Burung berkicau di pagi hari, tetesan embun membasahi tanah, mentari bersinar dengan sangat indah, cerah di langit biru tidak secerah hati Herdi.
Purnama terus berlalu hingga menjelang purnama ke lima puluh enam. Semua terasa sepi bagi Herdi, tinggal di Jakarta seorang membuat ia merasa seperti mayat hidup, ingin rasanya ia pergi ke Yogyakarta tapi di sana sudah tidak ada lagi Atarik, Tania, Ifan, Riri dan Ayunda karena mereka sibuk dengan dirinya masing-masing. Setelah lulus kuliah mereka mencari pekerjaan dan kini sekarang mereka bisa membiayai hidup mereka masing-masing. Riri menjadi sutradara di salah satu Production House, kemudian Ifan yang menjadi editor di salah satu perusahaan penerbit terkenal, sedangkan Ayunda menjadi jurnalist terkenal, lalu Tania yang menjadi guru teater dan balet di sebuah sanggar terkenal, tempat lahirnya nama artis-artis terkenal, dan Atarik kini menjadi seorang penyanyi dan pencipta lagu.
Herdi senang melihat mereka yang sekarang sudah sukses, meskipun ia juga merasa sedih karena rindu yang berat untuk ia rasakan seorang diri. Jika purnama selanjutnya telah tiba, ia berniat untuk mengadakan reuni kepada mereka di Yogyakarta, jika semesta mengabulkannya.
_
Jikalau Jakarta adalah tempat yang paling bagus untuk para seniman pekerja, mereka setuju. Dan jika Yogyakarta adalah tempat belajarnya para seniman, mereka semakin setuju. Meskipun mereka kini sudah sukses dan merantau di kota-kota terbesar, tapi bukan berarti mereka melupakan kota kelahiran dan perjuangannya mulai dari titik nol.
Akhirnya semesta mengabulkan permintaan Herdi. Betapa bahagiaanya Herdi bisa bertemu satu sama lain dengan mereka. Herdi sendiri yang mengundang mereka melalui email, dan akhirnya mereka bisa datang ke sini.
"Ya ampun kak Herdi, apa kabar?" Teriak Riri, sifatnya masih belum ternyata, paling heboh sendiri.
"Seperti yang kalian lihat, baik."
"Eh, kalian ingat nggak, dulu tempat ini menjadi basecame kita sepulang sekolah, tempat ini juga menjadi pertemuan kita untuk menjadi dekat dan berkesan, lalu sekarang tempat ini menjadi pertemuan kita setelah enam tahun nggak pernah ketemu," Kata Tania.
"Iya. Ternyata kalian masih sama ya, nggak berubah sama sekali."
"Yu, setiap karakter manusia pasti akan melekat pada dirinya, nggak akan pernah berubah karena sudah menjadi kebiasaannya."
"Bukan itu Ri, maksud gue wajah kalian itu nggak berubah."
"Oh."
"Kalian udah berapa lama jadian?" Tanya Herdi pada Tania dan Atarik.
Atarik dan Tania memang tengah menjalin hubungan sejak mereka tinggal di Jakarta, satu tahun yang lalu. Hubungan mereka awet, tidak ada kabar miring yang membuat hubungan mereka goyah lalu tidak percaya satu sama lain.
Begitu juga dengan Ifan. Dua hari yang lalu resmi berpacaran dengan Sara, meskipun banyak sekali rintangan yang harus Ifan lalui, hingga akhirnya ia bisa meluluhkan hati ayah Sara dan merestui hubungan mereka berdua.
Dan yang paling tidak menyangka lagi jika Riri dan Daniel berpacaran setelah lulus SMA. Awalnya Riri ragu untuk menerima cinta Daniel, namun melihat perjuangan Daniel yang begitu keras membuat hatinya luluh dan menerima cinta Daniel. Sudah sejak dulu Daniel memang mencintai Riri, tapi rasa malunya tidak bisa ia kalahkan dari apapun. Sampai ia sadar, tidak mungkin ia terus lari dari kenyataan dan membohongi perasaanya sendiri. Maka sejak saat itu ia nekat untuk mengungkapkan perasaanya pada Riri.
Tidak jauh beda dengan kisah cinta Riri dan Daniel. Ayunda-pun juga begitu. Awalnya ia tidak percaya jika Reno mencintainya, teringat jelas bagaimana dulu waktu SD, sikap dingin Reno yang diberikan untuknya membuat ia sadar jika Reno tidak akan pernah mencintainya dan akan selalu membecinya, namun bertambahnya usia mampu merubah sifat Reno yang tidak lagi pilih-pilih dalam berteman. Ayunda semakin suka Reno yang sekarang, mengajaknya berteman hingga sebuah rasa spesial tumbuh di hati Reno. Dan kini status mereka sama seperti Atarik dan Tania, pacaran.
"Ada deh." Jawab Tania malu-malu.
Seperti ikan yang tinggal di habitatnya, mereka akan senang sekali, bermain-main dan ada rasa kenyamanan di dalamnya. Seperti Atarik, Tania, Ifan, Riri dan Ayunda kali ini, bertemu dangan habitat mereka yang sesungguhnya, bersama teman yang akan selalu menemani mereka, mendukung mereka, meskipun jarak yang sebentar lagi akan memisahkan mereka kembali. Tapi mereka yakin, dengan adanya satu hati mereka bisa merasakan apa yang dilakukan dan dirasakan temannya di sana.
"Ada sesuatu untuk kalian," ucap Herdi.
"Apa kak?"
"Saya punya rumah produksi, namanya ATHIRA pictures, singakatan dari nama kita masing-masing. A ; Atarik, T ; Tania, H ; Herdi, I ; Ifan, R ; Riri, A ; Ayunda. PH (Production House) itu saya dirikan untuk kalian, dan saya ingin kalian bekerja di sana."
"Bekerja kak?"
"Iya. Saya sudah punya rencana sejak dulu. Kalian bekerja di sana bersama saya dengan pembagian tugas masing-masing. Atarik dan Tania nanti sebagai producer musik, Ayunda sebagai editor dan penulis naskah, Riri sebagai sutradara, dan Ifan sebagai fotografer, pembuat poster dan sejenisnya. Gimana? Kalian mau nggak?"
"Beneran, kak?"
"Iya, benar."
"Yaudah kak, kalau gitu kita mau," kata Riri spontan. Mereka semuanya tersenyum. Membahas penggarapan film pertama mereka.
Tuhan menciptakan senja dengan satu alasan, supaya manusia selalu mengingat dan sadar bahwa suatu saat nanti kita juga akan sepertinya. Di balik langit merah dan tanah.
(Tania Widjaja Elmahira)