Seekor Sahabat
5. Act #5

14. EXT.Sebuah pasar di desa Cengklik – Siang menjelang sore


Minto melakukan aktivitasnya seperti biasa menjadi tukang bantu angkat barang belanjaan orang-orang yang belanja di pasar itu sepulang sekolah. Sudah 4 orang yang dia bantu siang ini, dan dia senang sekali menerima upah atas hasil kerjanya. Lalu dari jauh dia melihat ada seorang ibu-ibu yang kewalahan membawa barang belanjaannya. Tidak ada yang membantunya, bahkan tidak ada yang peduli. Minto dengan inisiatif datang menghampirinya untuk membantu membawakan barang belanjaannya.


MINTO
Permisi ibu, boleh saya bantu bawa belanjaannya?


IBU DJENAR
(sambil mencoba membawa sendiri kantong plastik belanjaannya yang banyak) Tidak perlu nak, ibu bisa membawa sendiri (lalu ada sayur-mayur yang tumpah dari kantong plastik nya). Aduh, jadi berantakan (memasang wajah sedikit kesal, dan memunguti satu-satu sayur mayur yang terjatuh)


MINTO
(membantu ibu itu memunguti sayuran)


IBU DJENAR
(melihat ke Minto dan merasa kasihan dengannya) Sepertinya ibu butuh bantuan, nak. Mau kan membantu ibu membawa barang-barang belanjaan ibu?


MINTO
(mengangguk sambil tersenyum)


Minto membantu membawa barang belanjaan ibu Djenar ke mobilnya. Kali ini Minto memasang wajah kagum karena biasanya dia mengantar ke mobil pick-up, sekarang mobil ibu Djenar yang dia lihat adalah mobil SUV mewah berwarna putih mengkilap. Lalu supir ibu Djenar membukakakn bagasi mobilnya untuk memasukkan barang belanjaannya. Minto masih kagum dengan mobil mewah ibu Djenar.


IBU DJENAR
(memegang pundak Minto) Nak, terima kasih ya sudah membantu ibu. Nama kamu siapa?


MINTO
(tersenyum malu) Minto, bu.


IBU DJENAR
(wajahnya sedikit kaget tapi berusaha menutupi) Saya Sri Djenar, Minto boleh manggil saya Ibu Djenar. (tersenyum balik ke Minto dengan perasaan lega bertemu dengan anak ini). Ini upahmu nak (memberi 3 lembar uang 50.000)


MINTO
(tambah kaget) Wah, ini banyak banget bu. Terima kasih banyak bu.


IBU DJENAR
Tidak apa-apa Minto. Oh iya, Minto sudah makan?


MINTO
(menggeleng kepala tanda dia belum makan)


IBU DJENAR
(merasa kasihan) Yasudah, ayo kita makan dulu di Solo. Sepeda kamu angkut sekalian saja, nanti ibu antar kamu pulang.


MINTO
(merasa tidak enak hati) Bu Djenar, saya makan di rumah saja. Saya senang bisa membantu ibu.


IBU DJENAR
Tidak apa-apa Minto. Ini juga rasa terima kasih Saya. Ayo kita makan siang dulu.


MINTO
(terdiam sejenak kemudian menganngguk dan naik ke mobil ibu Djenar)


15. INT. RUMAH MAKAN DJENAR – SOLO – Siang menjelang sore


Minto sampai di rumah makan yang banyak pengunjungnya, banyak karyawan yang menyapa ibu Djenar ketika sampai di sana. Tiba-tiba Minto merasa lapar karena melihat aneka makanan yang tampak enak di sana. Minto dipesankan ikan gurame bakar dengan porsi besar lalu dengan minuman juice melon yang segar. Minto memakan dengan lahap masakan itu karena dia belum pernah memakan masakan seenak ini sebelumnya. Ibu Djenar yang melihat Minto menyukai makanan yang dipesan Ibu Djenar.


IBU DJENAR
Enak Minto?


MINTO
(Sambil memakan lahap) Enak banget bu. Belum pernah makan ikan seenak ini.


IBU DJENAR
(tertawa kecil) Senang dengernya kalau kamu suka Minto. Itu resep asli ibu.


MINTO
(kaget) Lho, jadi ini ibu yang masak? Kapan masaknya bu? Daritadi kan ibu di sini terus.


IBU DJENAR
(tambah tertawa) Kamu ini lucu sekali, Minto. Ya nggak mungkin masa ibu yang masak itu kalau ada disini terus sama kamu. Itu resep ibu yang dimasak sama koki di restoran ini. Ini salah satu restoran ibu. Ibu punya 4 restoran di Solo, jadi ini pekerjaan ibu mengelola restoran.


MINTO
(memasang wajah kagum) Wah ... pantesan mobilnya bagus banget, kempling. Nggak kayak mobil di pasar kebanyakan elek semua.


IBU DJENAR
Ah bisa saja kamu. Tapi, kenapa kamu mau jadi tukang angkat belanjaan?


MINTO
(meminum juice melon-nya lalu bercerita) Jadi gini, Minto ini orang miskin. Bayar sekolah aja gratis karena Minto katanya pinter jadinya dapet beasiswa. Ibu Minto itu kerjanya Cuma buruh cuci, jadi Minto bantu-bantu cari duit buat beli perlengkapan sekolah sama buku pelajaran biar semakin pintar. Gitu bu ceritanya. (bercerita dengan antusias dan polos)


IBU DJENAR
(wajahnya berubah menjadi sedih, tiba-tiba matanya berkaca-kaca) Kamu hebat Minto, belum pernah saya melihat anak kecil berjuang demi pendidikan.


MINTO
Soalnya Minto janji sama mas Tandiyo kalau Minto bakal jadi orang pinter. Mas Tandiyo soalnya juga pinter, dia bilang Minto harus lebih pinter dari mas Tandiyo. Sama di rumah Minto punya sahabat baik namanya Tompel. Jadinya semangat belajar. (melanjutkan makannya) Wah ini pasti anak ibu di rumah seneng dimasakin enak kayak gin ya.


IBU DJENAR
(mengusap air mata di pipinya karena sedih mendengar cerita Minto) Ibu nggak punya anak, Minto. Ibu tinggal sendirian di rumah. Jadi menyibukkan diri buat restoran sama almarhum suami ibu. Yah…ini juga warisan dari almarhum suami ibu juga. Tapi kadang ibu juga merasa sendirian karena gak ada yang dimomongi. (kemudian tersenyum kecil)


MINTO
Ibu nggak boleh sedih, walaupun nggak punya anak tapi ibu harus tetap semangat. Minto aja senang bisa cari duit sendiri buat sekolah. Minto mendoakan untuk ibu Djenar supaya terus bahagia. Tuh bu, semua orang yang makan di sini aja udah bahagia karena masakan ibu enak. 


IBU DJENAR
(Tidak kuat menahan tangis tapi dia harus menahannya, dia tidak mau menangis di depan Minto) Nak, nanti bungkus makanan yang banyak ya. Buat ibu kamu di rumah.


MINTO
(mengangguk) terima kasih ya ibu Djenar. Baik sekali ibu ini.


16. INT.& EXT. Rumah Sumarsih dan Rerumputan berjarak 50 M dari rumah Sumarsih


Seperti biasa Minto disambut gembira oleh Tompel ketika pulang. Lalu Minto mengusap-usap kepala Tompel sebentar lalu masuk ke rumah untuk menaruh bungkusan makanan dari ibu Djenar. 


MINTO
(berbicara dengan memasang wajah gembira) Ibu, mangan enak bu, iki aku ...


TANDIYO
(tiba-tiba ada muncul di depannya mengagetkan Minto) Mas Tandiyo pulaaannnngggggg (lalu memeluk Minto dengan penuh rasa kangen dan kasih sayang)


MINTO
(tambah bahagia dan balik memeluk Tandiyo) Asiiikkkk, mas Tandiyo pulang. Mas iki aku bawa panganan enak banget. Tadi dikasih sama ibu Djenar dari Solo yang aku bantuin bawa barang belanjaannya.


TANDIYO
(melihat kantong plastik bertuliskan RUMAH MAKAN DJENAR) Waaahhh ... ini restoran paling enak di Solo. Beruntung koe Min. Bu, ayo ora usah masak. Iki ono panganan enak.


SUMARSIH
(keluar dari dapur) Masya Allah, akeh tenan panganane. Yowis, sebagian dulu aja. Sisanya buat besok. Sekalian iki kanggo syukuran, masmu wes lulus kuliah. Bulan ngarep wisuda. Alhamdulillah ngirit ora perlu belanja.


Mereka bertiga lalu memulai makan malamnya dengan lahap. Suasana kumpul keluarga yang sangat bahagia dengan gurauan bahagia. Minto sesekali bercerita tentang kepintarannya di sekolah dan dia berhasil mengalahkan kakakknya itu karena juara 1 terus di kelas. Suasana hangat yang bahagia terasa sekali malam itu. Selesai makan, Minto seperti biasa bermain bersama Tompel di luar. Lalu Minto mulai menceritakan kebahagiaannya hari ini ke Tompel sambil memandangi bintang-bintang.


MINTO
(bercerita sambil tersenyum bahagia) Hari ini memang hari paling bahagia deh Tompel. Upah di pasar banyak, terus ketemu Ibu Djenar yang baik, sama mas Tandiyo akhirnya pulang. Rumah jadi rame lagi. (dari tersenyum kemudian menjadi sedikit sedih) Tapi, kasihan ya ibu Djenar, nggak punya anak dia kalau di rumah sendirian. Yah ... semoga dia baik-baik saja ya Tompel. Kita doakan dia semoga punya anak. Tapi Tompel, kok kayaknya aku pernah lihat ibu itu dimana ya? (Tompel mengaing kecil lalu menoleh ke arah Minto) Ah ... cuma di bayanganku saja itu. Nggak perlu dipikirin.


Tompel sedikit mengaing dan menggonggong memandangi bintang-bintang lalu dia bangkit dan tidur di atas perut Minto.

(fade out)


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar