Mungkin, semua orang akan menikmati waktu sore di tepi pantai, malihat keindahan karya Tuhan yang tidak ada tandingannya. Namun berbeda dengan Atarik, Tania, Ifan, Riri dan Ayunda, mereka justru berada di Monas dan naik ke atasnya, sampai mereka bisa melihat indahnya kota Jakarta dengan lampu-lampu yang remang, dan berbeda warna.
Angina lumayan kencang. Rambut Ayunda yang tergerai saja ikut beterbangan. Hari ini, hari terakhir mereka di Jakarta, maka dari itu, mereka datng ke sini.
"Nggak nyangka ya, ternyata kita udah bisa jadi kayak gini," kalimat itu berasal dari bibir Ifan, tatapannya selalu tertuju ke bawah.
"Tanpa usaha, kita nggak akan bisa jadi kayak gini Fan," Sahut Riri.
"Dan juga kekompakan dari kita."
Saat itu hening, tidak ada sesuatu yang ingin mereka ungkapkan. Matahari mulai terbenam. Rasa sedih mulai mnghinggap di hati mereka, mungkin karena akan meninggalkan kota Jakarta. mereka tau, apa perbedaan Yogyakarta dan Jakarta. Yogyakarta adalah, kota kelahiran mereka, sedangkan Jakarta adalah, kota kesuksesan mereka. tapi begitu, kedua kota itu, sangat penting dan berharga bagi mereka.
"Rasanya gue siap buat ninggalin Jakarta," Kata Tania dengan raut wajah yang sedih.
"Sama, gue juga. saat nanti kita kembali ke Yogya, kita jadi apa ya? Masih dianggap apa, setelah kita beberapa kali masuk di TV dengan sebuah karya."
"Boneka kali, yang bisa disuruh-suruh dan dimanfaatin sama mereka."
"Otak kita nggak sebego gitu Fan. Setelah ini kita nggak bisa buat ditindas-tindas lagi, kita harus berani, tapi bukan berarti kita sombong. Kita hanya menyadarkan mereka aja. Orang pintar nggak semuanya mampu dan bisa dia kerjakan, orang kaya, nggak bisa menandingi kekayaan Tuhan, orang cantik, keren, ganteng, mereka hanya topeng di dunia ini, saat tua, wajah aslinya akan terlihat, atau setelah menikah dan punya anak," Terang Tania.
"Lalu, setelah ini, harapan kalian apa?" Tanya Atarik. Ayunda mengehmbuskan nafas, "Hidup kita bisa berubah. Yang merasa kesepian, semoga punya teman, yang hidupnya tertekan, semoga cepat bebas, yang hidupnya sedih, semoga kebahagiaan segera datang."
Langit mulai gelap, mereka segera begegas untuk kembali ke rumah, menghabiskan sisa waktu yang tinggal sedikit di sana.
_
Matahari perlahan-lahan mulai menampakkan sinarnya, embun yang tersisa di rumputan mulai hilang, jalan raya sudah mulai macet, masyarakat mulai beraktifitas seperti biasanya.
Dulu stasiun akan menjadi tempat yang penuh bahagia, tapi sekarang, stasiun akan menjadi tempat akhir tinggalnya sebuah kenangan. Atarik, Tania, Ifan, Riri dan Ayunda, tidak hanya akan meniggalkan Jakarta, tetapi, juga melepas kebersamaanya bersama Herdi, hal itu membuat mereka sedih. Bagaimana tidak, Herdi sudah memutuskan untuk tidak kembali ke Yogyakarta, dengan alasan tugasnya telah selesai.
"Kak Herdi yakin, nggak mau bareng kita?" Ajaka Riri, berusaha menggoyahkan keputusan Herdi untuk tinggal di sini, selamanya.
Herdi tersenyum, "Kan saya udah bilang, saya sudah nggak lagi ke Yogyakarta."
"Kenapa sih, kak Herdi nggak ke Yogyakarta aja?"
"Tempat saya sebenarnya di sini Tan, saya di Yogya hanya untuk menjalankan tugas, membangkitkan semangat hidup kalian. Percayalah, suatu saat nanti, Tuhan akan mempertemukan kita kembali."
"Kita nggak mau suatu saat nanti kak, aku maunya sekarang. Terkadang, kata suatu saat nanti bisa membuat kita lelah menunggu, menghimpit rasa rindu, lalu menyalahkan takdir yang pernah mempertemukan kita"
"Jangan pernah berkata seperti itu Atarik. Cepat naiklah! Kereta kalian akan berangkat."
Masinis masuk ke kereta, pertanda bahwa kereta akan segera berangkat.
"Yaudah kak, kita berangkat dulu ya? Semoga kita bisa bertemu lagi," Ucap Ifan.
"Hati-hati."
Mereka segera naik ke kereta,meniggalkan Herdi yang belum juga pergi dari sana, padahal, kereta mereka sudah berangkat. Sebenarnya, Herdi juga tidak tega melepas mereka, rasanya ingin menghalangi mereka untuk pergi, tapi ia takbpleh bersikap egois, masa depan mereka masih panjang, dan Yogyakarta masih belum siap membiarkan mereka berkibar di daerah lain.
_
Banyak yang berubah setelah mereka pulang dari Jakarta. Bukan dari diri mereka sendiri, tetapi dari orang lain di sekitar mereka, contohnya seperti mama, papa Tania, Riri, Atarik, dan ibuk serta ayah Ayunda, mereka kini mulai meenghargai keputusan anak-anaknya, bahkan ada yang berniat melanjutkan pendidikan anaknya di sekolah seni musik, papa Atarik misalnya. Mama yang mulai percaya dengan kemampuan Tania ingin mengajak anaknya untuk bertemu pada salah satu sutradara terkenal, dan berharap Tania bisa menjadi pemain film di sana.
Papa dan mama semakin perhatian pada Riri, tapi bukan berarti mereka rujuk kembali. Mereka berbagi tugas, jika papa bertugas di luar kota, mama yang akan merawat Ririr, begitupun sebaliknya.
Ayunda semakin hari semakian semangat untuk menulis sebuah puisi dan cerpen, karena orang-orang di sekitarnya selalu mendukung dan mulai menerima kekurangannya, terutama ibuk dan ayahnya.
Sedangkan Ifan mengajak Weni untuk pindahan rumah yang lebih nyaman tempatnya, setelah Ifan pulang dari Jakarta.
_
Hari-hari terus berlanjut, suka dan duka Tania, Atarik, Ayunda, Ifan dan Riri jalani bersama, hingga tanpa terasa UN telah di depan mata. Waktu berkumpul mulai mereka batasi untuk belajar. Empat hari sudah mereka melaksanakan UN, sudah tidak memiliki tanggung jawab lagi dan kini menikmati massa-massa libur sekolah yang panjang. Tapi bukan berarti mereka sekarang tidak belajar, mereka masih belajar supaya bisa masuk ke universitas yang mereka inginkan.
Dan sekarang adalah hari pengumuman kelulusan sekolah, Ayunda, Riri, Tania, Ifan dan Atarik datang ke sekolah bersama, untuk terakhir kalinya,, karena besok-besok mereka akan sibuk dengan diri mereka masing-masing.
Saat melihat pengumuman di madding betapa bahagianya mereka ketika melihat nama mereka di sana. Tapi ada hal lain yang membuat mereka bahagia, mereka di terima universitas yang mereka inginkan. Ayunda di terima di Universitas Gadjah Mada dengan jurusan Sastra Indonesia, sedangkan Ifan mendapat beasiswa di Institut Teknologi Bandung dengan jurusan Desain Grafis, Tania mendaftarkan diri kuliah di Institut Kesenian Jakarta dengan jurusan Seni Teater dan akhirnya dirinya di trima di sana, Riri akhirnya bisa masuk di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dengan jurusan Perfilman, begitu juga dengan Atarik yang masuk di perkuliahan yang sama dengan Tania, hanya saja jurusannya tidak sama, Atarik mengambil jurusan Seni Musik.