Skala Manusia
8. ACT 3 SEQUENCE 7

97. INT. RUMAH SAKIT - RUANG RAWAT INAP — SIANG

Ruangan itu sepi tanpa siapapun. Eril sarapan di ranjangnya.

SFX: SUARA TELEVISI MENGGEMA RUANGAN.

ERIL

(bingung penasaran)

Siapa perempuan yang kumaksud dicatatanku?! (melahap nasi dan mengunyahnya) Kalau itu Mira, tapi dia bahkan tidak satu sekolah denganku, apalagi satu kelas dan duduk di belakangku. Terus siapa yang aku maksud?

INSERT:

Suara presenter berita televisi terdengar jelas :

PRESENTER BERITA

Seorang ibu melaporkan kehilangan anaknya sejak tanggal 21 Desember. Setelah dua hari pencarian oleh pihak kepolisian—mobil yang diduga dikendarai korban akhirnya ditemukan di Pantai Lenta.

Eril menyuap dan seketika terdiam menatap makanannya mendengar kata "Pantai Lenta". Ia menoleh perlahan ke televisi yang menempel di atas pintu, memperlihatkan mobil sedan berwarna merah marun terparkir di sisi pantai.

ERIL

(menerka-nerka, tercengang penasaran)

Pantai lenta? (jeda) Mobil ituuu?!

PRESENTER BERITA

Tim SAR mengatakan, karena curah hujan yang tidak menentu, pencarian agak sulit untuk dilakukan.

Pintu tiba-tiba terbuka, Mira datang membawa bingkisan dan Tomi mengikuti di belakangnya. Eril mengalihkan matanya pada mereka dan terkejut benci.

MIRA

(tersenyum canggung)

Kak (menyapa)

Eril memalingkan wajah, menatap sarapannya.

MIRA

(canggung)

Bagaimana kabar kamu? (berdiri di samping Eril, menaruh bingkisan di meja)

ERIL

(cuek marah)

Ngapain kalian kesini? (melahap makanannya)

MIRA

(menyesal)

Kak, aku minta maaf, karena tidak memberi tahu situasi sebenarnya tentang hubungan kita dulu.

Eril masih menatap tajam sarapannya, mengaduk dan menelan makanannya.

ERIL

Gue enggak mau membahasnya.

Mira merasa bersalah.

Eril menahan marah mengaduk-ngaduk nasinya.

ERIL

(kesal)

Kenapa kalian bisa tahu gue ada di sini?

MIRA

Seseorang mengabariku. Dan aku datang ke sini untuk memberi kamu sesuatu.

Mira mengeluarkan foto Eril dan Bella yang banyak terlapisi solasi dari dalam tas.

MIRA

Ini foto punya kamu kan? (menyodorkannya)

Eril menerima foto itu dan memperhatikannya dengan terkejut tak percaya.

MIRA

Aku menemukannya di tempat sampah toilet rumah sakit, saat kamu dirawat karena kecelakaan waktu itu. Foto ini sudah terobek-robek di sana. Aku memungutnya karena tahu semua ini akan terjadi.

ERIL

(tercengang)

Bella?! Kenapa dia?! (menatap foto itu)

MIRA

Di situ kamu terlihat jauh lebih bahagia dibandingkan saat bersamaku. Dan perempuan itu jugalah yang memberi tahuku keberadaan kamu disini.

Eril tertegun tak percaya menatap foto itu. Menatap dalam Bella yang tersenyum hangat.

BEGIN MONTAGE - VARIOUS LOCATIONS

  1. Tempat parkir rumah sakit - Bella keluar dari mobil dan menatap rumah sakit dengan harapan.
  2. Lobby rumah sakit - Bella berjalan memeluk bingkisan sambil senyam-senyum merapikan rambut. Bella berpapasan dengan Tomi. Setelah berpapasan, tomi melambatkan jalannya. Ia menoleh Bella seperti melihat, mengingat-ngingat tidak asing.

END MONTAGE

98. INT. RUMAH SAKIT - RUANG RAWAT INAP — SIANG

Eril di ranjangnya dengan tatapan kosong. Mira menatap Eril dengan ekspresi bersalah.

ERIL

(kesal, kecewa)

Kenapa ibu bisa setega ini?! (mengepal tangan di atas meja sarapannya dan menggenggam erat foto itu)

MIRA

(seperti memohon)

Ini masih dugaanku kalau Bu Susi yang membuang foto itu.

Eril menatap foto itu kembali, merasa bersalah.

MIRA

Aku tahu mungkin itu bukan karena bu Susi tidak merestuimu, tapi karena, saat itu keadaan kalian sedang serba salah kan, dan mungkin Bu Susi kira-kalau kamu bisa bersamaku, kamu akan baik-baik aja. Aku harap kamu memahami situasinya waktu itu.

Mira berusaha menenangkan dan meyakinkan Eril.

CUT TO:

99. INT. RUMAH SAKIT - LORONG — SIANG

Bella melihat ke dalam kamar melalui kaca di pintu. Wajah riangnya berubah datar, tertegun sesaat melihat kehadiran Mira menatap Eril yang tertunduk.

BELLA

(pura-pura tegar, kecewa)

Syukurlah, Mira sudah datang. Aku tidak perlu repot-repot kesini lagi (berusaha tersenyum)

Bella berbalik badan. Menatap sendu bingkisan yang dibawanya.

Ia berjalan pergi menunduk, meninggalkan bingkisan di kursi panjang dekat pintu kamar Eril.

CUT TO:

100. EXT. RUMAH SAKIT - TEMPAT PARKIR — SIANG

Bella berjalan cepat menahan sedih menuju mobil dan memasukinya.

INSERT:

Dari kejauhan di jalan setapak, Fiki menggendong tas punggungnya, memperhatikan Bella pergi.

FIKI

(terheran penasaran)

Kenapa Bella seperti menangis? Mau kemana dia, bukannya ini masih pagi? (melihat jam tangannya)

CUT TO:

101. INT. RUMAH BELLA - KAMAR — SIANG

Bella masuk dan mengambil boneka hiu biru dan gelang Eril di dalam kotak di bawah kasur dengan kesal dan kecewa. Lalu keluar

CUT TO:

102. EXT. DEPAN RUMAH BELLA — SIANG

Bella berjalan cepat keluar rumah sambil membawa boneka hiu dan gelang hitam Eril.

BELLA

(kesal, sedih)

Kenapa kamu masih saja berharap, Bellaa?! Kamu bodoh. Untuk apa lagi kamu menemuinya, dia bahkan sudah tidak ingat kamu siapa! (sambil berjalan cepat)

Bella berdiri di hadapan tempat sampah sisi jalan. Ia mengangkat dan menatap boneka dan gelang Eril.

BELLA

(tegar)

Untuk terakhir kalinya, aku hanya berharap yang terbaik untukmu, dan diriku sendiri.

Bella melempar boneka dan gelang itu ke tempat sampah tanpa ragu dan berbalik pergi.

CUT TO:

103. INT. RUMAH ERIL — SIANG

Eril membuka pintu kamarnya, berdiri dirangkul Fiki karena telapak kakinya masih di perban. Mereka menatap kamar yang kacau berantakan, Eril sedih, Fiki terkejut berusaha memahami.

BEGIN MONTAGE:

  1. Eril merapikan seprai kasur dan bantal-bantalnya.
  2. Fiki memunguti pecahan kaca di lantai.
  3. Eril dan Fiki mendirikan lemari buku.

END MONTAGE:

Fiki berdiri memangku beberapa buku dan menyusunnya di rak, dan Eril duduk di lantai menyusun tumpukan buku bagian bawah.

FIKI

Koleksi novel lo banyak juga, ya (sambil menyusun)

ERIL

Yaa lumayan. Lo suka baca novel?

FIKI

Emmm, gue lebih suka buku non-fiksi. Kaya tentang hidup, biografi, sejarah, dan yang paling gue suka sains. Sekarang gue lagi penasaran sama ilmu fisika kuantum. Lumayan memusingkan, tapi gue suka yang mengasah otak.

ERIL

Ohh jadi itu rahasia juara 1 olimpiade sains. Lo emang hebat, Fik, gue salut. Lo tahu apa yang lo suka dan menjalaninya, pasti terasa nyaman tanpa ada tekanan. (sambil menyusun buku)

Fiki memandang Eril bertanya-tanya kasihan.

ERIL

Sejak kecil, gue engga punya banyak pilihan buat menjalani apa yang gue suka. Harus ranking 1 dan ikut lomba-lomba akademik, enggak ada yang lain. Sampai gue stress dan didiagnosis kecemasan berlebih. Bahkan masuk kedokteran pun bukan pilihan gue (terkekeh).

Fiki terduduk menyandari rak disamping Eril.

ERIL

(tegar)

Gue suka menulis. Mengarang cerita atau puisi. Gue harus sembunyi-sembunyi kalau mau ikut lomba menulis (jeda). Dan gue enggak tahu kemana semua karya tulis gue yang udah ada beberapa. Gue lupa simpan dimana (sambil menyusun)

FIKI

Sekarang gimana? Lo bakal menjalani apa yang lo mau sejak dulu?

Eril menyelipkan buku terakhir dan tak sengaja melihat ujung flashdisk hitam tepat di samping bawah rak, dekat buku terakhir yang ia masukkan.

ERIL

Apa ini?! (mengambil flashdisk itu)

Fiki mendekat penasaran.

ERIL

Cadangan? (tulisan di kertas yang menempel di flashdisk)

CUT TO:

104. INT. RUMAH ERIL - DAPUR — SIANG - MONTAGE

  1. Eril berdiri dengan tongkat bantu jalan, Membuka tudung saji, kosong.
  2. Membuka kulkas, hanya ada beberapa makanan dan sayur yang sudah basi.
  3. Membuka ember beras, tersisa sedikit. Ia sedih.

END MONTAGE

CUT TO:

105. INT. RUMAH ERIL - KAMAR SUSI — SIANG

Eril sedang menghitung uang di depan laci lemari yang terbuka. Uang pecahan campuran.

ERIL

(sedih berusaha tegar)

Dua ratus sepuluh, dua ratus dua puluh ribu, dua ratus tiga puluh ribu. Semoga bisa cukup untuk uang makan, dua atau tiga minggu ke depan. Aku harus cepat-cepat cari pekerjaan.

CUT TO:

106. INT. RUMAH ERIL - RUANG TAMU — SIANG

Fiki membaca pesan Bella yang terkirim 4 jam yang lalu.

INSERT:

Pesan Bella: Fiki, jangan kabari aku lagi tentang Eril. Dan jangan beri tahu dia tentang apapun kelibatanku. Ayo kita hidup masing-masing dengan tenang.

Di bawah pesan itu, ada pesan Fiki

INSERT:

Pesan Fiki setengah jam lalu: "Bella, Eril sudah ingat siapa kamu sebenarnya." Dan beberapa panggilan Fiki yang tak terjawab Bella.

FIKI

Kenapa nomornya tidak aktif?

Eril datang dengan hati-hati dan duduk di kursi sofa satu orang, sebelah kiri Fiki.

Fiki mematikan ponselnya.

FIKI

Tadi ada bapak-bapak yang mengantar sepeda lo kesini.

ERIL

(agak terkejut)

Sepeda? Bapak-bapak siapa?

FIKI

Pas gue tanya, dia bilang ada yang meminta buat balikin sepeda ke alamat rumah lo ini. Tapi dia sendiri enggak tahu siapa nama orangnya.

ERIL (V.O.)

(merenung)

Berarti ada yang mengenaliku saat di pantai kemarin? Apa dia orang yang sama yang memakaikan gelang ini ditanganku? (menatap gelangnya) Dan siapa yang membayar lunas biaya perawatanku?

FIKI

Ril, lo yakin belum mau ketemu Bella?

ERIL

(ragu)

Enggak tahu. Gue ngerasa belum siap buat itu. Gue masih butuh waktu buat diri gue sendiri.

Fiki memahami.

ERIL

Oh iya Fik, kapan semester dua mulai?

FIKI

Sekitar tiga mingguan lagi. Awal tahun baru.

IBU-IBU TETANGGA (O.S.)

Mas Eril! Permisi! (memanggil dari luar rumah)

ERIL

Iya, sebentar.

Eril berjalan keluar dengan dua tongkat bantu jalannya.

CUT TO:

107. EXT. TERAS RUMAH ERIL — SIANG

Eril menghampiri ibu-ibu tetangga yang berdiri dibalik pintu pagar luar rumah.

ERIL

(penasaran)

Iya, ada apa ibu? (membuka sedikit pintu pagar)

IBU-IBU TETANGGA

(ramah)

Kamu kemana aja? Rumahnya ditinggal gelap loh. Ini, ada makanan buat kamu, kemarin ibu ada hajatan. Kamu makan yang banyak, ya. (menyodorkan 2 buah nasi kotak dalam kresek)

Eril menerima dengan senang hati menatap keresek itu.

ERIL

Terima kasih banyak, bu (tersenyum)

IBU-IBU TETANGGA

Nah gitu dong, senyum. Jangan murung terus, ya (terkekeh). Saya pergi dulu ya.

Sesaat menutup pagar, Eril melihat RUMAH BU RATRI di seberang. Ia menatap tidak asing mobil sedan merah yang terparkir di rumah itu. Matanya menyadari sesuatu.

ERIL

(tercengang)

Mobil di berita televisi saat itu. Aku ingat sekarang. Mobil itu sama dengan punyanya bu Ratri. Sedan warna merah. (jeda) Apa jangan-jangan, anak yang menghilang itu adalah anak bu Ratri? Siapa namanya?

CUT TO:

108. INT. RUMAH BU RATRI — SIANG

Ruangan itu sepi, hanya terdengar suara presenter berita televisi.

PRESENTER BERITA TELEVISI (O.S)

Anak yang menghilang dua hari lalu berinisial B.A telah ditemukan meninggal. Jasad korban ditemukan cukup jauh dari tempat dimana mobilnya terparkir. Beruntung jasadnya terbawa arus laut hingga ke pesisir pantai—sehingga bisa ditemukan lebih cepat. Korban diduga tenggelam saat sedang berenang, dan pagi tadi telah dimakamkan tidak jauh dari kediamannya."

Bu Ratri duduk di kursi meja makan sendirian, mengenakan pakaian serba hitam. Keningnya tertunduk di atas tangannya yang bersedekap di meja. Menyilangkan kakinya yang menggantung.

Di atas meja tepat di depan bu Ratri, foto keluarganya tergeletak, Bu ratri, suaminya, dan Bagas. Ia mengangkat wajahnya menatap foto itu. Matanya sembab, merah bekas menangis.

Ia ambil foto itu dengan dua tangan, dan menangis sesegukkan lagi.

DISSOLVE TO:

109. EXT. PANTAI LENTA — SIANG - MONTAGE

(MIMPI)

  1. Eril berjalan menabrak ombak sambil menangis. Ia tertelan ombak dan masuk ke dalam air laut.
  2. Meronta-ronta semakin tenggelam, tubuhnya dalam posisi menghadap ke atas memegangi leher sesak napas dan mengulurkan tangan. Kesadaran Eril menurun dan memejamkan mata.
  3. Saat membuka matanya sedikit, ia melihat bayangan hitam, Bagas menyelam ke arahnya. Berusaha menggapai tangan Eril.

END MONTAGE

110. INT. RUMAH ERIL - KAMAR ERIL — MALAM

Jam dinding menunjukkan pukul 02.00 subuh.

Eril tersadar dari mimpi. Wajah penuh keringat dan napas terengah-engah jelas, serangan panik.

Ia meminum obat bergemetar. Berbaring lemas di kasur, menatap kosong langit-langit kamar sambil mengatur napas, menariknya dalam dan menghembuskan perlahan. Perlahan-lahan mulai menangis, memukul dada dan perutnya berkali-kali.

CUT TO:

111. INT. RUMAH ERIL — SIANG - MONTAGE

  1. Dengan perasaan sedih Eril berdiri memandang ruang tamu, kakinya masih ada perban, dia berdiri dengan sisi kakinya.
  2. Memandang sendu kamar ibu yang tertata rapi.
  3. Memandang tempat ibu memasak di dapur, dari pintu dapur.
  4. Eril duduk di kursi meja makan. Sunyi dan sepi. Eril menatap kedua tangannya di atas meja yang menggaruk-garuk kulit sisi kukunya, merenung. Ia pejamkan mata berusaha tegar dan duduk tegak, mengepalkan tangan.

END MONTAGE:

112. INT. RUMAH ERIL - KAMAR ERIL — SIANG

Di meja belajar Eril mengecas ponselnya. Lalu membuka laptop, membuka email.

INSERT:

Email dari perlombaan cerpen nasional : Selamat. Kamu berhasil menjuarai lomba menulis cerpen tingkat nasional ke-12, dengan karyamu yang berjudul "Langit Di Atas Kertas". Kamu berhak mendapatkan juara pertama dan hadiah berupa uang senilai lima juta rupiah. Untuk pengambilan hadiah kamu bisa menghubungi nomor di bawah ini.

ERIL

Juara satu?! Lima juta (tersenyum lebar) YESSS! (mengepalkan tangan ke atas sangat senang)

Eril mengangkat flashdisk bertulis "CADANGAN" dan menyambungkannya ke laptop. Terdapat satu file.

ERIL

(penasaran)

Mimpiku?! (membaca file itu lalu membukanya)

Melihat banyak dokumen tersusun, bertuliskan judul-judul cerpen, judul novel mentah, sertifikat-sertifikat perlombaan menulis. Eril semakin membuka matanya dan tersenyum lebar senang.

SFX: NOTIFIKASI PESAN MASUK.

Eril membuka ponsel yang sedang diisi baterai di atas meja.

INSERT:

pesan dari nomor perusahaan: Halo Erilan Tamaindra. Perkenalkan, saya Asih, senior editor dari penerbit Abyudaya. Kami tertarik dengan karya kamu di lomba menulis cerpen tingkat nasional yang telah kami adakan. Kami berniat untuk mengajak kamu menulis dan menerbitkan buku. Jika berkenan, hubungi kami di nomor ini (nomor ASIH). Terima kasih, dan sampai jumpa.

Eril agak syokk membaca pesan itu sesaat, mencerna semuanya.

Eril menelepon nomor perusahaan itu.

ERIL

(agak gugup senang)

Halo, ini dengan Erilan Tamaindra.

DISSOLVE TO:

ESTABLISH Gedung Penerbitan Abyudaya.

113. INT. GEDUNG PENERBITAN - RUANG EDITOR — SIANG

Fiki tengah duduk menunggu di kursi yang ada di lorong, samping pintu ruang editor yang tertutup.

Eril keluar dari pintu itu dengan senyum lebar.

FIKI

Gimana, Ril?

ERIL

(bersemangat)

Gue berhasil Fik. Novel yang gue ajuin, yang gue tulis dari 3 tahun yang lalu diterima sama editornya. Untung semua karya tulis gue udah dibackup di flashdisk waktu itu. Kalo enggak, hilang udah.

Sambil berjalan sedikit pincang karena kakinya masih diperban, Eril bercerita dengan semangat. Fiki tersenyum bangga mendengarnya.

ERIL

Gue dikasih waktu beberapa bulan buat revisi lagi cerita itu biar bahasa dan plotnya lebih sempurna. Editornya ternyata juri di lomba cerpen yang gue ikutin.

Mereka berjalan pergi agak pelan karena Eril agak pincang. Eril bercerita, Fiki mendengarkan.

CUT TO:

114. EXT. TROTOAR JALAN RAYA — SIANG

Fiki dan Eril turun dari bis. Fiki sedikit membantu Eril menuruni tangga bis.

Mereka berjalan berdampingan.

ERIL

Gara-gara kaki ini gue keliatan kayak kakek-kakek (tertawa)

Fiki ikut tertawa.

FIKI

(tertawa senang)

Kakek-kakek aja enggak serepot ini.

ERIL

Iya juga (tertawa)

Mereka tertawa lagi sambil terus berjalan.

ERIL

(tersenyum)

Hahh (mendesah). Udah lama banget gue enggak ketawa selepas kayak gini. Dan gue masih engga percaya hari ini akhirnya datang juga. Gue bakal jadi penulis secara resmi, Fik. Penuliss! Wuuhuu (bergembira)

Eril berjalan riang agak melompat-lompat ke depan Fiki walau agak kagok.

FIKI

Lohh, tiba-tiba kaki lo udah sembuh?!

ERIL

(bergembira)

Sakit sih, sedikit. Walaupun sakit, tapi kalo balap lari, gue masih menang dari lo kan!

Fiki tersenyum senang menggeleng-geleng bangga melihat Eril berjalan dengan gembira.

Eril 10 langkah di depan Fiki, berjalan mundur menghadap Fiki.

ERIL

(senang)

Fik, kita balapan sampai rumah (setengah berteriak). Satu! Dua! Tiga! (menunjukkan hitungan aba-aba di jarinya)

Eril berlari tertawa usil meninggalkan Fiki walau masih terpincang-pincang.

FIKI

(senang, bergembira)

Tunggu dulu (mulai berlari) jangan curang woi!! (tertawa). Tungguuu!

Fiki mengejar Eril yang berlari agak pincang sambil tertawa.

CUT TO:

115. INT. RUMAH ERIL - RUANG TAMU — MALAM

Di meja ruang tamu yang setinggi lutut ada martabak keju dan martabak telur yang masih tertutup.

Fiki duduk sendirian di atas karpet, sisi meja. Menatap layar ponselnya menampilkan ruang pesan pada nomor Bella. Ruang pesan sudah ada banyak panggilan Fiki yang tidak dijawab Bella dan pesan terakhir Fiki yang bertuliskan: Bella, bagaimana kabarmu? Bisa kita bertemu? Ada yang harus dibicarakan."

FIKI

(bimbang)

Nomornya masih enggak aktif. Dua minggu lagi mulai masuk semester baru, aku harus bicara padanya nanti.

Eril datang sambil membawa camilan dan minuman. Fiki menurunkan ponselnya.

ERIL

Hari ini kita pesta semalaman (berbahagia)

Eril menaruh makanan yang dibawanya di meja.

FIKI

Ini udah kebanyakan, RIl.

ERIL

Enggak apa-apa, sekali-sekali (membuka-buka makanan)

FIKI

Gimana soal yang tadi? Lo mau nulis sambil kerja?

Eril melahap sepotong martabak kejunya dengan tangan.

Fiki mengambil sepotong martabak telor dan memakannya.

ERIL

Iya. Kemarin ada restoran yang baru buka. Tempatnya lumayan jauh sih dari sini. (menelan makanannya) Kebetulan mereka lagi butuh orang buat bantu-bantu. Jadi pelayan, OB, atau tukang cuci piring juga enggak apa-apa (jeda). Oh iya, dua minggu lagi lo mulai masuk kuliah lagi ya. Kita puas-puasin main, sebelum mulai sibuk lagi (tersenyum lebar, mulutnya penuh)

Fiki sedang mengunyah juga, mengangguk-ngangguk senang.

Mereka makan dan tertawa-tawa senang.

DISSOLVE TO:

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar