ACT 1
1 INT. PESAWAT BOEING 747 - ANGKASA SELAT MALAKA - DAY
Di luar kaca jendela, pemandangan angkasa Selat Malaka menampakkan awan cumulus yang bergumul, sesekali menelan sayap pesawat Boeing 747.
Lima orang Pancaduta; HANUNG SENOPATI (37), HAMDI SASTRO MADANI a.k.a MADNI (30) dan FATHUR SAPUTRA (27), WILMAN SADEWA (43) dan ATHAR SHIHAB (34) duduk di kursi Kelas Bisnis.
Tiba-tiba, Madni dikejutkan oleh sebuah benda kecil yang ditunjukkan oleh Athar.
MADNI:
Ya Allah!
(kaget)
Kenapa Anda bawa barang begituan segala?
(merendahkan suaranya)
ATHAR:
(berbisik menenangkan)
Ini adalah jimat pembawa keberuntungan, juga penolak bala. Dia tidak bisa meleleh dalam panas 100 derajat dan mengandung racun yang sangat mematikan.
Madni memperhatikan wajah Athar yang kalem, dengan ekspresi heran.
MADNI:
Saya bahkan nggak ngerti, bagaimana benda ini bisa lolos baggage inspection di bandara?
Athar tertawa kecil.
ATHAR:
Ini keris ajaib, dia bisa menemukan caranya sendiri untuk menuntaskan misi.
MADNI:
Ah, Pak Athar ini ada-ada aja! Saya harap, benda ini tidak menggagalkan misi Pancaduta.
ATHAR:
Jangan khawatir... Kalau benda ini tidak lolos di Schiphol, paling- paling dijabel aja. Saya justru lebih khawatir kalau ini dijabel, ramalan Mbah saya nggak jadi kenyataan.
MADNI:
Ramalan apa?
(makin pusing)
ATHAR:
Ramalan, kalau saya bakal menggantikan Ken Arok jadi Raja Dunia!
MADNI:
Ah, Pak Athar ini... Ken Arok baru kepengen jadi Raja Dunia aja zaman dulu aja udah ribet begitu, belum proses legislatifnya? Apalagi zaman sekarang?
ATHAR:
Raja sejati itu ada di hati rakyat, Pak Madni...
(sambil memasukkan keris mini ke dalam kantung beludru biru)
Selesai Athar mengucapkan kalimat itu, hati Madni malah makin galau. Dia membalikkan badannya, hendak mengucapkan sesuatu lagi, tapi Athar sudah memasangkan headset untuk menonton film action.
Ingatan Madni kembali melayang ke ucapan Presiden Adigawa hari kemarin saat melepas mereka pergi. FLASHBACK...
DISSOLVE TO:
2 INT. ISTANA KEPRESIDENAN - JAKARTA - DAY
Hari itu, acara Bincang Bersama Kabinet Prestasi digelar membahas kepedulian pribadi anggota kabinet akan kondisi bangsa di masa depan. Presiden ADI PRAMANA LEGAWA a.k.a ADIGAWA berdiri menyampaikan kekhawatirannya akan kondisi bangsa dalam era digitalisasi mata uang.
Kurang lebih 100 orang anggota Kabinet hadir dalam acara yang digelar setiap tiga bulan tersebut, mendengarkannya dengan penuh perhatian.
ADIGAWA:
Kita tidak pernah tahu, apa yang akan terjadi di masa depan, sejak rakyat dunia di luar dari sistem kepemerintahan yang berwenang menciptakan mata uang baru. Oleh karena itu, saya tetap menekankan perlunya keterlibatan pemerintah dalam membuat regulasi khusus untuk mengatur peredaran yang masuk ke dalam kas negara. Seperti halnya uang konvensional yang dimakan tikus, dan produk digital lainnya yang memiliki virus, akan ada cacing-cacing, atau yang lebih mengerikan lagi, ular naga yang bisa melahap koin-koin itu.
Adigawa mengambil jeda sejenak. Semua hadirin hening, terpekur merasakan kekhawatiran Presiden mereka.
ADIGAWA: (CONT’D)
Oleh sebab itu, saya harap kita sebagai bangsa besar, mengambil selangkah lebih maju dalam mengantisipasi kemungkinan buruk tersebut.
Di akhir bahasan itu, Adigawa memberikan ucapan selamat bertugas kepada lima orang Staf Kementerian Keuangan yang akan diterbangkan esok hari ke Eropa untuk melakukan kunjungan kerja administratif, pertemuan dengan pemimpin bangsa juga konferensi seputar ekonomi dunia.
ADIGAWA: (CONT’D)
Kepada Pancaduta yang akan diterbangkan besok sebagai lima utusan Indonesia dalam rangka kunjungan kerja, pertemuan dengan pemimpin bangsa-bangsa dan konferensi ekonomi dunia, saya ucapkan, Selamat Bertugas!
Hadirin tepuk tangan. Adigawa mengambil jeda sebentar, sebelum kemudian melanjutkan pidatonya kembali.
