SATU RUANGAN
5. ACT 2 PAGE 41-50

ROY

(ke Tompel)

Maaf, tadi anda... siapa namanya?

Tompel diam.

ALFRED

Ehm, dia kita panggil Tompel.

ROY

Tompel? Kenapa? Tato di wajah, itu bukan Tompel kan'?

TOMPEL

Bukan. Ini tato.

ROY

(mendengus)

Ya, saya tahu itu.

ALFRED

Dia punya tompel... di badan nya.

ROY

Oh. Di Badan? saya pun punya tompel di Badan, tapi enggak ada yang panggil saya Tompel. (tertawa)

ALFRED

Dia ini atlet MMA, dulu. Sering gak pake baju kalo tanding. Jadi tompelnya suka keliatan. Sejak itu penonton panggil dia Tompel Maut!

ROY

(tertawa)

Tompel Maut! Terus sekarang? Apa yang anda lakuin? Saya lihat tato di wajah kayak gitu jadi inget sama orang-orang yang saya masukin penjara. Atau jangan-jangan anda salah satunya? 

Tompel terdiam menatap Roy.

ROY

(tertawa)

Bercanda, maaf!

ALFRED

Dia bodyguard saya sekarang.

ROY

Bodyguard...

ALFRED

Ya, dan yang di sampingnya, dia sopir saya. Tonggos.

ROY

Oke... kenapa gak ada yang pake nama asli.

Tompel dan Tonggos menatap Alfred.

ALFRED

Ehm...

ROY

Ah udahlah. Apa arti sebuah nama? Ya kan'?

Alfred tersenyum.

ALFRED

Ngomong-ngomong, boleh saya lihat pistol nya?

ROY

Pistol? Saya lagi gak tugas. Gak saya bawa.

ALFRED

Ayolah. Saya tau anda pasti bawa.

ROY

Gak. Saya gak bawa.

Alfred menaikan alis, seakan berkata "masa?".

ALFRED

Anggap saja sebagai bayaran karena sudah kami izinkan berteduh. Saya ingin sekali melihat dari dekat, seperti apa pistol polisi itu.

Roy berpikir. Menghela nafas.

ROY

Oke... tapi hati-hati, ini berpeluru.

Roy mengeluarkan sebuah pistol dari belakang celana, menyimpannya di atas meja.

ALFRED

Benar kan'? Dia bawa pistol!

Tompel dan Tonggos saling tatap. Sama-sama berpikir polisi ini akan menjadi halangan besar untuk rencana mereka membunuh Nita.

Alfred meraih pistol itu, mengamatinya dari dekat.

ALFRED

Revolver...

ROY

Hati-hati, jangan tarik pelatuknya.

Tompel dan Tonggos tampak tegang. Mereka berpikir bosnya akan menembak si polisi.

Tiba-tiba Alfred mengarahkan pistol ke Elisa. Elisa tampak tenang sambil merokok. Roy segera merampas pistolnya kembali.

ROY

Bahaya itu.

ALFRED

Haha! Maaf, maaf... sudah lama saya tidak menyentuh revolver. Yang saya gunakan sekarang laras panjang. Untuk berburu.

ROY

Jangan main-main dengan senjata api.

ALFRED

Iya, iya! Maaf.

ELISA

Kamu mau bunuh aku barusan? (sedikit senyum)

ALFRED

Kebetulan kamu ada di depan aku, aku cuma... ingin merasakan gimana sensasinya nodong senjata di depan orang.

ROY

Jangan lakukan itu lagi pak, berbahaya.

ALFRED

Ya, ya... tapi... kenapa anda membawa pistol? Polisi yang tidak bertugas tidak boleh bawa itu kalau saya tidak salah.

ROY

Ya... banyak komplotan penculik dan human trafficking yang udah kenal wajah saya. Jadi ini buat jaga diri... siapa tahu mereka dendam, saya udah tangkap teman-teman mereka...

ALFRED

Tapi itu tugas anda.

ROY

Itu resiko dari tugas saya. Dan akhir-akhir ini, makin banyak penjahat yang berani lawan polisi... (melihat Tompel) jadi...

TOMPEL

...

ROY

Kalo saya perhatikan... tampaknya saya familiar dengan tato di wajah kamu itu. Di mana saya lihatnya ya...

ALFRED

Haha! masih anggap dia mirip orang yang anda jebloskan ke penjara?

ROY

Gak, saya serius... tatonya itu... kayak tanda dari geng tertentu... geng yang sering melakukan... human trafficking...

TOMPEL

Saya tidak pernah bergabung dengan geng mana pun...

ROY

Ya, ya tentu! Saya percaya di sini semuanya orang baik... Oh, ada pesan WA! permisi...

Ternyata Roy memeriksa galeri di smartphone nya. Memastikan apakah tato di wajah Tompel sama dengan tato komplotan yang pernah ia jebloskan ke penjara.

ALFRED

(berdehem)

Saya jadi haus.

Alfred berdiri dan berjalan ke dapur. Ia menyempatkan diri untuk melirik apa yang Roy lihat d hape. Galeri foto para tahanan. Alfred menyeringai.

Alfred mengambil air minum di dispenser. Lalu membuka laci lemari dapur satu per satu. Mencari suatu senjata yang dapat ia gunakan nanti.

ALFRED

(sambil memeriksa laci-laci)

Kamu punya teh celup, Lis?

ELISA

Gak. Aku gak suka teh.

ALFRED

Sayang sekali.

Alfred menemukan seutas kabel di salah satu laci lalu diam-diam mengantonginya. Ia kembali ke tempat duduknya di meja makan, sebelah Roy yang masih sibuk memeriksa foto tahanan.

Nico datang dan membuka kulkas. Mengambil bir baru. Membuka tutupnya, dan minum sambil memperhatikan gigi Tonggos.

NICO

Om Tonggos!

Tonggos, Tompel dan Alfred melirik tajam. Nico yang agak mabuk berjalan ke meja counter dapur dekat meja makan. Kita lihat ada PISAU di sana. Bekas memotong buah yang Angel gunakan tadi.

NICO

Itu kan' namanya? Om tonggos?

ALFRED

Kamu tidak pantas sebut itu. Kamu bukan teman dia.

NICO

Terus saya harus panggil apa? Emang sebutannya Tonggos kan'?

ALFRED

Kamu bisa cukup sebut dia "Om". Gak usah pake Tonggos. Itu tidak sopan.

NICO

Om? Ada banyak Om di sini. Bingung nanti. Lagian Om Tonggos pun gak keberatan kan', saya panggil Tonggos? Kita udah jadi brother kan' Om? 

TONGGOS

Brother? apa maksud lu?

NICO

Ya. Brother. Tanya aja sama Tante.

Elisa dan Tonggos salah tingkah.

ELISA

HEH?! jaga ucapan lu ya?! jangan ngomongin hal itu di sini!

NICO

Tapi Tante sendiri yang cerita...

ELisa dan Tonggos menatap Alfred, seakan berkata "kita abisin aja ni bocah!" namun Alfred menggeleng pelan.

NICO

(mabuk)

Oh iya! Tente Elisa juga bilang, katanya kalo sama om Tonggos, sensasinya beda!

Tonggos hendak bangkit tapi Alfred langsung menyentuh tangan Tonggos. Menatapnya tajam. Semua jadi tegang, termasuk Roy. Kita melihat di smartphone nya ada foto seorang tahanan yang mempunyai tato sama dengan Tompel. 

ANGEL

Bim, Bim itu si Nico udah mabok.

Bima bangun.

NICO

(mabuk)

Tapi yang lebih parah dari itu, si Tante bilang, GIGINYA OM TONGGOS, LEBIH PANJANG--

Tiba-tiba Suara pistol TERDENGAR. Tonggos menembak selangkangan Nico. Nico MENJERIT kesakitan. Lalu Tonggos segera MELONCAT ke arah Nico, MENCEKIKNYA sampai badan Nico terbaring di atas counter meja dapur. MENGAMBIL pisau yang ada di sana, lalu MENANCAPKANNYA berkali-kali ke mata dan wajah Nico. Darah pun BERMUNCRATAN. Para wanita BERTERIAK. Roy segera meraih pistolnya namun tiba-tiba Alfred sudah ada di belakang, MELILITKAN kabel ke leher Roy lalu MENARIKNYA ke belakang sampai Roy terjatuh dari kursi. Alfred MENCEKIK Roy menggunakan kabel. Wajah Roy semakin memerah. Bima hendak menolong Roy namun Tompel segera mengeluarkan pistolnya.

TOMPEL

DIAM!! DIAM KAMU!!

Bima diam. Mengangkat tangannya. Angel dan Jenny BERTERIAK sambil MENANGIS. Suasana menjadi RIUH.

Roy berusaha melepas diri, MENCAKAR wajah Alfred hingga berdarah, mengarah ke matanya namun Alfred menarik kabelnya dengan sangat kuat sehingga ia tak berdaya. Lalu tiba-tiba muncul Verita yang baru turun dari lantai dua. Ia langsung TERKESIAP melihat sang ayah yang meronta-ronta karena lehernya dililit kabel. Wajah Alfred berubah pucat saat melihat Verita.

ALFRED

(teriak)

AGH! TONGGOS! TONGGOS! TUTUP MATA ANAK ITU!! TUTUP MATA ANAK ITU!! BANGSAT!! TONGGOS!!

Tonggos yang sudah puas menusuk wajah Nico yang sudah MATI, segera menghalangi Verita dengan tubuh besarnya agar ia tak melihat ayahnya yang sekarat. Verita gemetaran, tak bisa bergerak.

Angel dan Jenny saling berpelukan. Tompel masih MENODONGKAN pistol ke arah Bima. Elisa melihat ngeri jasad Nico yang wajah dan selangkangannya hancur.

Alfred menarik sekuat tenaga, dan akhirnya Roy pun MATI. Setelahnya Alfred mengumpulkan nafas, ia TERENGAH-ENGAH. Rambut dan bajunya kusut. Lalu ia berjalan ke arah Verita. Memeluknya. Verita tak bergerak karena takut. Ia mulai MENANGIS.

ALFRED

Sshh... shhh... maafkan kakek sayang, maafkan kakek. Ayo, kita temui ibu kamu diatas. Ayo. Kakek jelaskan semuanya.

Alfred menuntun Verita ke lantai atas untuk menemui ibunya.

TOMPEL

Pel, tolong awasin ni orang (ke Bima). Tapi jangan lu lukain kalo gak perlu!

Tompel MENGARAHKAN pistolnya ke Bima. Bima menatap dengan mata menantang, lalu Tompel pun memukulnya.

INT. KAMAR DI LANTAI DUA - CONTINUOUS - HUJAN

Alfred menuntun Verita menemui Lora yang terbaring lemah di atas kasur. Alfred mengambil kursi dan menempatkannya di samping Lora. Ia duduk, Verita berdiri di depannya, masih TERISAK. Lora berkata dengan lemas,

LORA

Ada apa...?

Verita mulai MENANGIS kencang.

ALFRED

Sshhh... shhh...

Alfred membelai kepala Verita, lalu memeluknya. Lora menunggu apa yang terjadi.

ALFRED

Suami anda mati.

Lora kaget.

LORA

HAH? APA? HAH? MAKSUDNYA?

VERITA

(menangis)

Papah tadi mukanya jadi merah... terus gak gerak...

LORA

Kenapa?! Apa yang terjadi dengan suami saya?!

ALFRED

Saya sudah membunuhnya.

Lora segera bangun, Alfred menahannya.

ALFRED

Jangan bangun. Istirahat saja.

Alfred menempelkan telapak tangannya di kening Lora.

ALFRED

Tubuh anda masih panas.

LORA

Saya gak percaya.

ALFRED

Itulah faktanya. Dan saya sangat menyesal, Verita melihat semuanya.

Lora diam menatap Alfred. Lalu tiba-tiba dia MENGAMUK. Hendak MENCEKIK Alfred namun malah JATUH ke lantai. Verita berusaha menolong ibunya bangun.

VERITA

Mama!

Lora MENANGIS.

ALFRED

Saya akan memberikan anda waktu bersama anak anda. Tapi setelah itu, Verita akan ikut bersama saya. Dan anda... anda bisa ikut suami anda ke liang lahat nanti.

LORA

BANGSAT! IBLIS!!

Lora MELEMPAR Alfred dengan benda-benda di sekitarnya. Alfred pun segera keluar kamar. Kembali ke lantai bawah.

INT. VILLA - CONTINUOUS - HUJAN

Alfred turun dari tangga.

ALFRED

Ada apa ini?! kenapa dia berdarah? (ke Bima)

Tonggos melirik Tompel.

Alfred segera mendatangi Tompel lalu menghajarnya bertubi-tubi.

ALFRED

Lu gak turutin perintah gua!! Sekali lagi lu ga nurutin perintah gua, gua tembak kepala lu. Inget, lu itu buronan, sama kayak si Tonggos. Kalau bukan karena perlindungan gua, ELU (ke Tompel) dan ELU (ke Tongos) udah masuk penjara!

TOMPEL

Iya bos, saya minta maaf.

ALFRED

Ini berlaku buat semua orang di ruangan ini! Elisa!

ELISA

Apa?

ALFRED

Ambilkan perban untuk Bima.

ELISA

(mendengus)

Saya orang yang kasih kamu uang. Kenapa saya harus turutin perintah kamu?

ALfred MENODONGKAN pisaunya kepada Elisa.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar