Seekor Sahabat
6. Act #6

17. INT.Rumah Sumarsih – Siang

Pintu rumah Sumarsih diketuk oleh seseorang. Sumarsih yang sedang mencuci cucian pesanan terburu-buru untuk membukakan pintu. Ketika pintu dibuka, ternyata tamu itu adalah ibu Djenar.


IBU DJENAR
(Tersenyum simpul) Ibu Sumarsih?


SUMARSIH
(heran dan bertanya-tanya siapa wanita berbaju bagus di hadapannya) Siapa ya?


IBU DJENAR
Saya Djenar bu, yang kemarin mengajak Minto makan di rumah makan saya. Dan membawakan …


SUMARSIH
(langsung tersenyum ramah) OOHHH … ini to yang namanya Ibu Djenar. Ayo monggo bu, masuk … masuk … maaf lho ya bu ini rumahnya jelek berantakan. 


IBU DJENAR
(memasuki rumah Sumarsih) Tidak masalah bu. (kemudian duduk di kursi tamu rotan yang sudah hampir reyot)


SUMARSIH
(ikut duduk) Kemarin terima kasih ya bu sudah bawain makanan, enak banget lho bu, jadi pengen belajar masak sama ibu. TANDIYO !!! (berteriak ke anaknya itu yang sedang ada di belakang) Bikinin tamu ini teh manis !!! 


IBU DJENAR
Ah ibu bisa saja. (tersenyum) Alhamdulillah, kalau ibu suka sama masakan Saya. 


SUMARSIH
Jauh-jauh dari Solo ada apa bu ke sini? 


IBU DJENAR
Tadi saya habis dari pasar Cengklik bu, beli wader buat persediaan rumah makan saya. Terus Saya silaturahmi ke sini.


TANDIYO
(membawakan segelas teh manis untuk Ibu Djenar) Monggo bu, diuunjuk. (menyalami Djenar dan menyebutkan nama Tandiyo)


IBU DJENAR
Sebenarnya Saya kesini mau membicarakan sesuatu.


SUMARSIH
(bingung) mau bicara apa ya bu?


IBU DJENAR
Gini bu …


(INSERT)

Minto baru sampai di rumah dan meletakkan sepedanya.


Minto masuk ke rumah tiba-tiba dia dikejutkan Sumarsih sedang menangis kecewa sedikit marah ke Ibu Djenar dan ditenangkan oleh Tandiyo. 


SUMARSIH
(menangis dan nada meninggi ke ibu Djenar) Aku sing besarke Minto dari bayi. Terus mau kamu ambil dia ?! Ngerti nggak kamu perasaan seorang ibu !!!


TANDIYO
(memeluk Sumarsih) Bu, sabar bu. Ojo ngamuk-ngamuk to


IBU DJENAR
(ikut menangis) Saya mengerti perasaan ibu, tapi ini bisa menjadi jalan yang terbaik buat Minto.


SUMARSIH
Aku tetep nggak rela. Minto sudah aku anggap seperti anak kandungku sendiri meskipun dia bukan anak kandungku. 


MINTO
(mendengar dan mulutnya menganga)


SUMARSIH
(baru sadar Minto sudah masuk rumah dan berdiri di depan pintu dia lalu menangis dan memeluk Minto) Minto, ojo salah mikir sek yo nang. Aku iki ibumu, aku sing mbesarke koe nang. Koe tetep anakku nang.


MINTO
(memandang wajah Sumarsih) Jadi, siapa sebenarnya ibuku, bu? (sambil memandang ke ibu Djenar dan Sumarsih dengan polos)


SUMARSIH
(menjelaskan sambil terisak) Aku nemuin kamu waktu masih bayi di depan rumah. Aku ngutuk ibu kandungmu tegel bisa ninggalin kamu kedinginan. Saiiki ibu Djenar mau ambil kamu biar kamu disekolahin lebih layak dan pintar. Ibu nggak rela nang, ibu pengen koe nang kene terus ngancani ibu. Ibu nggak mau kekayaan bikin kamu buta terus kamu lupa sama ibu, lupa sama mas Tandiyo, lupa sama asal usul kamu yang sebenarnya. (masih terus menagis)


TANDIYO
(memegang pundak Sumarsih) Bu, maksud ibu Djenar kan baik. Masa ibu nggak mau lihat Minto lebih pinter sekolahnya, bu. Toh kita ya masih bisa jengukin Minto kan ke rumah ibu Djenar. Ibu Djenar kan …


IBU DJENAR
(ikut menangis karena sedih) Aku ibu kandung kamu Minto. Maafin ibu nak, sudah menelantarkan kamu dari bayi, ibu sudah salah nak, ibu berdosa. Ibu Cuma takut kamu nggak bisa makan karena ibu miskin sekali waktu itu. Ibu ingin menebus semuanya sekarang nak. Ibu ingin kamu bersama ibu lagi tanpa harus melupakan ibu Sumarsih.


SUMARSIH
(mendekati ibu Djenar dengan sedikit marah) Sudah menelantarkan anak kamu sendiri tapi kamu telat menyadarinya. Aku sudah membantu kamu melahirkan tanpa diberi upah. Aku ikhlas Djenar, tapi kenapa kamu merenggut kebahagiaan Minto sekarang. Dia bahagia di sini.


IBU DJENAR
(masih menangis memohon sambil memeluk kaki Sumarsih). Saya mohon bu, saya mohon. Saya ingin mengenal anak kandung Saya. Saya ingin menebus dosa saya. Dari dulu Saya memikirkan Minto sampai terus menangis dalam doa saya supaya Minto terus bahagia. Saya janji tidak akan melupakan ibu, dia akan saya ajarkan untuk tidak lupa dengan kalian. Saya justru berterima kasih sama ibu karena sudah merawat Minto dengan baik.


MINTO
(memegang tangan Ibu Djenar dan Sumarsih) Bu Djenar, ibu, sudah jangan marah-marah. (lalu melihat ke arah Ibu Djenar) Kalau aku ikut ibu, aku pasti bisa sekolah lebih pinter di sekolah lebih bagus dari yang sekarang?


IBU DJENAR
(memegang tangan Minto) Pasti nak, ibu sudah siapkan semuanya.


MINTO
(melihat ke Sumarsih yang terdiam sambil menangis) Bu, tolong dikasih restu. Ibu Djenar ini orang baik. Pasti Minto nggak akan ditelantarin kok. Masa ibu nggak mau lihat Minto dadi wong pinter. Lagian, masa ibu kandung mau nelantarin Minto.


SUMARSIH
(tambah menangis lalu merangkul Minto lagi) Minto, kamu itu salah satu harta ibu paling berharga. Kamu membuat suasana rumah jadi lebih hidup. Kalau kamu memang niatnya ikut Ibu kandungmu buat jadi wong pinter, ibu nggak bisa nolak. Ibu ikhlas nak, asal kamu jangan pernah lupa asal usulmu. Jadi kapan dia berangkat bu? (melihat ke arah ibu Djenar)


IBU DJENAR
Besok pagi sudah saya jemput bu, dan semuanya sudah dipersiapkan. Sekolah internasional asrama yang paling bagus di kota Solo. Lusa sudah bisa masuk, surat-surat pindah sekolah juga semuanya saya sudah urus.


MINTO
(berbicara pada ibu Djenar) Tapi Tompel ikut juga kan bu?


IBU DJENAR
(terdiam sejenak kemudian pelan-pelan menjelaskan) Minto, bukannya ibu nggak memperbolehkan Tompel ikut kita. Tapi kamu kan nanti akan di asrama terus sampai kelas 6. Nggak ada yang ngurus Tompel di rumah nanti Minto. Kamu juga nggak mau kan Tompel sakit gara-gara nggak ada yang ngurus?


TANDIYO
Tompel nanti mas sama ibu yang ngurusin di sini Minto. Udah koe rak usah khawatir soal Tompel.


SUMARSIH
Iya Min, si Tompel kan udah manut sama kita juga. Nanti ibu pakani terus sama diajak jalan-jalan sama Tandiyo.


MINTO
(terdiam lalu menitikan air mata lalu dia berlari keluar)


18. EXT.Sisi Pinggir Waduk Cengklik


Minto duduk terdiam, merenung sedih sambil menatap air yang tenang dari waduk Cengklik. Dia teringat saat pertama menemukan Minto di tempat ini. Minto merangkul sikut kakinya dan masih bersedih dia akan berpisah dengan sahabat sejatinya. Padahal dia berjanji tidak akan meninggalkan dia. Kemudian suara gonggongan Tompel menghilangkan lamunan Minto. Tompel menghampiri Minto dan duduk di sebelahnya. Minto hanya menatap Tompel yang juga melihat kea rah danau sambil menjulurkan lidah. 


MINTO
Perpisahan itu harus ada ya?


Tompel masih menjulurkan lidah menghadap ke air di waduk cengklik.


MINTO
Kalau memang ada, kamu mau nungguin aku kan Tompel?


Tompel masih memandang ke arah air waduk sambil menjulurkan lidah.


Minto kemudian tetap terdiam sambil memandang Tompel. Lalu Minto memeluk Tompel dan kemudian menangis sejadi-jadinya. Dia akan berpisah dengan Tompel untuk waktu yang lama, dia tahu kalau Tompel tidak akan bisa berpisah dengan Minto. Tompel kemudian mengaing sedih, dia sepertinya tahu Minto sedang bersedih. Minto tetap memeluk erat seekor sahabatnya itu sambil terus menangis.

(Fade out)

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar