1 INT. KAMAR ZEA – PAGI
Jendela kamar Zea ditutupi oleh gorden yang menyisakan celah sangat kecil. Membuat sepercik cahaya matahari masuk ke dalam kamar yang sangat gelap dan menyentuh tangan Zea. Zea sedang menonton film di atas kasur sembari makan camilan. Merasa terganggu.
ZIA (O.S.)
(berteriak)
Je… Jeee?!
Zea yang menggunakan earphone tidak merespon. Masih fokus pada film.
ZIA
Jeje!
BLAM! Zia membuka keras pintu sampai pintunya menabrak tembok di baliknya.
ZEA
(terbelalak kaget)
Apaan sih Ji! Rusak tau pintunya.
ZIA
Yang rusak tuh telinga kamu. Dipanggil-panggil dari tadi enggak dengar.
(beat)
Cepat sana makan. Disuruh mama makan.
(beat)
Ngapain juga sih kamar gelap amat. Ini kamar apa penjara?
Zia (32) berjalan masuk menyusuri kamar Zea. Berjalan ke arah jendela. Mencoba membuka gorden jendela.
ZEA
(kesal dan marah)
Ji… jangan buka-buka jendela. Enggak usah usil deh. Udah sana keluar. Ganggu aja.
Zea mencoba menghalangi Zia yang ingin membuka gorden dengan menodongkan kakinya yang panjang ke arah Zia.
ZIA
(nada serius)
Je… bisa singkirin nih kaki, enggak?
(mulai emosi)
Satu… dua… tiga…
(berteriak)
Ma…! Jeje nonton film sambil makan di kasur. Belum mandiii.
Zea melepas genggamannya dari bungkus camilan. Memindahkan laptop dari atas kaki ke kasur.
Zea beranjak dari kasur. Berdiri di belakang Zia. Tangan kirinya menutup bibir Zia. Tangan kanannya mengunci kedua tangan Zia yang diposisikan ke belakang punggung Zia. Seperti sedang menyandera. Mendorong Zia keluar dari kamar.
Zia berusaha melawan. Meronta.
Zea berakhir memberhentikan proses penyanderaan.
ZEA
Sebelum tulang-tulang patah, muka babak belur, cepetan keluar.
Sebelum aku hancurin muka ganteng yang suka kamu bangga banggain ini.
ZIA
(napas terengah)
Oke. Aku keluar.
Lagi pula aku udah enggak tahan sama bau kamar ini. Kamu bau banget sih, Je. Cepat ngaku udah enggak mandi berapa hari?!
ZEA
(ekspresi datar)
Baru 3 hari.
ZIA
(menggeleng-geleng)
Wah beneran udah enggak waras adik gue.
(menghela napas)
Mama…!! Jeje udah enggak mandi 3 hari!!
Zia berjalan cepat keluar dari kamar Zea.
Zea masih diam berdiri di dekat pintu kamar, melihat Zia yang buru-buru berjalan keluar dari kamarnya. Zea mengangkat tangan kanannya dan mencium bagian ketiak. Tidak bisa mendeteksi bau. Wajahnya tidak berekspresi.
2 INT. RUMAH ZEA - RUANG MAKAN – PAGI
Ibunya, KUSUMA (55) sedang berdiri membereskan piring kotor di meja makan. Kusuma melihat Zea berjalan ke arahnya (arah meja makan) dan melirik Zea dengan helaan napas.
KUSUMA
Cewek itu harus bangun pagi. Kalau bangun siang nanti rejekinya dipatok ayam.
ZEA
(nada kecil/menggumam)
Kenapa harus cewek. Emang rejeki cowok enggak akan dipatok ayam?
KUSUMA
Kamu itu kalau dibilangin bisanya cuma ngebantaaah terus.
Mama sudah selesai nyapu, ngepel, masak, kamu baru bangun tidur.
Yang lainnya udah pada beres sarapan, kamu baru mau makan.
Hidup itu seharusnya selalu berusaha ada di step lebih awal, bukannya selalu ada di step lebih lambat.
ZEA
Aku udah bangun dari pagi kok.
Zia berjalan menuju ruang makan. Menerobos percakapan.
ZIA
Iya sih bangun pagi. Tapi cuma buat nontonin apalah itu oppa-oppa Korea yang enggak bisa diraih. Oppa-oppa yang cuma sekadar dalam angan-angan.
Zia menjulurkan lidahnya ke Zea. Mengejek. Lalu menghampiri ibunya dan mencium tangan ibunya.
ZIA
Aku pamit ya ma. Mau latihan band.
KUSUMA
Hati-hati ya. Jangan pulang malam-malam.
ZIA
(ke ibunya/Kusuma)
Siap komandan!
(ke Zea)
Awas Je, jangan dilihatin terus oppa-oppanya nanti kabur gara-gara bau badan kamu.
Zia membalikkan badan. Berjalan ke arah pintu keluar tanpa melihat ke belakang.
Tersenyum nakal. Menaikkan satu sisi bibir (C.U.).
ZIA
Ma…! awas pingsan…! Jeje enggak mandi 3 hari katanya.
KUSUMA
Ada telor dadar sama cah kangkung. Mama juga udah panasin nasi mawut yang dibawa pulang Zia kemarin malam dari kantornya.
(nasi mawut: kombinasi nasi goreng dan bakmi goreng jawa)
(beat)
Jangan lupa cuci piring ya nanti kalau sudah beres.
Jangan ditaruh gitu aja. Nanti banyak semut.
Kusuma diam-diam melirik ke arah Zea. Berusaha membaca keadaan. Ingin mengutarakan sesuatu namun dilema.
KUSUMA
(terbata)
Je, yang kemarin baru dikenalin papa, enggak srek?
ZEA
Enggak.
KUSUMA
Kenapa lagi? Bukannya sudah mapan, kerjaannya juga bagus, baik pula.
Dia kan karyawan di tempat kerja papa. Jadi papa sudah kenal.
Mama yakin anaknya enggak akan berbuat yang aneh-aneh.
ZEA
Pokoknya enggak aja.
KUSUMA
Alasannya apa? Mama nanya gini supaya ada solusi.
Kalau kurang sesuatu kan papa atau mama atau Zia bisa carikan laki-laki yang lebih baik, sesuai sama yang kamu mau.
Kalau kamu aja enggak pernah mau diajak diskusi, gimana mama, papa, atau Zia bisa bantu?
(beat)
Kamu itu kerjaan juga ganti-ganti terus. Belum ada dua tahun, langsung pindah.
Gimana mau dapat kenalan? Orang itu kan harus usaha, prihatin.
Sebulan lagi itu kamu udah 30 tahun loh, Je.
ZEA
Terus, Zia kenapa enggak disuruh nikah cepat? Dia kan lebih tua dari pada aku? Kenapa cuma aku yang kesannya selalu diburu-buru?
KUSUMA
Laki-laki sama perempuan itu beda. Zia itu laki-laki. Tambah tua tambah matang.
Kamu itu perempuan. Tambah tua tambah layu. Lagi pula, perempuan itu dipilih. Kalau udah tua, nanti siapa yang mau milih?
Seharusnya perempuan itu menikah pas selagi muda, kalau dianalogikan bunga itu lagi mekar-mekarnya.
ZEA
(kesal)
Kok laki-laki enak banget. Mereka mau muda, mau tua, pengennya sama perempuan yang muda.
KUSUMA (O.S.)
Waktu itu cepat banget, enggak kerasa...
(Slowly music playing - genre sad humor)
Zea berhenti makan. Meletakkan sendok yang tadi ia pegang. Jengkel namun pasrah.
Kita melihat Zea memutar-mutarkan badan gelas di atas meja makan dengan tangannya.
Kita melihat goyangan air yang berputar di dalam gelas (B.C.U.)
DISSOLVE TO:
3 INT. RUMAH ZEA - RUANG MAKAN - PAGI/MALAM
FLASHBACK
Kusuma menceramahi Zea waktu SMA (16 tahun)
Kusuma menceramahi Zea waktu kuliah (20 tahun)
Kusuma menceramahi Zea waktu mulai awal kerja (25 tahun)
CUT BACK TO:
4 INT. RUMAH ZEA - RUANG MAKAN - PAGI
KUSUMA
Kalau orang tua cerewet itu didengerin. Akhirnya kan kebawelan mama ini demi kebaikan kamu juga.
SREEEK! Zea beranjak dari posisi duduk. Pergerakannya mendorong kursi ke belakang.
ZEA
Aku ada janji sama Bia. Dia mau ngenalin aku sama temannya. Laki-laki.
Zea mengambil piring bekas makanannya. Berjalan ke arah dapur. Arah wastafel untuk cuci piring.
Kusuma minum segelas air dengan cepat. Kesal. Dia tahu anaknya berbohong, lagi. Dia tahu anaknya hanya ingin keluar dari pembicaraan.
5 INT. STUDIO MUSIK - MALAM
Zia dan 4 temannya selesai latihan musik. Semuanya sibuk merapikan peralatan musik. Ada yang sedang memasukkan gitar ke dalam tas. Ada yang sedang mencabuti kabel-kabel.
TEMAN 1
Lanjut kemana nih kita? Kafe? Apa...Bakso Mang Abeng?
TEMAN 2
Gue pilih Mang Abeng. Hidup bakso Mang Abeng!
TEMAN 3
Gue juga Mang Abeng.
TEMAN 4
Lo pada enggak bosen apa bakso Mang Abeng mulu. Cari yang lain, please.
Semua mata mengarah ke Zia yang sibuk membereskan gitar ke dalam tas gitar pribadinya. Menunggu jawaban Zia.
TEMAN 1
Ji? Lo absen lagi?
ZIA
Gue langsung cabut ya. Udah janji sama orang rumah nih buat pulang cepet.
Lo sih enggak bilang-bilang dulu mau lanjut makan.
TEMAN 1
(nada santai)
Udah bertahun-tahun gue kenal lo.
Tapi tetep aja gue belom bisa nerima alasan lo.
TEMAN 2
(tertawa)
Zia fleksibel, dunia terbalik.
ZIA
Makanya, kalo mau gue ikut, acara makan sama nongkrongnya direncanain dulu.
TEMAN 4
Emangnya nge-date? Pakai acara janjian segala. Makan tuh panggilan alam, Ji. Enggak perlu pakai janji-janji. Cuma butuh spontanitas.
ZIA
Terserah kalian deh. Pokoknya gue cabut. Daaah!
Zia berjalan keluar studio.
TEMAN 3
Bilangin jangan lupa minggu depan jam 7.
TEMAN 1
(berteriak)
JI, JANGAN LUPA MINGGU DEPAN JAM 7 TEMPAT MANGGUNG BIASA!
ZIA
(berteriak)
YOI.
TEMAN 3
Si Galang kapan balik ya? Musik kita kerasa hampa banget tanpa saxophone.
TEMAN 4
Enggak tahu tuh. Udah hampir 2 tahun dia kabur. Gue lihat instagramnya seru banget kayaknya keliling Eropa gitu. Main musik di jalanan juga. Seru banget bisa busking di Eropa.
6 I/E. DEPAN PINTU RUMAH ZEA - PAGI
Bel rumah Zea berbunyi. Kusuma membukakan pintu. Melihat tetangganya, ibu-ibu, berdiri di hadapannya memegang kartu undangan pernikahan.
IBU TETANGGA 1
Bu Kusuma... ini saya mau kasih undangan anak saya. Dateng ya bu... kalau ada waktu.
KUSUMA
Undangannya Ine?
IBU TETANGGA 1
Iya Bu, alhamdulillah. Pas ada jodohnya. Ine juga udah merasa cocok.
Jadi ya... saya suruh cepat nikah saja.
KUSUMA
Iya Bu. Terima kasih ya undangannya. Saya pasti akan usahakan untuk datang.
Kusuma menutup pintu. Wajahnya muram. Gelisah.
CUT TO:
7 I/E. KAFE - PAGI
Zea dan temannya (Bia, 29) duduk berhadapan di sebuah kafe.
Saling bertatapan tanpa suara beberapa detik.
Zea menunjukkan wajah kesal.
Bia menyilangkan tangan di depan dada. Menghela napas. Wajahnya menunjukkan ekspresi heran tak percaya.
ZEA
Kenapa harus jam segini sih ketemuannya? Aku kan males banget kalau harus keluar siang hari gini. Cahaya mataharinya cerah banget. Mana panasnya enggak kira-kira.
BIA
Emangnya vampir?! sok-sok an benci cahaya matahari. Kalau kamu Bella Cullen sih aku ngerti.
Tapi kenyataannya, yang lagi duduk di depan aku sekarang cuma seorang Zea Azela, yang sebentar lagi mau kepala 3, tapi kerjaannya cuma bertapa doang di kamar yang gelap berhari-hari. Kalau enggak nonton film, nonton boyband Korea, paling cuma nonton drama Korea.
Terus, aku sebagai teman yang baik, mesti diam aja gitu?!
ZEA
Duh, bisa stop enggak Bi. Please. Udah pusing banget aku kena ceramahan mama tiap pagi. Sebagai teman yang baik jangan tambah-tambahin kepusingan teman kek.
(beat)
Lagi pula, nonton film sama nonton drama itu bukan sekadar "cuma" tahu. Kita bisa belajar banyak dari sebuah film. Isinya penuh sama pelajaran hidup.
BIA
Apa gunanya nonton sesuatu yang isinya banyak pelajaran yang bisa diambil, tapi enggak pernah mengaplikasikan pelajaran itu ke kehidupan sehari-hari.
ZEA
Duh Bi. Beneran bisa berhenti ngomel, enggak?
Aku pusing banget nih. Enggak sanggup untuk menghadiri acara omelan ibu-ibu ronde ke dua.
BIA
Oke. Tapi janji harus dengerin dulu tawaran aku hari ini sebelum langsung nolak. Janji?
ZEA
Oke, Ibu Bia...
(beat)
Pak Aji kemana sih? Bisa-bisanya ngebiarin macan kota kabur dari kandang.
Bia mengeluarkan laptop dari tasnya. Mempersiapkan sesuatu yang ingin ia tunjukkan ke Zea.
BIA
Hari ini waktunya Aji ngurus Bia Junior. Weekday kan aku yang selalu ngurus anak. Weekend biar gantian dia yang ngurus. Biar aku bisa keluar rumah sekali-kali.
(beat)
Dan... kamu harus bersyukur. Waktu luang yang berharga buat aku ini, aku pakai untuk sahabat aku tersayang.
ZEA
(mengeja)
Te...ri...ma... ka...sih... i...bu... Bi...a...
(beat)
Sedih aku kalau jadi Cia. Nama bagus bagus Crescencia, tapi disebut-sebut sama emaknya selalu Bia Junior.
(tertawa)
Emang Cia rela disama-samain sama kamu?
BIA
Eh, emangnya aku kenapa? Ada yang salah sama aku? Cantik... dan baik pula.
ZEA
Enggak heran Zia belum nikah nikah. Pasti karena kenangan mantan yang cantik dan baik ini enggak bisa keluar dari ingatan dia.
BIA
Ji... masa lalu itu ada yang jenisnya cukup untuk dikenang, bukan untuk dibahas-bahas.
Kamu enggak pernah lihat macan kota ngamuk?!
ZEA
Sejak kapan masa lalu punya banyak jenis.
BIA
Sejak kata-kata barusan keluar dari mulut aku.
(beat)
Sekarang, bisa fokus ke tujuan awal, enggak?
ZEA
Ups.
Zea membawa kursi yang ia duduki ke sebelah Bia. Mereka duduk bersebelahan. Keduanya menatap ke layar laptop. Bibir Bia mulai bergerak. Menjelaskan sesuatu.
CUT TO:
8 I/E. DEPAN RUMAH ZEA - DALAM MOBIL - MALAM
Bia melihat Zea yang tertidur di sebelahnya. Bia menggoyangkan bahu Zea. Berusaha membangunkan Zea.
BIA
Jeje cantik... sudah sampai sayangku...
ZEA
(Sedikit bingung)
Oh, udah sampai ya.
BIA
Iya tuan putri... sudah sampai depan rumah.
(beat)
Je, dengerin kata-kata aku. Tawaran aku tadi, dipikirkan baik-baik ya Je. Sekali lagi, aku minta kamu buat pikirin itu baik-baik ya Je.
ZEA
Iya, mama kedua.
Cahaya terang dari lampu motor yang baru saja datang menyilaukan penglihatan Zea dan Bia. Zia yang masih duduk di motor melepas helmnya. Pandangannya langsung mengarah ke Bia yang duduk di dalam mobil di seberangnya. Terdiam.
Zea melirik ke arah Bia, dan berganti ke arah Zia. Berhasil membaca keadaan. Membuatnya buru-buru keluar mobil dan jalan masuk ke dalam rumah.
BIA
(mengarah ke Zea yang jalan masuk ke dalam rumah)
Wah, enggak ada sopan-sopannya ini anak satu.
(menghela napas dalam)
Aku bisa!
Bia berbicara ke dirinya sendiri.
Bia keluar dari mobil. Mendatangi Zia yang masih diam duduk di motornya dan sedari tadi masih menatap Bia yang sedang berjalan ke arahnya.
BIA
(berusaha tersenyum, namun kaku)
Ada waktu buat bicara sama aku?
CUT TO:
9 EXT. TROTOAR PINGGIR JALAN RAYA - MALAM
Zia dan Bia berjalan berdampingan penuh suasana canggung. Keduanya tidak berbicara. Hingga akhirnya Zia memulai pembicaraan.
ZIA
Apa kabar?
BIA
Enggak bisa lebih kreatif sedikit kasih pertanyaannya?
ZIA
(tertawa kecil)
Baru pulang dari mana sama Zea?
(beat)
Apa udah lebih kreatif?
BIA
Enggak sama sekali, tapi... masih oke lah.
(beat)
Tadi aku coba untuk tawarin Jeje untuk kerja di...
ZIA
(memotong perkataan Bia)
Apa alasan kamu dulu tinggalin aku?
BIA
(tercengang)
Kalau yang barusan sih terlalu kreatif.
(beat)
Apa pertanyaan ini harus banget untuk dijawab?
ZIA
(mengangguk)
Pertanyaan kreatif sebaiknya harus dijawab dan juga harus pakai jawaban yang kreatif.
BIA
(tertawa kecil)
Jiwa ingin menang kamu enggak pernah hilang ya.
(beat)
(perlahan menatap ke langit malam)
Waktu itu, aku perlu seseorang yang percaya bahwa bintang tidak selamanya harus selalu bersinar terang.