Romantika
1. 1

1.INT - SEBUAH KAFE - SIANG

Kamera menyorot orang-orang yang ada di dalam kafe. Mereka sedang membaca berita sebuah restoran Maknyusss terkenal yang memakai bahan daging tikus sebagai bahan campuran makanan. Kamera menyorot ekspresi setiap orang. Ada yang terkejut. Ada yang menahan mual karena kemaren baru saja makan dari sana. Ada yang berniat kesana langsung segera membatalkan niatnya itu.

PEREMPUAN 1

Kau sudah baca ini. Restoran yang memakai daging tikus. Untung aja aku belum makan di sana

PEREMPUAN 2

Ih, beneran itu. Kok bisa, ya? Hoaks nggak.

PEREMPUAN 1

Hoaks gimana, ini beritanya. Mending kau baca sendiri. Kau tengok perempuan disana itu, dia pasti sedang baca berita yang sama.

PEREMPUAN 3

Weeeeeek, bluweeeeeek

LAKI-LAKI 1

Wowowowow, hati-hati kalau muntah. Hamil lagi? Baru selesai lahiran juga.

PEREMPUAN 3

Sontoloyo. Aku habis makan disana kemaren (wajah menahan mual) bluweeeeeek

Si perempuan menyorongkan Handphone ke laki-laki di hadapannya.

LAKI-LAKI 1

Padahal katanya itu restoran terkenal. Bakalan langsung down banget nanti pasti

PEREMPUAN 3

Weeeeeeek, uweeeeeeeeeeeekkk

Perempuan 1 dan 2 melihat ke Perempuan 3

PEREMPUAN 1

Nah, apa aku bilang.

Romantika memandang semua peristiwa itu dari sudut pandangnya. Ia sedang duduk di satu meja di dalam kafe tersebut bersama dua orang temannya. Laptop menyala di hadapannya. Romantika tersenyum-senyum puas dan meneruskan menulis di laptop dengan bersemangat.

Cut to:

 

2.INT – RUMAH - PAGI

Suara alarm dari handphone berbunyi. Romantika bergegas bangun dari kasur dengan sedikit menahan kantuk dan berjalan ke kamar mandi seperti zombie.

ROMANTIKA (VO)

Ini aku ketika bangun tidur. Lesu dan loyo sekali. Tapi di lapangan ketika sudah mencari berita aku orang paling bergairah yang pernah ada. Dalam karirku sebagai wartawan, aku harus melakukan hal-hal yang sama setiap hari. Aku harus bangun pagi dengan bantuan alarm, dengan mata masih mengantuk berjalan ke kamar mandi dengan handuk tersampir di pundak. Kemudian berpakaian, mengambil tas sandang lalu keluar dengan langkah kaki kanan, diiringi harapan semoga hari ini aku bisa meliput hal-hal yang besar, seperti wartawan sungguhan.

 

Di layar, film menampilkan adegan potongan fast motion mulai dari Romantika bangun tidur, buru-buru keluar rumah ingin mengejar sumber berita, sambil mulutnya mengunyah roti semalam, lalu masuk lagi ke rumah karena ada sesuatu yang tertinggal (kartu pers), sedang mewawancarai narasumber, memacu sepeda motor untuk mengejar suatu peristiwa tabrak lari, memacu sepeda motor mengejar pelaku penjambretan yang digebuki massa, mengeluarkan kamera handphone mengambil gambar atau merekam narasumber, cuplikan artikel yang ia tulis selama bekerja disana, wajah Badam memelototi layar laptonya sedang mengedit sebuah tulisan dengan judul sensasi “ASTAGA, YUK INTIP PENYEBABNYA”, Romantika duduk menulis di sebuah kafe sebelum kembali ke kamar rumahnya. Di dinding kamarnya penuh dengan print potongan artikel yang ia tulis di OborPanas.com, majalah, koran dan gambar Tintin, pahlawan yang membuat Romantika ingin menjadi wartawan.

Ketika potongan adegan berhenti di Badam, Romantika menceritakan siapa Badam.

ROMANTIKA (VO)

Ini Badam, pemimpin redaksi tempat aku bekerja. Sejak aku pertama bekerja disini, yang tak pernah berubah dari Badam adalah, ‘kau sudah dengar belum.’ Badam terang-terangan menyukai sensasi dengan sering mengganti judul-judul berita yang aku tulis. Katanya biar banyak yang baca, meski pun aku ragu itu benar. Yang dia pedulikan hanya bagaimana mendapatkan uang, uang dan uang. Dan…seringkali berita yang aku tulis akan ia bongkar pasang sesuai yang dia inginkan.

 

Saat potongan adegan berhenti di kafe, Romantika menambahkan.

ROMANTIKA (VO) 

Dan ini adalah rumah keduaku, aku sering menghabiskan waktu untuk menulis dan bergosip bersama sesama wartawan.

Layar menampilkan kafe dan orang-orang yang ada di dalamnya.

ROMANTIKA (VO)

Disini, meskipun saling menyapa satu sama lain, tetapi itu hanya sebagai basa-basi pergaulan saja, kok. Percaya atau tidak, ada empat kelompok wartawan yang selalu berkumpul di kafe ini. Dan empat kelompok ini selalu memandang sinis pada kelompok yang lain.

Kelompok pertama.

Kelompok elit. Disini berkumpul para wartawan yang bekerja di media-media dengan nama besar. Mereka ini biasanya agak alergi ketika mendengar nama media-media online antah berantah disertai dengan ekspresi kening berkerut. Biasanya mereka sangat dekat dengan orang-orang penting di kota ini.

Di layar menampilkan adegan seorang perempuan (Romantika) yang berkenalan dengan wartawan elit ini dan menyebut nama medianya. Saat bersalaman, kening si wartawan elit berkerut.

ROMANTIKA (VO)

kelompok kedua.

Adegan di layar sedang menampilkan kelompok wartawan yang bergosip. “Alah, anjing menggonggong kafilah berlalu. Biarin aja. Mereka enak bekerja di media besar, kita harus kreatif mencari jalan sendiri-sendiri. Yang penting klik, bosquuu.”

kalau kalian mendengar apa yang mereka bicarakan tentu mengerti. Mereka ini kelompok yang mengandalkan sensasi untuk meraup keuntungan. Memakai judul-judul berita yang sensasional dan ketika kita klik dan baca tak jelas apa yang ditulis. Sebab klik adalah kunci, kata Badam.

Kelompok ketiga. Nah, kelompok ini sebenarnya bukan wartawan sungguhan. Mereka berlagak seolah-olah sebagai wartawan. Sering datang ke acara-acara seremoni mengatasnamakan sebagai wartawan dan ujung-ujungnya…ini.

Adegan menampilkan seorang laki-laki celingak-celinguk melihat orang penting yang ia ingin sasar. Si wartawan menyorongkan perekam ke mulut si narasumber. “Ada uang ongkosnya, komandan.”

ROMANTIKA (VO)

Amplop. Sebuah uang yang isinya tak seberapa yang selalu mereka kejar-kejar. Diantara sesama wartawan, mereka sering dipanggil sebagai wargad alias wartawan gadungan.

Dan kelompok keempat adalah orang-orang yang jatuh cinta pada profesi wartawan, atau orang yang menaruh hormat yang sangat dalam pada profesi ini. Selalu merasa ingin berbuat yang terbaik untuk profesi ini dengan membuat tulisan-tulisan yang dibicarakan tapi tersesat pada media yang sama sekali berbeda.

Kelompok terakhir, ini kelompok yang akan selalu berkata “Aduh, kenapa kau memilih wartawan. Mendingan kau pilih profesi yang lain saja. Perempuan tak cocok di profesi yang keras ini.” Setiap berkenalan dengan wartawan perempuan. Kelompok ini biasanya diisi oleh laki-laki macho yang merasa harus melindungi perempuan setiap melakukan liputan.

ROMANTIKA (VO)

Meskipun aku harus melakukan hal-hal seperti hari-hari sebelumnya, berulang-ulang, aku yakin aku pasti akan menulis sesuatu yang berdampak besar. Yah, meskipun yang aku tulis hal-hal yang sepele, menulis berita kriminal kecil-kecilan. Tapi…tunggu dulu. Aku pernah menulis hal yang tidak sepele dalam karirku sebagai wartawan. Kayaknya ini bukan persoalan kecil, deh. Ini hal besar yang pernah aku lakukan dan terjadi padaku. Cerita bermula ketika aku dihubungi oleh Badam.

Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar