Seekor Sahabat
2. Act 2

4. EXT.& INT. Desa Cengklik – Siang – 2009

INSERT

Suasana Desa Cengklik beserta waduknyaKerumunan orang di sebuah pondok lesehan dan pemancingan tengah menikmati hidangan pecel ikan waderBeberapa nelayan sedang memancing di waduk 


Di sebuah pasar di Desa Cengklik, Tandiyo (18) sedang mengangkat keranjang berisi tumpukan ikan ke sebuah mobil pick-up. Lalu Tandiyo menerima uang dari seorang pria setengah baya, dan Tandiyo memasang wajah yang berseri-seri kemudian mengucapkan terima kasih. Tandiyo bergegas pulang menggunakan sepeda onthelnya dengan kecepatan tinggi. Sampai di rumah, Tandiyo menjatuhkan sepedanya di luar lalu menuju ke bagian belakang rumahnya untuk bergegas mandi di bilik untuk mandi. Sumarsih sedang mencuci tumpukan baju di sebelah bilik untuk mandi, dia menyuruh Tandiyo untuk jangan terlalu terburu-buru. Kemudian Minto (4) datang menghampiri Tandiyo di bilik mandi dan mengetuk pintu seng bilik mandi itu.


MINTO
(sambil menggedor pintu seng) Mas Tandiyo. Jangan lupa hari ini belajar itung-itungan yo.

TANDIYO
(berbicara dari bilik mandi) Iyo. Wis sana dolan sek. Mas kesusu mau ke sekolah.

SUMARSIH
(sambil mencuci baju) Minto, ayo sana ganti baju dulu. Selesai nyuci, ibu nganter kamu ke play group.

MINTO
(mengangguk lalu menuju ke kamar)


(Voice Over)

Itu aku, masih berumur 4 tahun. Aku dibesarkan oleh seorang ibu yang sangat menyayangiku, bahkan hampir sedikit overprotektif. Ibuku bernama Sumarsih, dia bekerja sebagai buruh cuci yang pelanggannya datang ke rumah untuk mengantar cucian mereka. Sedangkan kakakku, Tandiyo, dia sedang menghadapi ujian nasional hari terakhir. Dia salah satu murid teladan di sekolahnya, bahkan dia tidak perlu membayar seluruh administrasi sekolahnya karena beasiswa yang diterimanya. 


(INSERT)

Minto megganti baju sambil berkaca di cermin yang ada di lemari baju. Tandiyo juga bergegas memakai seragam SMA dan pamit ke Minto untuk berangkat. Sumarsih selesai menyuci dan menjemur pakaian pelanggannya


(Voice Over cont.)

Kata ibuku, aku ini pintar. Di usiaku yang sekarang ini aku sudah pandai mengeja abjad A-Z dan membaca satu kalimat. Keterbatasan ekonomi yang kurang dari cukup bukan halangan untuk anak-anak ibuku untuk melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya. Tandiyo rela setiap pagi menjadi buruh angkut di pasar untuk menambah kebutuhan kita semua sehari-hari sekaligus untuk membeli keperluan wajib untuk sekolahnya. Melihat kecerdasanku, ibuku inisiatif untuk memasukkanku ke play group bebas biaya yang dibuat oleh pemerintah kota Solo untuk mencerdaskan anak-anak di setiap desa. 


INSERT

Sumarsih membawa keranjang yang berisikan tumpukan pakaian kering lalu pergi bersama Minto. Sumarsih disapa semua orang yang ada di sekitar rumahnya. Sumarsih menyapa balik orang yang disapanya dengan senyum ramah


(Voice Over cont.)

Ibuku dikenal sebagai salah satu penduduk desa Cengklik paling ramah. Hampir semua kegiatan di desa dia ikuti mulai dari PKK, musyawarah warga, sampai kerja bakti sekalipun. Ibuku juga sering membantu orang-orang di sekitarnya, bahkan membantu seorang ibu muda yang melahirkan karena tidak mampu membayar rumah sakit. Ibuku memang orang yang hebat, aku bangga punya ibu seperti dia.


5. INT.Play Group Desa Cengklik – 2009 – Siang

Suasana play group di sana ramai dengan anak-anak kecil yang sudah siap bermain dan belajar. Dekorasi yang berwarna warni dengan tembok yang ada gambar-gambar lucu yang disukai anak-anak. Terlihat anak-anak kecil yang ada di play group itu sedang bersenda gurau satu sama lain. Ada juga beberapa anak kecil seumuran Minto di sana sedang bermain lompat tali, menggambar, dan menyusun puzzle mini. Suasana Play Group itu memang sangat menyenangkan, serasa surga bermain untuk anak-anak. Tanpa disuruh, Minto langsung bergabung dengan teman-teman sebayanya yang ada di sana. Sumarsih menyuruh Minto untuk berhati-hati dan berpesan jangan terlalu sore pulang ke rumah. Seorang guru perempuan muda yang bertugas di sana menghampiri Sumarsih dan menyapanya dengan ramah sekaligus senang dengan kehadiran Minto di sana.


GURU
Selamat siang ibu Sumarsih. Aduh senang sekali lihat ibu sudah datang bersama Minto.

SUMARSIH
(Tersenyum bahagia) Saya yang senang bu guru, sudah mau menerima Minto belajar sama bermain di sini. Minto, ayo salim dulu sama bu guru.

MINTO
(menghampiri ibu guru itu lalu mencium tangan bu guru nya lalu mencium tangan Sumarsih, kemudian dia lanjut bermain lagi bersama teman-teman yang lain)

IBU GURU
Sudah kewajiban Saya, bu. Saya malah senang punya anak didik seperti Minto. Dia hebat bu, sudah bisa mengajari anak-anak lainnya mengeja kalimat. Saya yakin, pasti bisa jadi anak teladan di jenjang pendidikan setelah ini.

SUMARSIH
Amin, bu guru. Ya sudah, saya pamit dulu ya. Ini mau mengantar cucian yang sudah jadi. Sekalian mau belanja untuk makan malam nanti. Titip anak saya ya bu guru, kalau nakal di jewer aja kupingnya. (lalu tertawa kecil)


Sumarsih lalu pergi dan ibu guru itu melambaikan tangan lalu berpesan kepada Sumarsih untuk berhati-hati di jalan. Ibu guru itu langsung mengajak anak-anak didiknya termasuk Minto berkumpul untuk memulai proses belajar-mengajar, Minto yang sangat antusias duduk paling depan untuk memperhatikan ibu guru. Proses belajar mengajar sangat menyenangkan, ibu guru mengajarkan bernyanyi lagu “Bintang Kecil” lalu mengajari nama-nama binatang, dan mengeja kalimat seperti “apel”, “jeruk”, dan sebagainya. Minto memang anak paling antusias di play group itu, dia juga selalu yang pertama menunjuk tangan kalau ditanya ibu guru itu. Setelah proses belajar mengajarnya selesai, anak-anak didik disana diperbolehkan pulang. Beberapa teman-teman sebaya Minto mengajak Minto untuk bermain di pinggiran waduk Cengklik. Minto menngiyakan ajakan teman-temannya itu karena memang sudah saatnya Minto untuk bermain di luar. 


6. EXT.Sisi pinggir waduk Cengklik – Siang menjelang sore – 2009

Minto bermain permainan kucing-kucingan bersama teman-teman sebayanya. Keceriaan Minto terlihat sekali di wajahnya, dia sangat menyukai permainan itu. Tawa-tawa riang Minto bersama dengan teman-teman sebayanya membuat semua yang melihatnya ingin kembali ke masa kecil dimana keceriaan selalu diutamakan daripada harus memikirkan masalah yang selalu ada di kepala kita. Lalu Minto dan teman-temannya memutuskan untuk bermain petak umpet, waktu hompimpa, salah satu teman Minto yang jaga dan menghitung sampai 10. Semua teman-teman Minto menyebar untuk bersembunyi, lalu Minto memilih bersembunyi di balik pohon dekat semak-semak pinggir waduk yang menyambung ke sungai. Ketika Minto bersembunyi dan berhati-hati agar tidak ketahuan, Minto mendengar suara mengaing. Awalnya Minto tidak menggubris, tapi lama-lama suara mengaing itu semakin keras. Minto penasaran dan menuju ke arah suara mengaing itu yang berada di semak-semak pinggir waduk. Minto lalu menemukan seekor anak anjing berbulu putih dengan lingkaran hitam di seputaran mata kanan anjing itu sedang terjebak di tanaman rambat. Kakinya terjerat sampai terluka. Minto merasa kasihan dengan anjing itu dan bergegas melepaskan jeratan tanaman rambat itu di kakinya. Setelah terlepas, anjing itu menekuk salah satu kaki depannya dan berjalan pincang lalu terjatuh. Minto tambah tidak tega lalu menggendong anjing itu yang mengaing kesakitan itu.


TEMAN MINTO
(memegang pundak Minto secara tiba-tiba) Hayo….Minto kena. Kalah koe, giliran jaga. (lalu pandangannya tertuju pada anjing yang digendong Minto) Lha, kok ono kirik nang kene? (lho kok ada anjing di sini) 

MINTO
(sambil menggendong anjing itu) Aku mulih sek yo. Nggak main lagi dulu, mesakke iki kirik’e nganti getihan. Meh aku gowo mulih. (aku pulang dulu ya, nggak melanjutkan main dulu. Ini kasihan anjingnya terluka sampai berdarah, Mau aku bawa pulang)

TEMAN MINTO
(mengangguk sambil memasang wajah masih heran kenapa bisa anjing ada di situ) Yowes, ati-ati yo Min. 


(Voice Over)

Itu adalah awal pertemuan dengan sahabat sejatiku. Dan ceritaku bersama sabatku dimulai dari sini.


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar