31. INT. DRASFOTO - STUDI FOTO — DAY
Cekrek! Satu foto tiga remaja SMA terambil.
INDRA (35) sedang memotret tiga orang siswi SMA lengkap dengan pakain putih abu-abu mereka. Salah satu dari siswi itu menggunakan kacamata dengan kaca berwarna hitam. Mereka bergaya seiring Indra mengambil gambar mereka.
Mereka tampak begitu lihai berubah gaya dan posisi. Dari yang berdiri dan berkumpul di tengah.
Lalu juga berposisi duduk di kursi sembari tersenyum.
Indra mengambil banyak gambar.
Bisa terlihat juga studio foto yang lumayan besar. Dengan dua buah stand lamp di pinggir studio. Juga tiga buah kursi di tengah. Sementara di belakangnya hanya ada latar putih.
32. INT. DRASFOTO - STUDIO FOTO — DAY
Tiga siswi tadi sedang memilih enam buah foto yang Indra ambil tadi. Mereka nampak berdebat karena perbedaan pendapat tentang foto yang akan mereka ambil.
Indra menandai satu persatu foto itu.
INDRA
Oke udah ya dek. Ini nanti bayarnya sama Mba yang di depan yah. Terus fotonya saya kirim ke ade... ade yang mana tadi?
Siswi #1 mengangkat tangan.
INDRA (CONT'D)
Nah iya kamu. Terus nanti foto yang sudah dicetak bisa kalian datang ambil besok pagi yah.
Ketiga siswi itu serempak menjawab terima kasih.
33. INT. TOKO DRASFOTO — DAY
Kita fokus kepada printer yang ada di meja. Terdengar suara mesin itu sedang bekerja. Kemudian satu buah foto keluar dari mesin. Foto itu adalah foto milik ketiga siswi tadi.
Indra duduk di kursi bersampingan dengan SISKA (35).
Foto keluar lagi dari mesin printer. Sudah ada empat foto.
Indra tidak menghiraukan foto yang keluar, dia sedang menghayal.
Enam buah foto sudah selesai.
Indra mengambil foto-foto itu lalu memasukkannya ke dalam amplop putih, setelah itu menulis, inggid di atas amplop itu.
INDRA
Udah kamu kirim ke WA-nya tadi?
Siska mengiyakan. Indra mengoper amplop berisi foto ke Siska untuk diletakkan di etalase toko.
SISKA
Udah selesai kan? Kata kamu mau ke kondangan temen malam ini? Harus tutup sekarang, takutnya ada yang dateng.
INDRA
Gak usah lah. Buang-buang waktu. Mending di sini, menghasilkan uang.
SISKA
Kamu milih di sini karena uang, atau karena gak mau di sana untuk ngelihat temenmu pada nikah?
Indra hanya diam, enggan untuk menjawab.
SISKA (CONT'D)
Aku gak maksa kamu. Kalo kamu udah siap, kita lanjutin. Aku tunggu kok.
INDRA
Kenapa kamu mau nunggu?
SISKA
Aku percaya sama kamu, kamu nunda semuanya untuk kebaikan kita berdua. Apapun itu Ndra, kamu cuman berusaha untuk lebih siap. Aku juga gitu.
Siska memegang tangan Indra. Indra tertegun, perlahan ia tersenyum senang.
INDRA
Sore ini, kamu mau ke pantai? Udah lama kamu gak jadi model foto aku.
SISKA
Toko ini?
INDRA
Tutup aja, uang kita udah banyak. Kenangannya yang dikit.
34. EXT. PANTAI — DAY
Indra menaikkan kamera ke wajahnya untuk mengambil foto.
Cekrek! Satu foto terambil.
Siska sebagai model nampak lugas dalam mengolah gaya dan posisi. Dia berganti gaya dengan sangat lihai. Banyak sekali mereka mengambil foto dengan latar matahari terbenam dan warna jingga di sekeliling mereka.
Mulai dari gaya melihat ke kamera, membelakangi kamera, tersenyum melihat matahari terbenam, close-up dengan wajah setengah tertutup rambut yang tertiup angin, juga foto berjalan di pinggir pantai.
Mereka juga melakukan selfie dengan telepon genggam sembari duduk di pasir pantai, melihat laut sejauh mata memandang, menunggu matahari hilang di telan malam.
Indra dan Siska duduk bersampingan. Siska menyandarkan kepalanya ke pundak Indra.
INDRA
Kira-kira...
Indra tidak segera melanjutkan kalimatnya.
SISKA
Kira-kira apa?
INDRA
Apa yah. Gak tahu juga mau ngomong apa.
Siska tertawa kebingungan.
INDRA (CONT'D)
Kalo misal kita nikah, kamu pengennya punya anak berapa?
SISKA
Dua. Cowo cewe. Terus umurnya gak jauh beda.
INDRA
Kenapa gitu?
SISKA
Ya supaya berpasangan aja.
INDRA
Kita bisa gak yah jadi orang tua yang baik?
SISKA
Bisa, kalo kita mau. Tapi yang baik itu yang seperti apa dulu? Yang selalu ngasih anak apapun yang diminta, atau apa?
INDRA
Yang bisa mendengarkan dan paham sama perasaan setiap anak. Dan gak suka kekerasan.
SISKA
Itu bukan baik. Tapi terlalu terobsesi jadi baik. Kita gak bisa paham sepenuhnya perasaan orang lain. Semua orang hidupnya beda-beda. Isi hati dan pemikirannya terhadap satu masalah juga beda tanggapannya.
(beat)
Apa karena kamu mikir kamu belum bisa jadi Bapak yang baik, makanya kamu nunda nikahan kita?
INDRA
Itu juga masuk. Aku cuman gak mau berakhir jadi orang tua yang jahat. Aku butuh jadi manusia dulu untuk merawat dan menyayangi manusia lain.
SISKA
Emangnya selama ini kamu ngerasa dirimu apa? Monster? Hantu?
INDRA
Orang jahat. Dan orang jahat gak seharusnya disebut orang. Entah lah. Intinya aku belum sepenuhnya utuh jadi manusia.
SISKA
Jadi menurutmu manusia itu gak boleh jahat?
INDRA
Gak boleh lah.
SISKA
Bahkan orang yang paling kita sayang aja, akan ada celah untuk kita benci dan anggep dia jahat. Gak ada manusia yang bisa jadi baik seratus persen. Kalo kamu nunggu jadi orang baik dulu, kamu gak bakalan bergerak.
Indra memikirkan kalimat itu.
INDRA
Aku dari kecil dididik keras sama Bapakku. Yang aku takutkan, kalo kita punya anak, aku juga ngelakuin hal yang sama ke anak kita. Karena yang kutahu, sifat itu diturunkan.
SISKA
Menurutmu didikan Bapak kejam, berarti secara mentah kamu nganggep didikan Bapak salah, gitu?
INDRA
Ya salah. Anak yang katanya disayang kok sering dibentak, dipukulin, dicubit. Katanya sayang, kenapa kasar?
SISKA
Menurut aku nih yah. Didikan Bapak kamu mungkin memang salah caranya. Tapi tetap ada benarnya.
(beat)
Coba kamu pikir sekarang, kalo Bapak gak didik kamu dengan keras, kamu bakalan duduk di sini hari ini, sama aku, sambil intopeksi diri gak?
Indra tidak menjawab.
SISKA (CONT'D)
Kalo hidup udah mudah sedari awal, apa yang kita pakai untuk intropeksi diri?
Indra tersenyum simpul.
INDRA
Aku sering nonton video di youtube. Ngelihat artis-artis bikin konten Bapak bersama anak. Manis sekali. Aku juga pengen punya anak. Rasanya kayak, mudah ini, itu mereka ketawa terus, seru-seruan. Tapi kan itu karena diimbangin sama kehidupan mereka yang apa aja punya. Lah kita? Orang biasa. Gak mungkin kalo anak kita ngerusakin televisi terus kita bilang, "gak apa-apa. Nanti beli baru. "
SISKA
Ngerusakin tv? Kalo kamu gak mau pukul. Nanti aku yang pukul.
Mereka tertawa bersama untuk sebentar.
SISKA (CONT'D)
Semua orang tua punya cara didiknya sendiri-sendiri. Kita gak bisa niru cara didik orang di luar sana sepenuhnya. Kita juga butuh ngelihat keadaan.
(beat)
Kalo masalah sifat, gak terlalu berpengaruh juga kok. Sifat bisa perlahan berubah seiring bertambahnya umur. Misal aku. Dulu waktu sekolah aku cerewetnya bukan main. Makanya sering ikut lomba debat dan public speaking. Tapi sekarang? Lebih suka diam. Intinya manusia itu berubah-ubah. Tapi kita punya satu sama lain untuk saling mengingatkan. Yang mana yang harus dirubah. Dan yang mana yang harus dipertahankan.
(beat)
Kamu gak usah khawatir, kita bisa belajar untuk jadi orang tua.
Siska memeluk erat Indra dari samping.
INDRA
Jadi kita nikah nih?
Siska menjawab dengan tawa geli. Tapi sejujurnya dia senang sekali.
Indra merogoh ke dalam tas kamera yang ia taruh di sampingnya. Lalu mengeluarkan kotak cincin di dalamnya. Lalu memberikannya ke Siska.
INDRA (CONT'D)
Yaudah ini aku balikin.
Siska bangkit, sumringah dan sangat bahagia melihat kotak berwarna biru tua itu di hadapannya.
SISKA
Serius kamu?
INDRA
Iya. Kita udah tujuh tahun sama-sama. Aku juga udah janji sama mama kamu.
SISKA
(salah tingkah)
Wow. Udah gak ada jeda lagi jawabnya.
Mereka berakhir saling berpelukan.
Kita melihat mereka dalam bentuk siluet, sementara latarnya adalah langit yang sudah menjadi oranye gelap. Matahari sudah terbenam. Suara angin dan sapuan ombak terdengar jelas bersamaan dengan suara kicauan burung di udara.