EXT. RUMAH ANGGA - TERAS - MALAM
Angga dan Nadine ngobrol di teras rumah.
ANGGA
Kok pulang?
NADINE
Emang nggak boleh?
ANGGA
Ya boleh banget. Tapi maksudnya katanya kan kamu bukannya lagi sibuk banget ya di hotel?
Tanpa ngomong apapun, Nadine mengambil sebuah amplop dari tasnya dan memberikannya ke Angga.
ANGGA (CONT’D)
Apa, nih?
NADINE
Buka aja.
Angga buka surat itu. Dibacanya perlahan.
Mata Angga tiba-tiba melebar. Dia menatap Nadine.
ANGGA
Kamu resign?
Nadine mengangguk.
ANGGA (CONT’D)
Kenapa?
NADINE
Kamu tau dari SMA aku mimpiin banget bisa jadi chef.
ANGGA
Iya, kamu bilang itu mimpi besar kamu.
NADINE
Tapi bukan yang terbesar.
Angga tertegun.
NADINE (CONT’D)
Namanya manusia, pasti dasarnya nggak pernah puas. Dua tahun aku masak di hotel orang, aku ngerasa kayaknya seru kalo punya restoran sendiri.
ANGGA
Oke..
NADINE
Selesai video call kemarin. Mimpi itu dateng lagi, bikin aku nggak bisa tidur, soal kamu mau bikin kedai.
ANGGA
Iya..
NADINE
Jadi aku ngerasa ini waktunya aku buat wujudin mimpi terbesar aku... bareng kamu.
ANGGA
Aw.
NADINE
Ih.
ANGGA
Lucu becandanya.
(menertawakan)
NADINE
Aku serius.
ANGGA
Serius?
Nadine mengangguk.
Angga berfikir.
ANGGA (CONT’D)
Nad, tapi ini aku beneran baru wacana aja loh. Belum ada rencana apa-apa. Mau bikin masakan apa juga aku belum nentuin.
NADINE
Leave it to me.
INT. RUMAH ANGGA - KAMAR ANGGA - MALAM
Angga merebahkan badannya di kasur. Dia melihat ke langit kamarnya, seperti memikirkan sesuatu. Awalnya wajahnya ceria, namun tiba-tiba muram.
Dia bangun dari tidurnya, mengambil buku tabungan di lemarinya.
Angga membuka buku tabungannya. Dia menatapnya cemas. Itu adalah tabungan yang dia kumpulkan untuk kuliah Anggika. Dia kini berfikir untuk menggunakan tabungan itu untuk modal usahanya.
Angga kemudian beranjak dari kasurnya, keluar dari kamar untuk menemui Anggika.
INT. RUMAH ANGGA - RUANG KELUARGA - MALAM
Angga keluar dari kamarnya, menemukan Anggika yang sedang berkutat dengan laptopnya.
ANGGA
Belum tidur kamu?
Angga duduk di sofa, di sebelah Anggika.
ANGGIKA
Lagi nanggung, nih, bang.
JEDA. Angga menyiapkan kata-kata dalam pikirannya untuk mengatakan kepada Anggika soal niatnya.
ANGGA
Gik, abang boleh ngomong nggak sebentar?
Anggika masih sibuk dengan kerjaannya di laptop.
ANGGIKA
Boleh. Ngomong aja..
Angga menyampaikannya perlahan.
ANGGA
Kamu kan tau abang lagi nggak kerja. Terakhir abang nggak diterima.
ANGGIKA
Iya..
ANGGA
Jadi daripada muter-muter nyari kerjaan lagi, abang berfikir untuk buka usaha sendiri.
ANGGIKA
(masih main laptop)
Ehe.
ANGGA
Abang mau bilang ke kamu, kamu gap year dulu ya.
Tangan Anggika tiba-tiba berhenti dari kegiatannya.
ANGGA (CONT’D)
Abang mau pake uang tabungan kuliah kamu untuk modal usaha abang. Nanti kalo usahanya sukses, abang janji langsung kuliahin kamu.
Anggika tidak merespon. Dia diam. Angga sementara itu tidak bisa melihat wajah Anggika yang tertutup rambut.
ANGGA (CONT’D)
Kira-kira, kamu keberatan nggak?
Air mata tiba-tiba jatuh dari mata Anggika, mengenai laptopnya.
ANGGA (CONT’D)
Gik..
Angga memegang pundak adiknya. Anggika menangis dalam diam.
ANGGA (CONT’D)
Gika..
Anggika sontak berdiri dan beranjak pergi ke kamarnya, membanting pintu.
Angga melihatnya merasa bersalah.
Ibu datang dari dapur, menatap Angga yang tertunduk penuh rasa bersalah.
EXT. DEPAN PEGADAIAN - SIANG
Angga berdiri di tepi jalan, menunggu angkutan umum. Dia memegang sebuah amplop cokelat. Di belakang Angga samar-samar kita bisa melihat gedung dengan logo Pegadaian.
Angga mengulurkan tangannya, memberi sinyal kepada angkot yang mendekatinya. Angkot datang dan Angga menaiki angkot tersebut.
CUT TO:
INT. MIE AYAM REMPAH PAK WAHID - SIANG
Pah Wahid mengantarkan semangkuk mie ayam kepada Angga.
PAH WAHID
Monggo, Mas.
ANGGA
Makasi, ya, Pak.
Sambil beranjak ke gerobaknya Pak Wahid membuka percakapan.
PAK WAHID
Tumben dateng sendirian, Mas.
ANGGA
Kan udah nggak kerja bareng Arman saya, Pak.
PAK WAHID
Udah dapet kerja lagi, Mas Angga?
ANGGA
Belum, Pak. Susah cari kerja lagi pandemi gini.
Angga mulai menyantap mie ayamnya.
POV ANGGA-- melihat suasana kedai Mie Ayam Pak Wahid. Tempatnya sederhana, jauh dari kata mewah. Letaknya terpencil di gang, tapi antriannya selalu panjang. Dia terpesona dengan Pak Wahid dan istrinya yang selalu kerja berdampingan.
PAK WAHID
Saya, sih, untungnya nggak terlalu terdampak, Mas. Cuma kalo mau liat bedanya pas pandemi ya ini, semua pesanan online. Nggak ada yang berani makan di tempat karena..apa tuh namanya...social..destresing.
ANGGA
Distancing, Pak.
PAK WAHID
Iya, itu, disetting.
Angga mengacuhkan Pak Wahid. Dia melanjutkan makannya.
BEBERAPA SAAT KEMUDIAN--
Angga selesai makan.
ANGGA
Saya mau buka usaha sendiri, Pak.
PAK WAHID
Wah, usaha apa, tuh, Mas?
ANGGA
Kedai makanan gitu. Yah, tapi gitu masih awal banget, belum tau mau masak apa.
Pak Wahid mengangguk.
ANGGA (CONT’D)
Bagi tipsnya dong, Pak, biar kedainya bisa rame gini kayak Pak Wahid.
Pak Wahid terkekeh.
PAK WAHID
Ada satu tips, Mas. Dapet satu ini aja, insya Allah kedai Mas Angga rame.
ANGGA
Apa tuh, Pak?
PAK WAHID
Mas Angga kenapa dateng terus ke tempat saya?
ANGGA
Enak.
PAK WAHID
Nah. Namanya buka tempat makan, yang diduluin rasa makanannya dulu harus enak. Kalo udah enak, pasti orang nyari lagi.
ANGGA
Terus-terus, Pak?
PAK WAHID
Apa lagi yang bikin Mas Angga dateng terus ke tempat saya?
Angga berfikir sejenak.
ANGGA
Murah.
PAK WAHID
Kenyang nggak?
ANGGA
Banget, Pak. Porsinya sebanyak itu.
PAK WAHID
Lha itu: enak, murah, kenyang. Laris pasti, Mas.
Angga mengangguk.
CUT TO:
INT. RUMAH ANGGA - RUANG KELUARGA - SORE
Dari dalam kita melihat Angga baru pulang dari sebuah tempat. Anehnya, kali ini dia tidak terlihat membawa motornya. Dia masuk ke dalam rumah menemui ibunya yang sedang menonton TV.
ANGGA
Assalamualaikum.
BU ANI
Wa’alaikumsalam.
ANGGA
Anggika ada, Bu?
BU ANI
Dari pagi nggak keluar kamar.
Angga menghampiri kamar Anggika, mengetuk pintu.
ANGGA
Gik.
INT. RUMAH ANGGA - KAMAR ANGGIKA - CONTINUOUS
Kita melihat Anggika yang sedang menutup dirinya dengan selimut. Sayup-sayup terdengar suara tangisannya.
INT. RUMAH ANGGA - DEPAN KAMAR ANGGIKA - CONTINUOUS
ANGGA
Abang bawa sesuatu, nih, buat kamu?
INT. RUMAH ANGGA - KAMAR ANGGIKA - CONTINUOUS
Anggika mengusap air matanya. Masih enggan membukakan pintu.
INT. RUMAH ANGGA - DEPAN KAMAR ANGGIKA - CONTINUOUS
ANGGA
Abang itung sampe tiga kalo nggak keluar nggak jadi abang kasih ya.
INT. RUMAH ANGGA - KAMAR ANGGIKA - CONTINUOUS
ANGGA (O.S.)
Satu..
Anggika masih di dalam selimutnya. Dalam benaknya berfikir, “buka nggak ya?”
INT. RUMAH ANGGA - DEPAN KAMAR ANGGIKA - CONTINUOUS
ANGGA
Dua..
Terdengar suara Anggika membuka kunci kamarnya. Angga melihat sedetik ibunya, kemudian masuk ke kamar Anggika.
INT. RUMAH ANGGA - KAMAR ANGGIKA - CONTINUOUS
Angga masuk ke kamar Anggika. Anggika masih menutup dirinya dengan selimut.
ANGGA
Maaf ya, kemarin abang nggak maksud lho bikin kamu sedih.
Anggika mendengar Angga ngomong dari dalam selimut.
ANGGA (CONT’D)
Nih, abang bawain kamu cokelat. Katanya cokelat bisa bikin orang nggak sedih kan.
ANGGIKA
Nggak mau!
ANGGA
Liat dulu ini. Mahal lho cokelatnya.
Anggika masih diam.
ANGGA (CONT’D)
Penawaran terakhir loh.
Anggika tiba-tiba keluar dari selimutnya. Dia melihat Angga menyodorkan sebuah map cokelat polos.
ANGGIKA
(ngambek)
Ini apa?
ANGGA
Buka aja.
Anggika membuka map itu. Dia lemas melihat kertas bukti pendaftaran kuliah.
ANGLE ON ANGGA--
ANGGA (CONT’D)
Kamu nggak usah pikirin nanti usaha abang gimana yang penting kamu--
Anggika sontak memeluk Angga dengan tangisan. Angga tersenyum, senang melihat tangisan bahagia Anggika.
Bu Ani membuka kamar, tersenyum melihat kedua anaknya sudah akur kembali. Angga melempar senyum ke ibunya.
Di tengah momen haru ini, bel tiba-tiba berbunyi.