Siapa Bapak Siapa
7. BAGIAN 7 (Hal 56-67)

61. EXT. RUMAH - HALAMAN BELAKANG — DAY

Rusdi duduk di depan pintu di atas kursi menghadap ke halaman belakang. Di sampingnya, Desi duduk di lantai memegang piring berisi rujak mangga. Rusdi yang sedang memakan rujak. Terdengar juga suara mesin cuci yang sedang bekerja. Desi mencoba satu irisan mangga, dan merasa sangat kecut.

DESI
Kecut ya Pak?


RUSDI
Gak.


DESI
Lidah Bapak ada yang salah berarti. Apanya yang sakit, apanya yang mati rasa.

Arul berhenti sejenak di depan muka Rusdi. Pakaiannya kotor dan berkeringat.

ARUL
Perasaan tadi malam Bapak demam tinggi. Sekarang bisa makan mangga. Bukan sembarang mangga lagi. Rujak.


INDRA
Bahkan Desi sampe nangis tersedu-sedu lihat Bapak.


DESI
Dih, apaan.

Desi terkejut dengan katanya barusan.

DESI (CONT'D)
Bukan berarti aku gak mau menangisi kalo Bapak kenapa-kenapa, tapi emang semalem aku gak nangis.

Rusdi hanya mengangguk.

Indra tersenyum usil.

RUSDI
Sudah, lanjutkan bersihkan itu halamannya.

Indra mengangkat tumpukan ilalang dan rerumputan lain ke tengah halaman, yang sudah ada pembakaran rumput yang mereka buat.

Tanah di halaman belakang nampak bersih tapi tidak beraturan karena ilalang yang baru dicabut.

Rusdi nampak berkeringat, ia kepedasan.

DESI
Minum Pak?

Rusdi mengangguk. Desi sigap beranjak mengambil minum.

Indra mengecek kardus-kardus berisi barang bekas yang akan dibakar.

INDRA
(ke Arul)
Rul, kamu udah cek gak ada yang berharga kan di sini?


ARUL
Harusnya sih gak. Itu cuman barang-barang yang ada di kamar kita sama Desi. Sebelum pergi keknya gak ada yang berharga amat di sana.

Arul berdiri di dekat tembok rumah, memperhatikan tumpukan bekas pot bunga yang terbuat dari tanah liat. Beberapa pot masih utuh, tapi tak sedikit juga yang sudah pecah bagiannya.

Indra masih mengecek beberapa kardus berisi barang bekas. Ada satu kardus yang berisi mainan lama. Indra mengambil sebuah topeng ultraman. Indra mengingat kembali kenangan tentang topeng itu, menghela napas berat.

Rusdi sedang meneguk segelas air. Dia sangat kepadasan.

RUSDI
Kamu taruh berapa cabe di sini?


DESI
Lima? Tujuh? Dua belas, Pak. Supaya mantap.


RUSDI
Mantap... tapi kepala saya kayak mau pecah.


DESI
Udah Pak kalo gitu.

Desi mengambil piring berisi mangga itu. Suara mesin cuci sudah berhenti bekerja.


62. INT. RUMAH - DAPUR — DAY

Desi meletakkan baskom di lantai. Membuka tutup mesin cuci lalu mengeluarkan cucian dari sana, berupa seprai dan selimut, serta bungkusan bantal dan guling.


63. EXT. RUMAH - HALAMAN BELAKANG — DAY

Perhatian Indra tertuju pada salah satu buku di sana. Ada semacam foto yang sedikit muncul ujungnya dari sela-sela buku. Indra meraihnya, lalu mengeluarkan foto itu.

Indra langsung tersenyum, dan tertawa lepas. Dia bahkan sampai terduduk di tanah.

Arul menoleh dengan bingung.

Desi dan Rusdi yang berada di pintu juga terkaget.

Mereka bertiga memperhatikan tingkah aneh Indra yang tertawa tidak jelas.

DESI
Ndra? Gak apa-apa?
(beat)
Tuh kan Pak. Aku tadi bilang, harusnya itu dua kamar didoakan dulu sebelum dibersihkan, takutnya ada yang tinggal di situ dan merasa terganggu. Udah bertahun-tahun gak ditempatin.

Arul melangkah mendekati Indra, lalu mengambil foto yang dipegang Indra, melihat foto itu untuk sebentar.

ARUL
Foto ini... apanya lucu?


DESI
Foto apa?

Arul mendekati Desi, lalu mengoperkan Foto itu. Hanya sedetik melihat foto itu, Desi langsung melempar ekspresi masam dan mengeluh, menutupi mukanya karena malu. Terdengar Indra yang makin tertawa. Rusdi melihat foto itu, dia juga ikut tertawa.

ARUL
Kenapa?

Kita melihat foto yang sekarang dipegang Rusdi. Foto itu menampilkan RUSDI (35), ARNI (30), INDRA (12), DESI (6) dan Arul yang masih balita dalam sebuah foto keluarga dengan tema berwarna biru pastel. Mereka semua tersenyum bahagia di foto itu.

Desi datang dari dalam rumah, sudah membawa baskom berisi cucian.

DESI
(ke Arul)
Kamu yang simpen itu?

Arul mengambil kembali foto itu dari Rusdi.

ARUL
Ya aku simpen, sebelum album fotonya dibakar sama Bapak.

Tiba-tiba suasana menjadi sunyi. Indra berhenti tertawa dan langsung bangkit untuk merapikan pembakaran rumput.

Desi melangkah keluar menuju samping rumah membawa cucian, dengan wajah datar.

RUSDI
Desi, mangga saya mana?


DESI (O.S.)
Di atas meja.

Arul masuk ke dapur untuk mengambil mangga.


64. INT. RUMAH - HALAMAN SAMPING — DAY

Tanah di halaman ini juga masih berwarna coklat karena baru dicabuti rumputnya. Baskom cucian Desi ada di tanah.

Desi menggantung seprai yang lumayan besar ke tali jemuran. Jemuran sudah penuh dengan seprai dan selimut bantal. Lalu menjepit seprai besar tadi dengan penjepit jemuran.

Perhatian Desi teralihkan dengan seseorang yang sedang berjalan mendekati rumah. Orang itu adalah Siska, ia membawa sesuatu di tas dan sesuatu lainnya di tangannya.

Mereka saling melempar tatapan untuk sebentar.

DESI
INDRA!!! SISKA UDAH DATENG!

Desi melempar senyum. Indra datang dari halaman belakang.

INDRA
(ke Siska)
Kamu lewat depan aja!

Indra berlari kembali ke halaman belakang.

Desi mengangkat baskom cuciannya yang sudah kosong.


65. INT. RUMAH - RUANG DEPAN — DAY

Desi dan Siska saling berpelukan erat, seperti sudah akrab. Arul hanya melempar senyum. Siska beranjak untuk memeluk Indra. Indra menolak.

INDRA
Jangan. Kotor sekali baju aku. Habis membersihkan.


DESI
(ke Siska)
Udah lama lho kita gak ketemu.


SISKA
Aku sering minta Indra buat ke kafe tempat kamu kerja, dia gak mau.


DESI
Dia emang suka malu sama sodaranya sendiri.


RUSDI (O.C.)
Siapa?

Semua perhatian menuju ke sumber suara.

Rusdi berjalan keluar dari dapur menuju ke ruang depan. Siska melangkah mendekat dengan ragu-ragu, salim ke Rusdi.

SISKA
Saya Siska Pak. Temannya Indra.


RUSDI
Teman atau pacar?

Siska canggung untuk menjawabnya.

RUSDI (CONT'D)
Sudah tua begitu masih main pacar-pacaran.

Siska hanya menjawab dengan senyum canggung. Indra di belakang sudah tertunduk untuk menahan emosinya. Desi yang melihatnya berusaha menenangkannya dengan menggeleng kepalanya. Indra paham dengan kode itu.

Siska menawarkan sebuah bingkisan berisi puding coklat.

SISKA
Saya tadi di jalan bingung mau beli apa, jadi singgah beli puding. Katanya kalo lagi sakit, makan yang manis bisa bikin sedikit bersemangat.


RUSDI
Tapi saya lagi batuk. Tidak bisa makan manis.

Rusdi batuk. Tatapannya tajam ke Siska.

Desi muak dengan situasi ini.

DESI
Yaudah biar aku yang makan.

Desi kemudian mengajak Siska untuk beranjak ke dapur.

DESI (CONT'D)
(berbisik ke Siska)
Bapakku emang suka gitu. Sok dingin. Kalo cakep sih gak apa-apa.

Indra mendorong kepala Desi dari belakang.

DESI (CONT'D)
(menoleh ke Indra)
Sakit bego!

Desi melayangkan tendangan sekeras mungkin ke bokong Indra. Lalu melanjutkan perjalanannya ke dapur.

Sementara Rusdi berjalan menuju kamarnya.

ARUL
Bapak mau ke mana?


RUSDI
Mau baring. Saya mengantuk.

Arul spontan membantu Rusdi yang berjalan sedikit terpatah-patah sembari memegang perut bawahnya.

ARUL
Aku bantuin Pak.


RUSDI
Gak usah, lanjutkan itu membersihkan.

Rusdi terus berjalan menuju kamarnya dengan berpegang ke tembok.


66. INT. RUMAH - KAMAR RUSDI — DAY

Rusdi masuk ke kamarnya, lalu menutup rapat dan mengunci pintunya. Setelah itu ia langsung rebah di lantai pelan-pelan. Dia merasakan sakit yang begitu dahsyat di bagian perutnya. Dia berusaha untuk tidak mengeluarkan suara. Dia berbaring kesakitan di lantai kamarnya. Saking sakitnya, ia seperti ingin menangis, napasnya terdengar bergetar. Bibirnya nampak pucat. Dahinya bercucuran keringat. Dia terus memeluk perutnya sembari mengatur napasnya.


67. INT. RUMAH - DAPUR — DAY

Desi dan siska duduk di kursi meja makan. Siska mengupas wortel, sementara Desi sedang mengulek sambal. Terdengar suara sesuatu sedang digoreng. Kita juga bisa melihat Indra yang tengah bersandar di tembok dekat kamar mandi, di bahunya sudah tergantung handuk.

Indra mengetuk pintu kamar mandi.

INDRA
Arul kamu ngapain sih lama banget?


ARUL
Ya mandi lah.


INDRA
Mandi tapi gak ada suara airnya.
(beat)
Nah lho, ngapain?

Arul membuka pintu kamar mandi, sudah memakai handuk di bawahannya.

ARUL
Sorry Bang. Tangan ku masih suci.


INDRA
Elleh... lututmu udah kopong pasti.

Indra mencoba mengetuk lutut Arul. Arul menghindar dan berjalan cepat pergi dari sana. Mereka saling melempar tertawa usil.

INDRA (CONT'D)
Anak muda sekarang tanpa begituan tuh gak masuk akal.

Indra masuk ke kamar mandi.

Desi dan Siska hanya menggeleng kepala melihat itu.

DESI
Indra kalo sama kamu, kekanak-kanakan gitu juga?


SISKA
Gak. Dia kalo sama aku tuh murung, soalnya dia bisa cerita apa aja ke aku. Makanya kadang suasanya terlalu serius untuk sepasang kekasih. Tapi gak apa-apa, aku maklumin.


DESI
Termasuk cerita kalo Bapakku kek begitu? Sok dingin dan harga dirinya terlalu tinggi.


SISKA
Harga dirinya terlalu tinggi. Itu yang paling ditekankan sama Indra.


DESI
Maaf yah. Kamu udah jauh-jauh berkunjung malah diterimanya kek gitu.


SISKA
Gak apa-apa. Aku udah wanti-wanti kok dari awal.

Desi mencoba hasil ulekannya. Dia menambahkan sedikit garam lagi, juga beberapa biji cabai dan diulek lagi.

DESI
Aku kagum lho, kamu bisa bikin Indra pulang. Dia tuh udah benci sama Bapakku. Kenangan dia sama Bapak kebanyakan kelam, ya mungkin karena anak pertama kali ya. Jadi dia yang ngelihat orang tua belum matang jadi orang tua. Masih amatiran. Makanya dari kita bertiga Indra yang paling sering ketawa.


SISKA
Dia udah cerita semuanya. Beruntungnya kita hampir senasib lah. Aku juga sama Bapakku waktu masih hidup tidak dekat. Makanya aku bisa sedikit kasih dia gambaran, rasa menyesalnya tuh kek gimana.

Desi mengangguk paham.

DESI
Maklumin aja kalo Indra jadi kekanak-kanakkan. Di masa kecil dia gak sepenuhnya punya kenangan baik seperti anak-anak lainnya. Kupikir kita semua begitu.

Siska menyentuh lembut tangan Desi. Lalu melempar senyum padanya.


68. INT. RUMAH - DAPUR — DAY

Rusdi dan ketiga anaknya beserta Siska sedang makan siang bersama di meja makan. Hanya Rusdi yang memakan semangkok bubur.

RUSDI
(ke Siska)
Sudah lama kamu sama Indra?


SISKA
Sudah hampir tujuh tahun


RUSDI
Baik dia sama kamu?


SISKA
Baik sekali. Ngelihat keuangan keluarga saya menipis selepas Bapak saya meninggal, Indra make tabungan dari hasil kerjanya sebagai fotografer panggilan, buat buka usaha cetak foto.


RUSDI
Tidak punya saudara?


SISKA
Saya tiga bersaudara, dan semuanya perempuan. Dua adik saya lanjut kuliah, ya alhamdulillahnya mereka sekarang udah magang gitu di sekitar kampusnya, jadi mereka udah punya uang sendiri lah.


RUSDI
Jadi kamu tinggal sama siapa?


SISKA
Ibu, sama adik saya yang bungsu.


RUSDI
Sehat Ibumu?


SISKA
Akhir-akhir ini Ibu saya lagi kambuh sakit lamanya, maag.


RUSDI
Oh, sama berarti kayak Almarhum Istri saya.

Siska melirik Indra untuk sesaat.

RUSDI (CONT'D)
Ibumu tidak dibawa ke rumah sakit, Siska?


SISKA
Nggak. Katanya nanti juga sembuh. Dia pernah sakit sampe satu bulan lamanya. Kalo sudah lebih satu bulan dia sakit, baru dia mau dibawa ke rumah sakit. Dia lebih suka minum obat tradisional daripada obat di rumah sakit.


RUSDI
Dulu itu saya sering kasih minum istri saya obat tradisional juga kalo maag dia kambuh. Air lemon sama madu. Katanya enak sekali rasanya. Bahkan sampe sembuh pun keterusan minum itunya.

Rusdi dan Siska tertawa kecil.

SISKA
Nanti saya coba. Kalo saya biasanya kasih minum kunyit yang diperas gitu, tapi airnya doang.

Rusdi mengangguk, lalu mulai berusaha mengingat yang lalu.

RUSDI
Sudah saya coba juga itu.
(beat)
Saya udah kasih istri saya obat macam-macam waktu sakitnya yang terakhir. Tapi mungkin sudah ajal, makanya meninggal. Kasihan dia tersiksa begitu.
(menunjuk anak-anaknya)
Ini bertiga, sampe menangis sekali lihat Ibunya jadi kurus sekali. Saya juga menangis. Mungkin kalo saya dari awal sudah bawa dia ke rumah sakit waktu itu...

Arul tiba-tiba beranjak dari kursi dari berjalan cepat menuju kamar mandi.

Desi tertunduk sedih.

Indra terus lanjut makan, namun matanya seperti berkaca.

RUSDI (CONT'D)
Tapi saya dulu terlalu percaya diri. Saya bilang, kamu udah pernah sakit begini, minum air lemon sama madu juga sembuh seperti sebelumnya. Saya banyak salah.

Desi tumpah dalam tangisnya untuk sesaat, lalu mengusapnya secepat mungkin dan melanjutkan makannya.

RUSDI (CONT'D)
Saya bukan suami ataupun Bapak yang baik. Makanya anak-anak saya tidak ada yang suka sama saya.

Arul keluar dari kamar mandi dengan wajah yang basah dan mata merah, menuju ke kursinya.

RUSDI (CONT'D)
(mendekat ke Siska)
Jaga Ibumu baik-baik. Indra pasti bantu. Dia dulu juga dekat sama Ibunya. Yang sabar kamu, Siska.


SISKA
Iya Pak, pasti. Terima Kasih.

Mereka masih melanjutkan makan.

RUSDI
Kamu menginap di sini?


SISKA
Gak Pak. Saya cuman makan siang di sini aja, harus pulang jagain Ibu.


RUSDI
Sekarang yang jagain Ibumu siapa?


SISKA
Adik bungsu saya. Kebetulan libur karena hari minggu. Biasanya saya gantian sama dia. Kalo pagi sampai siang saya yang jaga, sore saya pergi ke toko foto untuk bantuin Indra karena adik saya udah pulang kuliah.

Rusdi mengangguk paham.

RUSDI
Jadi kamu jauh-jauh ke sini cuman untuk makan?


SISKA
Iya Pak.


RUSDI
Baik-baik kamu sama Indra. Kalo Indra sampe main tangan, jangan diam, pukul balik.

Siska tersenyum.

Rusdi melanjutkan makanannya. Wajahnya nampak pucat. Ia tampak linglung, dia oleng dan seketika jatuh ke samping dari kursi. Semuanya langsung panik.










Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar