Skala Manusia
9. ACT 3 SEQUENCE 8

116. INT. GEDUNG KEDOKTERAN - LORONG — SIANG

Bella berjalan terburu-buru menuju lift dengan cemas resah menyadari Fiki mengikutinya.

BELLA

(kesal, resah)

Ayo, cepat!! (menekan-nekan tombol lift)

Bella melihat Fiki berjalan ke arahnya dengan langkah cepat. Bella berbalik dan berjalan cepat menuju tangga darurat.

CUT TO:

117. INT. GEDUNG KEDOKTERAN - TANGGA DARURAT — SIANG

Bella menaiki tangga tergesa-gesa, panik dan agak takut.

Fiki membuka pintu tangga dan mengejar Bella.

FIKI

Bella, tunggu! Aku mau bicara sebentar. Aku mohon!

Bella berbeda satu lantai dengan Fiki terus naik tangga.

BELLA

(resah, geram)

BERHENTI!!! (berteriak dan menghentikan langkahnya)

Fiki terkejut menghentikan langkahnya, merasa bersalah.

BELLA

Udahlah Fik. Gue enggak mau berurusan lagi sama dia.

FIKI

Tapi... (ucapannya dipotong Bella)

BELLA

(menahan tangis)

Kenapa lo peduli tentang itu, Fik?! Lo bahkan enggak tahu apa-apa! (lantang dan menahan tangis)

FIKI

(memohon)

A-aku peduli karena cuma Eril satu-satunya sahabatku. Aku enggak mau dia menderita terus. Dokter bilang dia butuh didampingi. Eril butuh kamu, Bella. Dia ingat siapa perempuan yang dimaksud dalam catatannya. Itu tentang kamu ‘kan, Bella?!

Bella terdiam mengusap air matanya.

FIKI

Dia merasa bersalah atas semua perlakuannya. Saat itu dia benar-benar kacau. Aku yakin kamu yang lebih tahu gimana keadaannya saat itu. Kamu juga bahagia saat bersama Eril kan? Ekspresi foto kamu di catatan Eril menjelaskan semuanya. (jeda) Jadi aku mohon, temui dia agar perasaannya jadi lebih baik, Bella. Aku mohon.

Bella meremas pegangan tangga.

BELLA

(menahan tangis)

GUE ENGGAK PEDULI!!! (membentak dan menaiki tangga dengan cepat)

Fiki mematung, menatap kepergian Bella dengan kecewa.

CUT TO:

118. EXT. GEDUNG KEDOKTERAN - ATAP — SIANG

Bella berdiri sendirian di sisi gedung, memandang pemandangan. Matanya agak sembab.

BELLA

(galau)

Meskipun sekarang dia mengingatku, dia akan menganggapku sebagai siapa? (jeda) Walaupun aku kembali padanya sebagai teman, aku enggak akan sanggup. Tidak kuat melihat dia bersama pecarnya itu. (jeda) Kayaknya aku memang harus pergi dari sini.

Bella menutup mata, mengangkat wajahnya menghayati angin yang menghembus rambutnya.

CUT TO:

119. EXT. HALAMAN RUMAH BELLA — SIANG

Pak surya duduk di lantai teras menelpon.

SURYA

Halo, Jolan. Bagaimana kabarmu? (jeda) bagus, bagus kalau begitu. Bisakah kau atur proses pindahan kuliah anakku? (jeda) ke Australia. Tolong carikan tempat yang bagus dan aman. (jeda) itu keinginannya sejak dulu dan belakangan ini Bella memintanya lagi. Sudah saatnya saya beri dia ijin buat kuliah di luar negeri. (jeda) Tolong dapatkan tempat terbaik ya, Jolan.

Sambil memperhatikan mobil yang dikendarai Bella datang dan Bella keluar mobil.

CUT TO:

120. INT. RESTORAN — MALAM

Di kursi meja pelanggan, Eril duduk, kedua tangan menopang dan menutupi wajahnya. Berseragam hitam merah dengan celemek hitam (seragam pelayan restoran).

Seorang pelayan lain datang menghampiri Eril menenteng jaketnya.

PELAYAN 1

Anak baru! Lo enggak mau pulang? (sambil memakai jaketnya)

Eril agak terkejut membuka wajahnya dan duduk tegak.

ERIL

Oh, iya bang (mengusap wajah). Sebentar lagi saya pulang.

PELAYAN 1

Yaudah, gue duluan ya. Jangan lupa sekalian cek lagi kalo aja ada yang kelupaan. Sampe ketemu lusa. (berjalan pergi)

Eril mengangguk, lalu mengelap meja dengan kain lap.

CUT TO:

121. INT. RUMAH ERIL — MALAM - MONTAGE

  1. Eril berjalan masuk ke kamarnya dengan sendu, letih, dan terasa kosong. Ia menggantungkan jaket dan melepas seragam dengan lesu.
  2. Di kamar mandi, Eril duduk di lantai menghadap seember air. Menyiramkan air ke kepalanya dengan wajah kosong. Sunyi dan sepi.
  3. Di meja makan dapur, Eril makan di nasi bungkusnya dengan tenang. Sunyi dan sepi, terasa kesendirian.

END MONTAGE

122. INT. RUMAH ERIL - KAMAR ERIL — MALAM

Di meja belajar, Eril menulis di catatannya di sorotan lampu belajar.

ERIL (V.O.)

Hari ke-25 tanpamu, Ibu. Aku lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Namun masih terasa hampa. Tidak ada yang menarik untukku cari tahu, selain menulis yang kuimpikan.

Membalik-balik halaman ke belakang. Ekspresinya merasa bersalah menatap dua foto dirinya dan Bella, yang tersolasi dan yang masih bagus di bawahnya. Eril menatap harap.

ERIL (V.O.)

Menggenggam sebuah buku yang kutulis isinya sendiri, apa hanya itu misiku sekarang? Entahlah. Juga masih ada seseorang yang kuharapkan, yang masih belum kuat kutemui. Dia adalah, Bellana Sherla Taya. Maka untuk pertama kali kutulis namanya, agar tidak melupakannya lagi.

DISSOLVE TO:

123. EXT. SISI JALAN - RUMAH PRAKTEK PSIKIATER — SIANG

Eril berdiri membaca plang di tiang dinding pagar, bertuliskan "Dr. Hermawan. Psikiater".

Eril menarik hembuskan napas dengan jelas, meyakinkan diri. Lalu berjalan maju.

CUT TO:

124. EXT. PEMAKAMAN — SIANG

Matahari sore menjingga. Eril berbaring telentang di tanah, samping kiri makam ibunya berbantalkan tas. Menaruh kedua tangannya di perut, di atas sampel buku karyanya berjudul "Skala Manusia" .

ERIL

Bagaimana kabar ibu hari ini? Aku harap baik-baik saja. Waktu berjalan sangat cepat, tak terasa sudah hampir tiga bulan berlalu kita tidak saling tersenyum lagi. Banyak hal yang terjadi semenjak kepergian ibu, tapi aku bisa melewatinya perlahan. (jeda) Aku pergi ke psikiater untuk pertama kali, setelah dua tahun lalu pergi bareng Ibu dan, Ayah. Kabarku? Baik-baik saja. Hari ini aku ulang tahun, dan berhasil menggapai impianku (mengangkat bukunya). Eril sangat bahagia bisa mencapainya, seperti tujuan hidup Eril kembali baru.

Eril menurunkan bukunya. Menghadapkan tubuh ke kanan dan meletakkan tangan kiri di atas makam ibu. Ibu jarinya mengusap-usap makam, hening sejenak.

SFX: SUARA DEDAUNAN POHON DIHEMBUS ANGIN.

ERIL

(tegar)

Ibu, kadang Eril meras,a kesepian. Tapi ibu selalu di samping Eril kan? (jeda) Jadi dewasa ternyata berat ya, Bu. Terlalu banyak tanggung jawab ditangan kita (jeda). Tapi, sekarang Eril yakin, walau tanpa ibu Eril pasti bisa menghadapinya.

Ekspresi Eril berubah menjadi menyesal.

ERIL

(menyesal, memohon)

Maafin Eril karena pernah berpikir menyusul ibu lebih cepat. (jeda) Saat itu, hidup Eril seakan telah berakhir, karena kehilangan ibu dan hal lainnya saling bertabrakan (mengepal tangan di atas makam). Sekarang Eril sadar dan memahami semuanya, bahwa hidup itu adalah tentang berjuang untuk bertahan hidup. (tersenyum tegar menatap makam)

Memanjangkan tangan kirinya mendekap kuburan ibu. Terbayang memeluk ibunya.

CUT TO:

125. INT. RUMAH ERIL - RUANG TAMU — MALAM

Perumahan sekitar Eril gelap mati lampu. Hujan bergemuruh.

Eril duduk di lantai menyulut korek api menyalakan lilin di meja ruang tamu setinggi lutut. Di samping lilin terdapat sepotong kue keju di piring kecil.

Eril membuka catatan rahasianya di atas meja dan mulai menulis.

ERIL (V.O.)

Hari ulang tahun kedua tanpamu, Ayah. Dan, ulang tahun pertama tanpamu, Ibu. Aku merindukan kalian. Di umur ke 19 ini, tahun terakhir masa remajaku, aku telah semakin kuat. Aku akan berjuang untuk hidupku. Semua perjalanan yang kulalui begitu berarti. Keras, namun bernilai. Hancur, tapi memberi kesan. Menimbulkan luka di sekujur kisah yang sebagiannya takkan terlupa. Perjalanan yang kulalui, masih akan tetap berlanjut, mengukir dan mengarang jejak baru yang siap tidak siap akan kuhadapi. 15, Maret 2020.

Eril menutup catatannya. Kemudian menatap api di lilin dengan harap.

ERIL

(tulus, tersenyum sangat tipis)

Aku hanya berharap yang terbaik bagiku, dan bisa melalui semuanya dengan sabar. Selamat ulang tahun Eril, aku sangat bangga padamu.

Meniup api di lilin itu dan ruangan gelap gulita.

CUT TO:

126. INT. GEDUNG PENERBITAN — SIANG

BEGIN MONTAGE:

1. Eril sedang berdiskusi dengan bagian tim pemasaran.

2. Eril berdiskusi dengan bagian distribusi.

3. Eril berdiskusi dengan dua orang lainnya.

END MONTAGE

127. INT. GEDUNG PENERBITAN - RUANG EDITOR — SIANG

Eril duduk di kursi seberang meja Bu Asih sang editor.

ASIH

(ramah)

Bagaimana? Semuanya sudah selesai?

ERIL

(senang hati)

Sudah, bu. Besok buku saya akan mulai didistribusikan. (jeda) Makasih banyak, bu. Terima kasih karena telah memberi saya kesempatan untuk membuat buku ini menjadi nyata. Ibu menjadi salah satu orang yang penting dalam hidup saya.

ASIH

Tidak, tidak. Ini semua memang karena diri kamu sendiri. Saya hanya sebagai perantaranya saja. Sekali lagi saya ucapkan selamat, kamu berhasil mewujudkan cita-cita kamu. (jeda) Oh iya, saya merekomendasikan kamu sebagai salah satu tamu penulis di seminar yang rutin kami adakan. Sekaligus sebagai media promosi buku dan edukasi literasi kepada masyarakat. Acaranya seminggu lagi, akan ada sekitar 500 orang yang hadir dan disiarkan secara streaming. Bagaimana? kamu bisa kan?

ERIL

(terkejut, takut, gugup)

Seminar?! Dihadapan banyak orang?! Euuhhh (tiba-tiba gagu)

CUT TO:

128. EXT. TAMAN KAMPUS AUSTRALIA — SIANG

Bella duduk di kursi bermeja bersama beberapa teman australianya. Mereka sedang berdiskusi mengenai tugas. Beberapa laptop terbuka di meja. Bella memperhatikan diskusi.

SFX: NOTIFIKASI DM INSTAGRAM DI PONSEL BELLA

Bella membuka ruang pesan di media sosial itu, dari Mira.

MIRA (V.O.)

Halo Bella, aku Mira. Maaf aku tidak membalas pesan kamu saat itu. Aku tahu ini sangat terlambat, tapi aku akan menjelaskan semuanya. Ini tentang Eril.

Bella menatap layar ponsel dengan ekspresi mencerna berpikir-pikir.

DISSOLVE TO:

129. INT. AULA SEMINAR — SIANG

Cahaya infokus menyorot layar menampilkan tulisan "Muda Meraih Mimpi" bergambar Eril dan satu tamu lainnya. Aula itu cukup besar dan penuh orang dari berbagai kalangan. Ada kamera yang menyorot dari tengah peserta ke panggung.

Di panggung, sang host berbicara ke penonton, di sebelahnya ada tamu yang lain itu.

HOST

(bersemangat)

Baik teman-teman, selanjutnya kita akan hadirkan seseorang yang sangat menginspirasi kita semua, penulis yang baru saja debut. Dengan bukunya yang berjudul "Skala Manusia" yang terbit seminggu lalu, dan buku ini banyak di rekomendasikan orang-orang di media sosial. Katanya buku ini wajib dibaca bagi orang yang sedang bimbang dalam hidupnya. Dan saya yakin kalian sudah kenal siapa dia?

CUT TO:

130. INT. DEPAN PINTU AULA — SIANG

Eril berdiri menunduk di depan pintu. Gelisah tidak fokus. Kening dan kedua telapak tangannya berkeringat dan bergemetar. Napasnya terengah-engah.

INSERT:

PANGGIL SANG HOST DARI PANGGUNG: Kita panggilkan, Erilan Tamaindraaa!!!

SFX: RIUH PESERTA SEMINAR.

Eril semakin gelisah. Napasnya semakin cepat tak karuan. Kedua tangannya mengusap keringat di telapak tangan dan keningnya.

Seorang panitia membukakan pintu untuk Eril.

PANITIA

Silahkan, Mas Eril.

CUT TO:

131. INT. AULA SEMINAR — SING

Lampu menyorot Eril yang berdiri agak menunduk di pintu, masih bernapas cepat gelisah.

Eril kemudian mulai melangkah maju gugup, hanya menatap lantai naik ke panggung.

HOST

(hangat bercanda)

Siapa aja nih yang udah baca buku Skala Manusia, acungkan tangan! (jeda) Wahh lumayan banyak juga ya.

Sang host melihat Eril duduk menunduk gelisah.

HOST

(khawatir)

Mas! Mas Eril! (memanggil-manggil menjauhkan micnya)

Serangan kecemasan Eril semakin menjadi. Kedua tangannya di lutut dan tumit kakinya terus menghentak. Napas mulai cepat dan tersengal-sengal. Bertingkah tidak fokus. Jantungnya berdegup kencang. Gelisah, pusing, dan pandangannya agak kabur merasa akan pingsan. Dahinya berkeringat dingin.

SFX: DENGING DI TELINGANYA.

Eril menutup telinganya yang berdenging seperti kesakitan.

Bella tiba-tiba ada tepat dihadapan Eril, agak berjongkok di atas panggung. Memegang lengan Eril yang bergemetar, dihadapkan kepadanya.

BELLA

(berusaha tenang)

Eril! Eril!

Eril mendengar suara bela samar-samar walau ada di hadapannya.

ERIL

Bella?! (tidak fokus, menahan pusing)

BELLA

Eril tenang. Tutup mata kamu. Tarik napas perlahan. Buang melalui mulut. Tarik Napas. Buang. (sambil perlahan menurunkan tangan Eril dan mengganggamnya)

Eril berusaha mengikuti instruksi Bella mengatur napas walau masih tidak fokus.

BELLA

(meyakinkan)

Mereka tidak seperti yang kamu pikirkan, Eril. Tidak semua orang akan memandang kamu dengan tatapan seperti yang kamu bayangkan. Lawan rasa takut itu (menggenggam erat)

INSERT:

Fiki duduk di baris paling depan: Menatap Eril sangat khawatir.

Eril semakin tenang dan tenang. Gemetar tangannya mereda. Ia membuka matanya memandang Bella, masih agak mengatur napas mencoba fokus.

ERIL

(lirih, memohon)

Bella? Kenapa? Maaf. Maafin aku.

Bella tersenyum tipis menatap Eril.

BELLA

Kamu sudah tenang?

Eril mengangguk.

BELLA

Enggak perlu lihat mereka kalau kamu masih tidak nyaman. Kecuali kalau kamu yakin.

Eril perlahan memberanikan mengangkat wajahnya perlahan, melihat para peserta bagian demi bagian. Ia semakin tenang dan tenang.

Bella tersenyum bangga.

HOST

Mas Eril! Anda baik-baik saja? Mau istirahat dulu? (berbisik)

ERIL

Maaf mas. Silahkan dilanjutkan.

HOST

(masih agak khawatir)

Anda yakin?

Eril mengangguk-ngangguk mencoba tersenyum. Kemudian menatap Bella dan tersenyum, Bella pun sama.

Host berbicara dengan micnya pada peserta.

HOST

Baik, kita langsung saja berbincang dengan penulisnya. Baik, Mas Eril...

JUMP CUT TO:

BEGIN MONTAGE

  1. Eril menjawab dengan sedikit tenang walau agak kaku dan gugup.
  2. Beberapa bagian peserta bertepuk tangan.
  3. Sesekali ia tertawa kecil dengan candaan host.
  4. Eril sesekali memandang ke arah Bella dan Fiki.
  5. Bella dan Fiki yang duduk bersampingan, bangga menatapnya, ikut tersenyum.

END MONTAGE

HOST

Ini pertanyaan terakhir dari saya. Seperti yang telah kita ketahui, buku ini berisi perjalanan hidup yang sebenarnya memiliki arti. Lalu adakah tujuan tersembunyi Mas Eril dalam menulis cerita ini?

Suasana hening. Eril menatap para peserta dengan perasaan mendalam.

ERIL

(tegar dan yakin)

Saya telah melalui banyak hal dan saat yang paling sulit dihidup saya. Ada suatu saat dimana saya benar-benar di luar kendali, dan mengakhiri hidup saya sendiri.

Para peserta agak terperangah, semakin fokus memperhatikan.

ERIL

Ya, mengakhiri hidup saya. Tapi nyatanya, saya masih bisa berbicara di sini, di hadapan kalian. Kini saya sadari, Tuhan tidak menginginkan kita datang dengan cara seperti itu. Begitupun Ibumu, Ayahmu, Kakakmu, Adikmu, yang masih hidup ataupun telah tiada, atau entah siapapun itu. Mereka tidak menginginkan kamu pergi dengan cara seperti itu, bukan?!

Bella memandang bangga Eril dengan sangat menyimak.

ERIL

Sekarang saya memiliki harapan baru di hidup saya, juga seseorang yang selalu memberi yang terbaik untuk saya (memandang Fiki berterima kasih)

Fiki bangga menatap Eril.

ERIL

Itu salah satu tujuan kenapa saya menulis buku ini. Untuk menemani orang-orang yang sedang menghadapi masa sulit dihidupnya, dan bisa memberi kisah bahwa akan selalu ada harapan baru.

Sang host terpana mendengar jawaban Eril.

HOST

Wahh, jawaban yang sangat menyentuh. Baik. Saya akan memberikan satu kesempatan kepada penonton untuk mengajukan pertanyaan.

Beberapa orang langsung mengacungkan tangan dan sang host menunjuk salah seorang di dekat jalur tengah barisan.

HOST

Silahkan.

PENANYA

Apa hal yang mungkin tidak disadari para pembaca dari buku ini? Adakah yang ingin Kak Eril sampaikan secara langsung? Terima kasih (menggunakan mikrofon)

Eril menghela napas.

ERIL

Banyak hal yang ingin saya sampaikan, mungkin ini salah satu yang sangat ingin saya utarakan secara langsung kepada kalian yang mendengar dimanapun kalian berada (Menatap kamera di tengah peserta).

Suasana semakin hening dan fokus menatap Eril.

ERIL

Semakin dewasa dan bertambah usia. Saya sadari ternyata banyak hal yang datang untuk saya ketahui. Ternyata, beberapa diantara kita—depresi, kesepian, enggak bahagia, dan menjadi penyendiri. Beberapa hal itu memiliki tantangan untuk diperjuangkan masing-masing. Tanpa kita ketahui apa yang ada dibaliknya. Kehilangan jati diri. Kehilangan kasih sayang. Kehilangan kesempurnaan fisik. Kehilangan seseorang. Itu semua pasti terasa menyedihkan bukan? Iya. (jeda) Keluarga, teman, sahabat, pasti kita nantikan untuk bercerita. Namun tidak semudah itu untuk berkeluh kesah tentang masalah yang mengacaukan pikiran kita kepada mereka bukan? (jeda) Karena yang utama bukan teman ataupun seseorang. Melainkan butuh kepercayaan diri. Percaya bahwa akan bangkit setelah jatuh. Percaya bahwa hati takkan ragu lagi. Percaya bahwa tidak ada tanah yang tidak bisa diinjak di kemudian hari. Meskipun begitu, manusia tetap memiliki batas. Seperti balon kecil yang membesar dan sewaktu-waktu bisa pecah. Tapi manusia tidak selemah balon itu, tidak juga sekuat baja yang tahan dibombardir. Mungkin ini terasa omong kosong bagi beberapa orang. Tapi saya mohon, selalu ingat ini.

Eril mencondongkan tubuh, serius menatap para peserta.

ERIL

Jangan menoleh cara berjalan orang lain yang berada di jalan yang bahkan tidak bisa kamu lihat. Tapi fokus pada jalurmu yang terjal, penuh kelokan dan bebatuan tajam. Berjalanlah meskipun merangkak. Berjalanlah meskipun akan penuh darah. Berjalanlah terus meski akan banyak tangisan dan teriakan. Karena pada akhirnya, kamu akan menemukan jawabannya. (jeda) Hidup itu tentang berjuang bertahan hidup dan menjadi manfaat bagi orang lain. Saya tahu betul bertahan itu sangat sulit. Tapi itulah cara kita tumbuh. Teruslah berjuang bertahan, hingga tidak tahu caranya melangkah. Sahabat saya pernah berkata—pilihan sulit akan datang, disaat kamu mampu untuk menghadapinya.

Menatap Fiki dan Bella berterima kasih. Mereka tersenyum sangat bangga.

CUT TO:

132. INT. RUMAH ERIL - KAMAR ERIL - MALAM

Eril membuka catatannya di meja. Mulai menulis di sorot lampu belajar berwarna kuning. Secarik foto keluarganya tersandar di lampu itu.

ERIL (V.O.)

Cita-citaku akhirnya terwujud, dan aku sudah tidak takut lagi. Namun, tidak ada yang bisa kuyakini untuk membanggakannya. (jeda) Pada akhirnya, Ayah, hatiku ini masih terasa berat untuk menemuimu. Di lubuk hati terdalam, aku sangat menyayangi dan merindukanmu. Masih berharap kaulah Ayah terbaik di dunia (air mata mentes di halaman itu). Sudah dua tahun berlalu kita tidak berjumpa...

CUT TO:

133. EKS. LUAR GERBANG PENJARA — SIANG

VO Eril berlanjut di bawah ini jadi pengisi vo di scene terakhir.

6 tahun kemudian.

ERIL (CONT'D)

Dan jika sudah saatnya, aku harap menemuimu dengan hati yang telah lapang, semua yang telah kudapatkan, dan bisa memaafkanmu dengan ikhlas. (jeda) Aku ingin memelukmu saat pertama kali kita bertatapan nanti. (jeda) Menangis di pundak yang kurindukan. Dan mengubah kehidupan yang telah sulit kita jalani, menjadi saat yang paling hangat sebagai seorang ayah, dan putra kebanggaannya.

Eril berdiri tegak diam menatap gerbang penjara dari kejauhan dengan datar.

Gerbang kemudian terbuka dan keluar Ayah Eril/TARJO yang membawa tas. Tarjo kemudian menyadari dan melihat Eril jauh di depan. Mereka saling bertatapan.

Tarjo menjatuhkan tasnya dan berlari ke Eril penuh penyesalan. Eril mematung datar, matanya berkaca-kaca.

Tarjo langsung memeluk Eril dengan erat. Eril masih mematung, air matanya menetes di pundak ayah. (VOICE OVER di atas sampai bagian ini)

Sesaat kemudian ia memeluk Tarjo dengan lebih erat dan menangis selarut-larutnya. Menangis jerit memukul-mukul punggung ayahnya, melampiaskan semua kesedihan selama ini.

Ayah masih memeluk erat Eril.

TARJO

(tegar, merasa bersalah, menyesal)

Tidak apa-apa nak. Menangislah. Ayah sudah di sini. Maafin ayah. Maafin Ayah. (mulai ikut menangis sambil mengecup kepala Eril). Maafin ayah. Maaf.

Eril menangis seperti bayi. Mereka terus berpelukan.

ERIL (V.O.)

Batu terakhir dipundakku telah memudar. Meringankan bahu-bahuku yang selalu tertunduk. Kini yang terasa hanya tentram dan aman. Inikah maksudnya. Apa ini yang kupertanyakan dalam perjalanan hidupku? Kini aku memahaminya. Dan kusadari ternyata, kita semua bercita-cita untuk bahagia. Tapi yang sebenarnya kita butuhkan adalah, ketenangan. Ketenangan dalam menjalani segala hal dalam hidup. Kurasa, itu jauh terasa lebih baik.

END

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar