omah merasa kalau waktu Omah di sini sudah tidak akan lama lagi. Kayaknya juga mereka tau dan mulai khawatir akan hal itu. Bila Omah sudah tidak ada, mau tinggal sama siapa coba mereka?
Tania
Ya, itu sih gak usah Omah pikirinlah. Hendra dan Tante Linda kan sudah pada gede. Mereka harusnya bisa hidup sendiri. Memangnya Omah mau pindah kemana? Kenapa gak ikut kita saja ke Jakarta? Kata Papah kalau pekerjaannya sudah beres, kita bakal pulang lagi secepatnya ke sana.
Omah balik memandang Tania dengan ekspresi gemas.
Tania
Kalau di Jakarta, pagi harinya Omah bisa ikut senam taichi yang biasa dilakukan kakek-kakek dan nenek-nenek di taman dekat rumahku. Masih ada beberapa kamar kosong kok.
Oh iya, Mamah juga sudah janji mau beliin piano kalau kita sudah kembali ke rumah, jadi Omah bisa ngajarin aku cara bermain piano setiap sore.
Omah segera tertawa lepas. Tawanya yang kali ini pastinya akan terdengar sampai ke ruang makan. Ia terus saja menatap Tania dengan pandangan yang gemas.
Tania jadi sedikit kikuk karena terus dipandangi seperti itu, tersenyum lalu menundukkan kepala.
Omah
Omah nanti ngerepotin Tania malah.
Tania
Gak akan lah. Asal Omah gak bawa si Gerimis aja. Kalau ada dia sih pastinya jadi repot semua.
Kemudian Tania cemberut karena teringat pada binokular yang siang tadi dipinjam oleh anak perempuan itu.
Omah
Memangnya kenapa dengan Gerimis?
Tania
Gak tau. Aku serem aja kalau lagi sama dia. Tapi lebih mengerikan Hendra sih. Hendra kenapa bisa jahat gitu sih, Omah?
Omah diam untuk beberapa saat untuk menggaruk-garuk alisnya.
Omah
Sebenarnya Om Hendra tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan Gerimis. Justru akhir-akhir ini, Gerimis memang sangat sulit untuk diatur. Itu juga yang buat Omah sangat khawatir.
Tania
Terus kenapa Hendra bisa jahat gitu?
Omah
Om Hendra itu tidak jahat, Sayang. Dia itu hanya galak. Dia begitu kan supaya bisa melindungi Omah.
Tania
Jadi kayak anjing herder gitu, ya?
Omah kembali tertawa dengan suara yang menggelegar.
Cut to :
87. Int. Ruang tengah - Meja makan - Malam
Tania, Mamah, Omah, Randi dan Siti makan malam bersama.
Tania memandangi Randi dan Omah yang amat lahap menyantap menu jengkol bumbu rendang. Namun setiap Tania melihat ke arah makanan tersebut, dari seberang Mamah menatapnya sambil menggelengkan kepala.
Siti terus saja mengamati segala gerak-gerik Omah yang duduk di sebelahnya.
Omah
Wah pantas saja, Papahnya Tania begitu bahagia. Wong Mamahnya Tania jago masak begini.
Mamah tersenyum, mukanya mulai meranum malu.
Randi
Omah, sudah berapa lama kenal Papah?
Omah mengunyah makanannya sebentar.
Omah
Dari Papahnya Tania masih sekolah. Almarhum kakeknya Tania sering membawa keluarganya liburan ke sini. Sesudah lulus sekolah, Papahnya Tania juga cukup sering liburan di sini. Kadang sendiri, kadang sama teman-teman kuliahnya.
Lalu Omah mencondongkan badan ke depan, mendekat kepada Randi yang duduk di seberangnya.
Omah
(Volume pelan namun masih cukup keras untuk dapat didengar oleh semuanya)
Papah juga dulu pernah cerita tentang Mamah loh sama Omah. Bagaimana Papah dulu malu-malu deketin Mamah, dia merasa tidak percaya diri untuk mendekati Mamah gitu.
Omah memandang Mamah sambil tersenyum lebar.
Omah
Tapi Omah tidak tahu tuh bagaimana ceritanya sampai Papah bisa berani pada akhirnya.
Ekspresi Mamah berubah menjadi seperti layaknya anak umur enam tahun yang sedang dipuji tentang bagamana cantiknya dirinya. Tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun, hanya tersenyum tersipu sambil terus memainkan bibirnya.
Randi
Jadi dulu Papah merasa kalau cintanya itu bertepuk sebelah tangan yah, Mah?
Mamah menganggukan kepala sambil menahan geli.
Mamah
Kelihatannya sih begitu. Tanya saja sama orangnya nanti.
Omah tertawa sambil bertepuk tangan pelan, ia kembali memandang ke arah Randi.
Omah
Justru sebenarnya, seringkali cinta yang benar-benar tulus itu adalah cinta yang pada awalnya bertepuk sebelah tangan.
Siti yang dari awal sangat kaku seketika itu juga menoleh kepada Omah dan secara perlahan memandang ke arah Randi. Tania menangkap sebuah momen saat pandangan Mas Randi dan Mbak Siti bertemu.
Saat itu juga Tania langsung merasa jijik, mengetuk meja dengan sendoknya.
Tania
Ini kita lagi ngobrolin apa, sih?
Mamah tentu saja langsung segera melotot marah kepada Tania. Randi segera tertawa lalu mengacak-ngacak rambut Tania seperti biasa.
Randi
Jadi Omah sejak kapan tinggal di sini?
Omah
Sekitar akhir tahun 60an lah. Omah sudah lupa kapan tepatnya.,Asal Omah itu dari kampung, di pedalaman sana.
Randi
Kenapa bisa sampai pindah ke sini?
Omah
Jadi dulu kampung Omah dianggap berbahaya sama pemerintah. Orang-orangnya ditangkapi. Semua orang kabur menyelamatkan hidupnya.
Omah minum sebentar.
Omah
Omah akhirnya selamat sampai di sini.
Randi mengernyitkan dahinya.
Randi
Tahun 60an? Kalau tahun 66 kalo gak 67....
itu kan masa-masanya ...
Mamah menyela perkataan tersebut dengan batuk yang dibuat-buat.
Omah
(Kepada Mamah)
Tidak apa. Ya Masnya Tania ini betul. Itu memang masa-masanya …
Omah terdiam lalu memandang Tania, kemudian kembali memandang Randi.
Omah
Ya, taulah ya masa apa itu.
Randi
Oh maaf, saya bukannya bermaksud tidak sopan. Saya juga paham keadaan saat itu benar-benar carut-marut. Sampai sekarang pun semuanya masih abu-abu.
Omah
Omah juga tidak mengerti kenapa nama Omah ini bisa ada di daftar mereka. Tapi yang penting pemerintahan itu sudah tidak ada lagi, kan?
Randi tertawa kecil lalu menunjukkan senyum kecutnya.
Randi
Tapi sepertinya pemerintahan yang sekarang ini juga tidak lebih baik dari orde waktu itu.
Randi menoleh ke arah Mamah yang dari tadi terus melotot menatapnya. Tapi Randi sepertinya tidak peduli dengan tatapan sadis ibunya.
Randi
Kalau menurut Omah, apa yang sebenarnya terjadi pada masa itu?
Omah
Omah tidak begitu mempedulikan tentang itu, karena sejujurnya Omah sama sekali tidak paham tentang itu semua. Omah ini kan hanya orang kampung yang bodoh. Yang penting kita bisa makan saja lah ya.
Tania tertawa kecil saat melihat ekspresi Mamah dan Mas Randi, bahwa saat itu juga kaki Randi pasti sedang diinjak atau ditendang oleh Mamah di kolong meja
Mamah
Saya kagum sama Omah. Omah benar-benar wanita yang kuat. Bisa bertahan hidup dari masa ke masa dan tetap bahagia. Kalau saya, mungkin sudah gila.
Mamah kembali menarik napas panjang seperti biasanya, seperti sedang memikirkan sesuatu.
Mamah
Apa sebenarnya rahasia Omah?
Omah mengunyah daging ikannya, mengulur-ngulur waktu untuk menjawab. Ia memandang kepada Tania yang sedang memberikan isyarat dengan tatapan kedua matanya. Omah tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
Mamah
(Membujuk)
Ayolah, Omah. Supaya saya bisa tegar seperti Omah. Saya sedang benar-benar butuh kekuatan seperti Omah sekarang ini.
Omah memandang Mamah dalam. Suasana di meja makan seolah-olah berhenti untuk beberapa saat. Omah dengan lembut mengelus-ngelus bahu Mamah lalu membisikkan sesuatu di telinganya. Mamah mencondongkan tubuh lebih dekat lagi kepada Omah seraya terus tersenyum saat dibisikkan sesuatu.
Setelah Omah selesai berbisik, wajah Mamah seperti kembali bercahaya, kemudian dengan lembut mencium tangan Omah.
Tania dan Randi saling berpandangan lalu beberapa detik kemudian tanpa alasan yang jelas mereka berdua tertawa di waktu yang sama.
Cut to :