12 INT. RAMAYANA VENUE - HOTEL PREANGER - BANDUNG - MORNING
Sebuah acara “Silaturahmi Anggota Yayasan Satu Nusantara ke-17” diselenggarakan dengan khidmat oleh 50 orang keturunan Raja se-Nusantara yang tergabung dalam yayasan tersebut. Acara itu dihadiri oleh KPH. AMIR WALIYUDDIN a.k.a ROMO (57) yang lebih dikenal dengan nama Romo, seorang keturunan Raja Mataram dari Jawa Tengah. Kanjeng Panembahan Harya tersebut duduk di salah satu kursi Panitia.
Ke-50 bangsawan setuju untuk mendatangani Rancangan Pembentukan Dewan Pengawas Hutang Negara (RP-DPHN). Satu per satu dari hadirin menghampiri meja Panitia untuk membubuhkan tanda tangan dia atas kertas RP-DPHN tersebut.
RAISYAD HAMID a.k.a KANG RAIS (65), keturunan dari Pangeran Kerajaan Sumedang adalah orang terakhir yang menandatangi RP-DPHN tersebut. Setelah Kang Rais kembali duduk di kursinya, Romo mengambil mikrofon.
ROMO:
Selamat dan terima kasih kepada saudara-saudara yang telah menandatangani RP-DPHN. Kita semua sepakat untuk bahu membahu membangun ekonomi rakyat, meningkatkan potensi kearifan lokal dan mengambil tanggung jawab dalam pengawasan keluar masuknya uang yang menjadi hutang negara. Akan tetapi, masih ada satu hal yang ingin saya rembukkan dalam acara ini adalah tentang bagaimana kita menghindari perkara syubhat, yang mana ini adalah saran yang sangat baik dari Kang Rais. Untuk itu, saya persilakan kepada Kang Rais untuk maju ke depan mengajukannya sendiri ke pada saudara-saudara sekalian.
Kang Rais maju ke depan mengambil mikrofon dari Romo.
KANG RAIS:
Terima kasih, Romo. Saya akan bicara sedikit saja tentang solusi dalam menghindari syubhat. Karena, semua sudah mafhum mengenai alasannya. Saya tidak bicara tentang potensi korupsi yang akan terjadi dalam DPHN. Saya seperti Anda semua berbaik sangka pada kerja keras dan perjuangan YSN selama ini. Akan tetapi bukankah alangkah baiknya, jika DPHN secara ekslusif dikelola oleh orang-orang terpercaya, yang memiliki kredensial dan ikatan baik dengan anggota-anggota YSN. YSN sudah memiliki majlisnya sendiri, yang mana itu diketuai oleh Anda, Romo...
(menoleh pada Romo yang mengangguk dengan sopan dan rendah hati)
Jadi, menurut hemat saya, Ketua DPHN harus keturunan Raja atau Sultan atau Wali, yang memiliki kredensial dan pengalaman yang baik di bidang keuangan. Sedangkan pengesahannya masih harus melalui proses penobatan secara tradisional oleh Majlis YSN. Sebab, seperti yang Romo sering ungkap sebelumnya pada kami, bahwa DPHN ini dimaksudkan sebagai wujud kongkret dari tugas yang harus diambil oleh Pemuda Berjanggut Putih. Artinya, siapa pun dia, haruslah menjadi Saudara Terkuat bagi Pemuda Berjanggut Putih. Sekian saja, Romo. Terima kasih, saudara-saudara...
Tepuk tangan ramai bergema di ruangan itu. Romo mengambil mikrofon kembali dari Kang Rais. Ia berdehem, terpekur sebentar, lalu angkat bicara.
ROMO:
Terima kasih, Kang Rais. Sebuah ide yang sangat baik. Seperti yang saya bilang pada percakapan empat mata kita sebelumnya, ini akan membuat RP-DPHN ini semakin sulit diresmikan oleh pemerintah. Tetapi, Pak Hilmy Perwiranegara, Wakil Presiden RI yang menjabat sekarang, adalah keturunan Sultan Surakarta dan juga angola YSN. Sehingga, beliau tentunya akan mengerti keprihatinan ini. Apabila Anda sekalian setuju, saya akan menghubunginya saat ini juga, melakukan video call untuk mengusulkan rancangan kita tersebut. Jika ada yang tidak setuju, tolong angkat tangan.
Tidak ada yang mengangkat tangan. Semua setuju. Sebagian merapikan pakaian. Sebagian membusungkan dada bersiap-siap. Romo merogoh gawai dari saku jasnya. Sebelum membuka Buku Kontak, ia mengirimkan pesan singkat kepada tiga nomor bernama H, B dan S. Pesan iu berisi "Rajawali Order is ready".
INT. ISTANA MERDEKA - JAKARTA - SAME
Acara makan siang di Istana Merdeka hari itu dihabiskan oleh HILMY PERWIRANEGARA a.k.a WAPRES (50), Wakil Presiden RI dengan memakan bekal sandwich yang dibuat oleh istrinya.
Sebuah panggilan video muncul pada gawai dan layar laptopnya.
P.O.V HILMY: Layar komputer menunjukkan panggilan dari “KPH. A. WALIYUDDIN”.
Hilmy tersenyum. Membetulkan dasi. Lalu, memencet tombol YES pada layar komputer itu.
HILMY:
Assalamu’alaikum, Romo...
Terdengar WA’ALAIKUM SALAM WARRAHMATULLAHI WABARAKATUH dari seluruh hadirin acara silaturahmi.
SHOT: Bahu Hilmy berguncang saking kaget. Di b.g, gambar pada layar komputernya menampilkan 50 orang laki-laki berpakaian adat. Romo berdiri memegang mikrofon di depan kursi para hadirin tersebut.
ROMO:
Wa’alaikum salam, Pak WaPres...
HILMY:
Mashaa Allah... Saya hampir saja lupa, kalau hari ini YSN mengadakan silaturahmi di Preanger, Romo. Maafkan, saya tidak bisa nadir. Baga Romo?
ROMO:
Betul, Pak Hilmy. Kami dari YSN ingin menyampaikan bahwa hari ini, kami baru saja mematangkan rumusan yang sebelumnya kami sering angkat dalam berbagai pertemuan, yaitu mengambil peran penting dalam menanggulangi beban hutang negara.
HILMY:
Oh, ya! Tentu saja saya ingat itu. Anda pernah menyebutkannya secara langsung pada saya. Bagaimana itu kelanjutannya, Romo?
ROMO:
Betul, Pak Wapres. Rancangan Pembentukan Dewan Pengawas Hutang Negara atau RP-DPHN ini hari ini sudah ditandatangani oleh 50 orang anggota YSN yang hadir. Selebihnya akan menyusul bulan depan. Akan tetapi, menurut hemat kami, demi menghindari perkara syubhat, maka Kandidat Ketua DPHN tersebut masih harus melalui pemilihan dan harus dinobatkan oleh Majlis YSN. Kami tahu, ini akan sedikit bribet...
Hilmy tertawa.
HILMY:
Ya, memang. Tapi, saya suka ide itu.
ROMO:
Sangat baik, kalau begitu. Kami akan mengirimkan proposalnya melalui email sekarang juga, jika boleh, mohon alamatnya dikirimkan melalui nomor saya. Kita bisa berbicara lebih lanjut dalam silaturahmi ke-18 bulan depan, kalau Anda ingin mendengar langsung dari kami.
Hilmy mengetikkan alamat emailnya dengan cepat ke nomor WhatsApp Romo.
Tiba-tiba, pintu diketuk dari luar, IKHSAN BAWAZIR (47), Sekretaris Negara masuk dengan sopan sambil mengacungkan map.
IKHSAN:
Kita sudah harus mulai dalam waktu lima menit, Pak. Ini transkrip pidatonya sudah saya revisi.
Hilmy mengacungkan telunjuk ke bibirnya, dan memberi kode pada Arif untuk menunggu.
HILMY:
Sangat menarik, Romo. Saya baru saja mengirimkan email saya ke nomor Romo. Kalau Anda cepat, saya bisa menyampaikan rancangan tersebut hari ini juga dalam rapat. Saya harap hasilnya sudah bisa disampaikan sore ini juga, sekitar pukul empat.
SHOT: Layar menunjukkan Romo yang berbalik ke arah saudara-saudara di belakangnya, yang mengangguk menyatakan kesediaan mereka untuk menunggu.
ROMO:
Baik, Pak Wapres. Kami tunggu! Saya akan kirimkan proposalnya sekarang juga.
HILMY:
Baik, Romo. Saya harus masuk ke ruang rapat sekarang. Sampai nanti sore!
KLIK! Sambungan video call terputus. Hilmy bergegas bangkit dari kursi, menerima map yang disodorkan Ikhsan, lalu pergi bersama-sama ke ruang rapat.
13 INT. ISTANA KEPRESIDENAN - JAKARTA - DAY
Rapat Kabinet Prestasi hari itu berjalan dengan semestinya.
40 anggota Kabinet Prestasi memasukkan alat-alat tulis dan gawai mereka ke dalam koper masing-masing.
Hilmy menarik mikrofon. Ia berdehem.
HILMY:
Sebelum kita mengakhiri rapat ini, ada hal penting yang ingin saya ajukan kepada Kabinet. Apakah kita masih punya waktu, Pak Ikhsan?
(menoleh pada Ikhsan)
Ikhsan mengangkat jempolnya.
IKHSAN:
Kita selesai lebih cepat. Saya rasa, kita masih punya waktu luang sebanyak 30 menit. Mohon, saudara-saudara jangan dulu meninggalkan tempat. Kita berikan tempat untuk hal penting yang ingin disampaikan Wapres.
(berdehem)
Semua anggota mematuhi yang disampaikan Ikhsan.
HILMY:
Tadi siang, saya mendapat sebuah usulan yang diajukan oleh Yayasan Satu Nusantara. Bagi yang belum pernah mendengar apa YAN, itu adalah yayasan persatuan keturunan para Raja atau Sultan dan Wali se-Nusantara yang diketuai oleh KPH. Amir Waliyuddin. Bagaimana, apakah saudara-saudara bersedia membahas usulan mereka hari ini? Bagi yang tidak setuju, silakan mengangkat tangan.
Terdengar riuh bersemangat. Rupanya, mereka antusias demi mendengar nama Raja atau Sultan dan Wali yang disebutkan Hilmy. Semua mengacungkan jempol.
Di bangku paling belakang, WILLY SARAGIH (36) duduk sendiri, membuka gawainya, merekam apa yang akan disampaikan oleh Hilmy.
HILMY:
Baik, terima kasih, saudara-saudara. Hari ini, 50 anggota YSN rupanya tidak hanya menggelar acara silaturahmi saja di Hotel Preanger Bandung, tetapi juga mematangkan rumusan untuk membentuk Dewan Pengawas Hutang Negara yang saya secara pribadi setuju, bahwa itu sangat penting bagi kemaslahatan bangsa. Dewan ini ditujukan untuk menjadi badan pengawas keluar masuknya hutang negara. Saya sebagai salah satu anggota YSN yang pasif, tahu bahwa dulu, rencana itu masih berupa coretan pada kertas saja. Akan tetapi, hari ini, Rancangan Pembentukan Dewan Pengawas Hutang Negara atau RP-DPHN tersebut sudah ditelurkan dan ditandatangani oleh 50 anggota yang hadir. Pak Ikhsan, mohon RP-DPHN di email saya dipertunjukkan pada Kabinet.
Suasana di ruangan itu langsung riuh rendah. Hilmy menunggu beberapa saat sampai suasana tenang.
Suara Ikhsan terdengar mewakili yang lainnya.
IKHSAN:
Sepertinya, itu sebuah usulan yang dapat diterima, Pak Hilmy.
Ikhsan mempertunjukkan sambil membacakan poin-poin penting dalam Power Point, dokumen yang dikirim oleh YSN.
Suasana itu diselingi oleh riuh rendah obrolan antar anggota yang mengajukan pendapat dan pertanyaan-pertanyaan seputar rancangan tersebut.
Di belakang mereka, Willy masih merekam acara itu.
HILMY:
Kita akan membahas RP-DPHN ini dalam rapat khusus. Saat ini, untuk menghemat waktu, Pak Ikhsan... Sebaiknya, kita mengadakan polling. Silakan, saudara-saudara, untuk mengangkat tangan siapa yang setuju atas RP-DPHN ini?
Hampir semua mengacungkan tangan. Willy mematikan kameranya.
HILMY:
Ada yang tidak setuju?
Willy hendak mengangkat tangan, tapi ia tidak menemukan seorang pun yang mengacungkan tangan. Ia pun menarik kembali tangannya.
HILMY:
Pak Willy, Anda sepertinya hendak mengacungkan tangan tadi.
Willy berteriak keras.
WILLY:
Saya punya pertimbangan-pertimbangan yang sama-sama beratnya, Pak Hilmy!
IKHSAN:
Oke... Pak Willy ambivalen, tidak apa-apa. Kita akan bahas lanjut nanti di rapat mendatang.
Rapat Kabinet itu pun bubar. Kecuali Willy, semua bangkit meninggalkan kursi.
Saat itu, Willy mengirimkan video rekamannya kepada sebuah nomor dengan nama Mitch Thompson, dengan kode negara +1.
14 INT. WISMA DUTA - WASSENAAR - MORNING
RICHARD SILALAHI (55), Duta Besar Indonesia untuk Belanda duduk didampingi Daniel. Ia mengekspresikan kepuasannya akan pidato Madni yang menuai pujian dari berbagai kalangan. Sementara Lima Pancaduta menjelaskan kejadian hacking yang dilakukan oleh “Gaia” di Ridderzaal, surat-surat kabar dari berbagai dunia ditumpuk memenuhi layar. Di halaman depannya, foto Madni bersama Raja Willem Alexander terpampang hampir memenuhi setengah halamannya, dengan headline hampir serupa; “Pidato Pancaduta Indonesia, Ledakkan Tawa dan Tepuk Tangan Meriah Pertemuan Para Ekonom Dunia.”
15 INT. SEBUAH APARTEMEN LUX - LONDON - MORNING
AGUNG NARAYANA a.k.a BIMO (65) mencomot sebuah kue gandum, menggigitnya sedikit, menaruh kepingan itu kembali, meneguk susu murni yang dingin sedikit, lalu mengambil ponsel, memencet sebuah nomor.
Didekatkannya ponsel ke telinga. Terdengar suara Romo di seberang telefon.
BIMO:
Assalamu'alaikum, Prabu Tiga. Pesannya sudah saya terima. Apakah Anda sudah membaca kabar dari sempati kita?
ROMO:
Wa'alaikum salam, Prabu Dua. Saya sedang membacanya lewat The Independent.
BIMO:
They're doing very well, Romo. Jangan khawatir.
ROMO:
Tidak, saya tidak khawatir. Kita sudah berikhtiar dengan keras. So, instead, I wanna congratulate you, for your excellent work.
BIMO:
SHE did it. I know, she has something with him. And she deserves it.
ROMO:
Everything will fall into place. It’s time we build the New World Order.
FADE TO BLACK.