51 INT. STASIUN KERETA JAKARTA - PAGI/SUBUH
Kita melihat situasi stasiun kereta yang sudah lumayan sibuk. Ada orang berlalu-lalang, ada beberapa yang sedang mengantri di loket pembelian tiket.
Nata dengan tas ransel di pundaknya, kamera yang menggantung di lehernya, dan menggunakan pakaian yang sederhana berjalan di area stasiun kereta. Mencari gerbong kereta sesuai dengan yang tertulis di tiket kereta.
52 INT. DI DALAM KERETA - PAGI/SUBUH
Nata berjalan pelan di lorong kereta sembari mengamati nomor di setiap bangku dan melihat tiketnya secara bergantian berulang kali. Mencocokan nomor duduk yang tertera di tiket dengan yang tertempel di tiap-tiap tempat duduk.
53 INT. KAMAR ZEA - PAGI
Jam dinding di kamar Zea menunjukkan pukul waktu jam 9 pagi (C.U.).
Alarm dari ponsel Zea berdering kesekian kalinya pagi itu. Akhirnya Zea berhasil bangun dan langsung membuka mata. Raut wajahnya kaget. Langsung buru-buru mengambil ponsel yang ada di atas meja kecil di sampingnya. Melihat jam di ponselnya menunjukkan pukul 9 pagi.
Zea menghela napas. Kecewa terhadap dirinya sendiri. Zea dengan cepat beranjak dari kasurnya.
CUT TO:
54 INT. DI DALAM KERETA - PAGI
Kita melihat keadaan di dalam kereta. Suasana di dalam kereta cerah. Ada yang sedang makan, ada orang tua yang sedang memperlihatkan pemandangan melalui jendela kereta kepada anaknya yang ada di pangkuannya, dan ada Nata yang sedang tertidur lelap sambil memangku tas ransel dan kameranya.
Cahaya matahari masuk lewat jendela kereta. Terik matahari membangunkan Nata dari tidurnya. Raut wajahnya kaget. Langsung mengecek barang-barang yang ia bawa, yaitu tas ransel dan kamera yang ia peluk di pangkuannya. Merasa aman. Tidak ada yang hilang.
Nata melihat pemandangan luar melalui jendela di sampingnya. Tersadar matahari sudah naik. Nata lalu menyalakan kameranya dan berusaha mengambil objek melalui jendela.
55 INT. KAMAR ZEA - KAMAR MANDI - PAGI
Zea dengan handuk di bahunya melangkah masuk ke kamar mandi. Berniat mandi, berjalan ke tempat untuk mandi/shower. Namun hanya berdiri terdiam. Dilema.
ZEA
(menggumam, menggeleng)
Enggak keburu enggak akan keburu.
Berubah pikiran. Zea meninggalkan tempat shower dengan cepat dan berjalan ke arah wastafel. Zea mengambil sikat gigi di depannya. Menyikat giginya dengan kilat. Juga mencuci mukanya dengan sabun dan membilasnya dengan kilat.
Zea berdiri di depan wastafel, sekaligus di depan cermin. Sembari mengelap wajahnya yang basah dengan handuk, Zea melihat cerminan wajahnya melalui cermin wastafel. Cerminannya menampilkan sosok yang berantakan karena bangun tidur, namun wajahnya tetap cantik. Tidak ada garis keriput yang terlihat, wajahnya lebih tirus, matanya berbinar.
Lalu kita melihat sosok Zea yang asli. Matanya sayu, terlihat garis keriput di matanya, dan terlihat lebih gendut.
Terdapat kontradiksi antara sosok Zea dari cermin yang dilihat oleh Zea dan sosok Zea asli yang dilihat oleh orang lain (penonton).
56 INT. KAMAR ZEA - PAGI
Sudah berganti baju. Dengan mengenakan baju pergi, Zea mondar-mandir, buru-buru mencari dan memasukkan sedikit barang ke tas selempangnya. Menyisir rambutnya dengan cepat. Lalu pergi meninggalkan kamarnya dan menutup pintu.
57 EXT. JALANAN DI YOGYAKARTA - MALIOBORO - SIANG
Kita melihat plang jalan bertuliskan Malioboro dalam aksara Jawa (C.U.).
Kita melihat jalanan di area Malioboro secara keseluruhan (ESTABLISHING SHOT).
Nata berjalan menyusuri jalanan di area Malioboro. Memandangi setiap detil isi kota.
Melewati kereta kuda dan menyapa sang kusir dengan menundukkan kepalanya ke arah sang kusir.
58 EXT. JALANAN DI YOGYAKARTA - DERETAN TOKO BATIK - SIANG
Nata berjalan melewati toko-toko yang terletak berderetan, menjual batik. Sekali-sekali Nata masuk ke dalam toko untuk melihat-lihat.
59 INT. BANDARA YOGYAKARTA - SORE
Kita melihat keadaan di dalam bandara Yogyakarta secara keseluruhan (ESTABLISHING SHOT).
Pintu otomatis untuk kedatangan domestik terbuka. Zea muncul dari pintu tersebut.
Setelah keluar, Zea menghadap banyak orang yang menunggu di depan pintu kedatangan untuk menjemput orang yang ditunggu.
Penumpang pesawat lain yang keluar bersamaan dengan Zea memeluk keluarganya yang menunggu. Ada yang saling melambaikan tangan, bahagia akhirnya bertemu keluarga.
Zea melihat jam di tangannya dan buru-buru berjalan cepat. Mengejar waktu.
60 EXT. DI PINGGIR JALAN - SORE
Nata berjalan menghampiri becak motor.
NATA
Pak? Bisa naik? Ke daerah UGM (Universitas Gadjah Mada).
SUPIR BECAK
(dengan logat khas Jogja)
Mari mas, naik.
61 EXT. JALAN RAYA - SORE
Nata menyusuri jalan raya Yogyakarta dengan becak motor. Hal ini adalah hal yang baru baginya.
Terkadang sesaat Nata merasakan guncangan kecil. Membuatnya terkesima.
Nata tidak bisa menyembunyikan ekspresi bahagianya menikmati pengalaman baru yang sedang dialaminya saat ini.
62 EXT. DEPAN PENGINAPAN - SORE
Nata turun dari becak motor. Tertawa senang.
NATA
(ke supir becak motor, tertawa)
Terima kasih ya pak. Seru banget pak ternyata naik becak.
Nata memberikan uang ke pak supir becak.
SUPIR BECAK
(ke Nata)
Mas e saking pundi?
(Masnya dari mana?)
NATA
Ya pak? Maaf saya enggak mengerti bahasa Jawa.
SUPIR BECAK
Oooalah. Masnya dari mana?
NATA
Saya dari Jakarta pak. Di jakarta enggak ada becak pakai mesin motor kaya gini.
Zea sampai di tempat penginapan dan berdiri terdiam melihat interaksi antara Nata dan tukang becak (INSERT).
Dari perspektif Zea, interaksi Nata dan tukang becak menunjukkan bahwa Nata adalah orang yang mau bersosialisasi dengan siapa saja dan ramah.
63 INT/EXT. DI DEPAN PENGINAPAN - SORE
Zea membuka salah satu pintu rumah penginapan dengan kunci. Nata berdiri di belakangnya, agak berjarak. Menunggu.
64 INT. DI DALAM RUMAH PENGINAPAN - SORE
Setelah masuk ke dalam rumah, Nata berdiri diam. Memperhatikan setiap sudut rumah. Nata mulai menyalakan kameranya.
ZEA
(perlahan, ke Nata)
Jadi, cuma mau ambil foto?
NATA
Iya.
Nata menjawab pertanyaan Zea tanpa menatap Zea. Sembari menatap kameranya, menyiapkan kamera, menyetel layar kamera.
ZEA
Oke silakan difoto. Saya... tunggu di luar ya.
NATA
Kemana? Tunggu di dalam aja. Kalau gue ambil sesuatu, terus enggak ketahuan, gimana?
Zea heran mendengar kata "gue". Merasa Nata terlalu akrab dengannya. Tapi Zea mengubah "saya" menjadi "aku"
ZEA
(heran)
Kamu tukang colong barang?
NATA
Enggak.
ZEA
Terus?
NATA
Siapa tahu keinginan nyolong barangnya baru muncul hari ini.
Zea tambah heran. Menatap Nata dengan tatapan curiga.
Nata tertawa melihat tatapan curiga Zea kepadanya.
NATA
Hahaha. Gue bercanda.
Maksud gue, supaya prosedurnya benar. Gue sebagai karyawan ambil foto tempat penginapan. Lo sebagai yang punya penginapan memastikan semuanya baik-baik aja. Jadi, enggak akan ada kesalahpahaman.
Zea mengangguk setuju. Tatapan ragunya memudar menjadi tatapan yang tenang.
Nata tersenyum sembari melihat perubahan ekspresi dan tatapan Zea.
Nata mulai berkeliling di dalam rumah penginapan. Menuju kamar mandi, ruang dapur, kamar tidur, untuk mengambil foto setiap sudut ruangan.
Di sela-selanya mengambil foto, Nata mengajak Zea berbicara.
NATA
Dari mana?
ZEA
(tidak mendengar Nata dengan jelas)
Apa?
Zea yang duduk di bagian ruang tengah berjalan menuju ke tempat di mana Nata berdiri, di ruang dapur. Untuk mendengar lebih jelas.
Nata melihat ke arah Zea yang berjalan menghampirinya.
NATA
Gue cuma tanya lo dari mana?
ZEA
Mmm. Ribet.
NATA
(tertawa)
Sepengetahuan gue, gue enggak tanya lo bisa fotografi apa enggak deh.
ZEA
Pertanyaan "dari mana" juga bisa dijawab dengan jawaban "ribet".
(beat)
Lagi pula, dari mana kamu tahu aku enggak bisa fotografi. Langsung menilai orang tanpa kenal orangnya itu enggak baik tahu.
NATA
(mengangkat kedua tangan, menyerah, menyesal)
Oops.
Nata perlahan menurunkan kedua tangannya. Tersenyum kecil sembari memandang Zea.
NATA
(tidak percaya)
Beneran bisa fotografi?
Zea yang berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya mengangguk pasti.
NATA
Karena gue enggak percaya kata-kata itu bisa jadi pembuktian, gue akan persilakan kamera kesayangan gue untuk mendukung lo dalam membuktikan kata-kata lo.
Nata melepas tali kamera yang menggantung di lehernya dan menyerahkan kameranya ke Zea dengan kedua tangan.
NATA
(cengar-cengir)
Tapi sebelum itu, boleh antar gue makan dulu enggak?
Sumpah laper banget.
65 EXT. TEMPAT WISATA YOGYAKARTA - ALUN ALUN UTARA - MALAM
Kita melihat deretan penjual makanan di alun-alun utara Yogyakarta.
Kita melihat gerobak bakmi jawa dan tiga penjual yang bekerja sama memasak bakmi dengan cara yang unik. Satu penjual melempar mie ke wajan, satu penjual melempar bumbu-bumbu ke wajan, satu penjual mengaduk wajan/memasak bahan-bahan yang telah dimasukkan.
66 EXT. TENDA MAKANAN BAKMI JAWA - MALAM
Nata dan Zea duduk berseberangan di bawah tenda/terpal. Menunggu pesanan makanan mereka datang. Zea duduk terdiam melihat Nata yang sedang melihat-lihat hasil foto penginapan milik ibu Zea (Kusuma) yang tadi sore ia ambil.
NATA
Penginapan punya nyokap lo kenapa ada di Jogja?
ZEA
Mama aku asli Jogja. Katanya, dia ingin banget meningkatkan kualitas pariwisata di Jogja. Salah satu cara yang bisa dia lakukan katanya dengan menyediakan tempat penginapan bagi orang-orang yang mau mengunjungi Jogja.
(beat)
Tatapannya gitu amat sih?
Nata menatap Zea dengan pasti dan menebarkan senyum kecil. Sedikit mengintimidasi bagi Zea.
NATA
(percaya diri)
Ternyata ini yang ribet? Lo itu asli Jogja, tapi lama tinggal di Jakarta.
Zea menghela napas dan tersenyum. Tak percaya dengan tingkah Nata. Karakter Nata tidak pernah ia temui sebelumnya.
NATA
Nanya lo dari mana aja harus nunggu...
Nata melirik jam tangannya. Jam menunjukkan pukul 7 malam.
NATA
3 jam loh.
ZEA
Okelah. Penilaian kali ini betul. Jadi, kamu dimaafkan.
Nata menatap Zea dengan heran sembari tersenyum.
Dua bakmi diantarkan ke meja Nata dan Zea. Keduanya menerima bakmi rebus (C.U.).
NATA
(ke Zea)
Mantap.
Nata mulai mengaduk-aduk mie rebusnya.
Makan mie itu ya enaknya mie rebus. Mie goreng itu rasanya "classy" gimanaaa gitu. Kurang sederhana. Enggak cocok buat suasana emperan kayak gini. Makan mie rebus itu lebih gimanaaa gitu. Pas ditelan, sensasi hangat airnya merasuk ke seluruh bagian dalam tubuh. Rasanya itu...
(beat)
(sedikit malu)
Lupain deh. Sorry. Lo enggak akan ngerti apa yang gue bilang.
(tertawa)
Banyak yang bilang kalau gue ngomong, katanya aneh. Enggak bisa dimengerti. Jadi mohon dianggap maklum kalau kadang celotehannya enggak bisa dicerna otak. Bukan karena otak penerimanya yang bodoh, tapi emang susunan kata-kata yang keluar dari mulut gue aja yang aneh. Haha.
Zea mengaduk-aduk bakminya sambil menatap Nata. Perkataan Nata mengingatkannya ke masa lalu.
CUT TO:
67 EXT. TENDA MAKANAN DI PINGGIR JALAN - MALAM
FLASHBACK
Sepulang kuliah Zea, Bia, dan Zia bercanda gurau dan berjalan ke arah tenda makanan di area universitas.
Hanya Zea dan Bia yang duduk di bawah tenda penjual bakso.
ZEA
(ke Bia)
Zia mana?
BIA
(cengar-cengir)
Aku suruh beliin bakmi goreng.
ZEA
(menggeleng)
Makanan berkuah tuh makanan yang paling cocok untuk dimakan di bawah terpal kayak gini. Apalagi kalau hujan, mmm. Hangatnya kuah tuh serasa menghangatkan jiwa raga.
BIA
(tertawa)
Iya iya. Tapi gimana dong. Aku enggak pernah minta dilahirin buat enggak suka bakso.
Zia datang membawa bungkusan bakmi goreng untuk Bia.
ZIA
(ke Bia)
Kamu enggak akan ngerti Zea ngomong apa. Aku yang sedarah aja enggak ngerti dia ngomong apa. Kalau Zea udah banyak celoteh, apalagi kalau udah pakai bahasa yang penuh sama perumpamaan. Cuma bisa dimengerti sama orang yang hidup di luar planet bumi.
Zea tertawa pasrah. Bia dan Zia pun tertawa.
CUT BACK TO:
68 EXT. TENDA MAKANAN BAKMI JAWA - MALAM
PRESENT
Zea menatap Nata yang sedang menikmati bakmi. Tatapannya kuat dan dalam. Rasa penasarannya mulai muncul. Ada sebagian dari diri Zea hidup di dalam diri Nata.
Nata menyadari tatapan Zea. Lalu balik menatap Zea. Balasan tatapan Nata membuat mata Zea menjadi tidak fokus. Kemana-mana.
NATA
(antusias, ke Zea)
Habis ini kita kemana?
69 INT/EXT. ALUN ALUN SELATAN - MOBIL HIAS - MALAM
Nata dan Zea duduk bersebelahan. Zea memegang setir. Mobil hias di alun alun selatan yang mereka naiki berjalan perlahan mengikuti jalur mobil hias yang sudah ditentukan. Disebelahnya, Nata tertawa sembari menatap Zea.
NATA
Jadi, ini tujuan selanjutnya?
Bela-belain jalan 1,4 km cuma buat naik bom bom car?
ZEA
Kesempatan nyetir mobil buat aku itu cuma bom bom car sama ini. Untuk bom bom car, aku udah terlalu ketuaan. Tinggal mobil hias alun alun ini harapan aku.
(beat)
Sebagai tambahan, ini bukan bom bom car ya. Tapi, MOBIL HIAS. Salah satu kebanggaan orang Jogja. Jangan sama-samain sama bom bom car di mall.
NATA
Ampun, ampun.
(beat)
(penasaran)
Kenapa enggak nyetir?
ZEA
Pengendara di Indonesia enggak pernah tanggung jawab untuk nyawa mereka masing-masing. Selalu menggantungkan keselamatan nyawa mereka ke orang lain.
NATA
(mengangguk)
Setuju.
(beat)
Habis ini kita kemana?
ZEA
(tertawa)
Kok aku jadi tour guide gratisan gini ya.
Nata tertawa. Nata memosisikan matanya ke lensa kamera. Memotret berbagai objek di sekitarnya.
Juga memotret Zea yang ada di sebelahnya yang sedang sibuk mengendalikan setir.
Nata melihat foto Zea yang baru saja ia potret dari layar kameranya.