ADIGAWA: (CONT’D)
Sebagai Pancaduta, masing-masing dari Anda memiliki tugas yang berbeda, tapi misi yang sama. Sehingga, belum sempurna misi tersebut, sebelum tugas anggota lainnya selesai.Saya harap, Anda berlima dapat mempresentasikan gejolak masa dan suara rakyat Indonesia dalam menyikapi kelahiran digitalisasi kurensi, atau mata uang kripto. Sampaikan pesan bangsa, bahwa Indonesia tidak bisa menentukan arah era tersebut akan tetapi, terbuka kepada setiap perkembangan yang lestari, bukan kemajuan yang temporer.
Tepuk tangan yang lebih kuat terdengar dari para anggota Kabinet. Setelah mengucapkan kata akhir tersebut, Adigawa menghampiri kelima Pancaduta yang berdiri dari kursi masing- masing untuk memberikan jabatan tangan.
BACK TO:
3 INT. PESAWAT BOEING 747 - ANGKASA MYANMAR - CONTINOUS
Madni galau. Duduknya tak tenang. Ia menoleh pada Athar di samping kursinya. Lalu melemparkan pandangannya ke awan-awan cumulus itu.
Untuk menenangkan pikirannya, ia membayangkan rentetan aksi- aksi heroik dari film Marvel seperti Blades, Iron Man, Spider- Man, X-Man. FLASHBACK...
4 INT. KAMAR TIDUR - RUMAH KELUARGA MADANI - AFTERNOON
MADNI REMAJA (11) duduk di meja belajarnya, membuka surel- surel dari sebuah blog bernama “Lifetime Hero” yang menulis resensi film-film Marvel. Entah bagaimana ia bisa mendapatkan resensi yang tak pernah tak seru, atau pun dilewatkannya, pada emailnya tersebut.
SHOT: Layar komputer Madni menampilkan blog “Lifetim Hero”, yang diskrol ke bawah oleh Madni, menunjukkan artikel berjudul “The Man With 100 Faces”.
Madni tertawa kecil.
MADNI:
I am THE Lifetime Hero. The Man With 100 Faces is ME!
(berbicara pada diri sendiri, sambil mengangkat sebelah tangannya)
Madni lalu menonton film Blade. Pada adean di mana Blade memainkan pedangnya, Madni ikut-ikutan menggerakkan tangannya dengan penggaris, lebih halus tapi tangkas.
BACK TO:
5 INT. PEAWAT BOEING 747 - ANGKASA SELAT MALAKA - CONTINOUS
Madni bersandar rendah pada kursinya sambil menutup mata. Kaki dan tangannya tampak bergerak-gerak halus. Athar menoleh padanya heran, lalu kembali memperhatikan gerak-gerik tangan dan kaki Rama dalam film The Raid II: Berandal.
6 INT. PESAWAT BOEING 747 - ANGKASA BELANDA - MORNING
Pemandangan ladang-ladang hijau Belanda tampak dari jendela. Semakin membesar saat pesawat melandai turun menuju Schiphol.
Pesawat mendarat dengan mulus.
7 INT. BANDARA INTERNASIONAL SCHIPHOL - MORNING
Di luar, sudah menunggu kejutan.
Sambutan DANIEL NUGRAHA, Wakil Dubes Indonesia mengejutkan Pancaduta. Kelimanya membalas jabatan tangan Daniel dengan gembira.
DANIEL:
Selamat datang di Netherlands!
(membuka kedua tangan)
Bagaimana penerbangannya?
HANUNG:
Menyenangkan. Terima kasih, Pak Daniel.
MADNI:
Sebuah kejutan yang menyenangkan bahwa Pak Wadubes sendiri yang menjemput kita.
(menoleh rekan-rekannya yang mengangguk senang, tanda setuju)
DANIEL:
Saya bahkan akan menjadi sopir Anda sekalian. Sejak Anda berlima adalah Pancaduta, yang lebih kuat dalam menggantikan Dubes pada acara Temu Raja Belanda di sini, maka saya berada di bawah perintah Anda berlima.
(tertawa)
Kelimanya tampak terkejut, sekaligus merasa terhormat. Kelimanya diajak pergi ke garasi di lantai bawah.
8 INT./EXT. MOBIL BUS MINI - THE HAGUE - DAY
Mobil bus mini ke Kota Den Haag yang disetir dengan mulus oleh Daniel.
DANIEL: (CONT’D)
Selamat datang di Den Haag! Yang Anda lihat di depan Andalah Gedung Pengadilan Internasional.
Mereka lalu masuk melintas Jalan Tobias Asserlaan.
DANIEL: (CONT’D)
Saya sengaja bawa Anda berputar lewat sini, karena selain lokasinya asri, ini adalh kawasan Kantor Kedutaan, salah satunya adalah Kantor Kedutaan Indonesia. Tapi, kita akan bertemu besok dengan Pak Dubes di sana. Sopir Kedutaan yang menjemput Anda sekalian ke sana. Karena saya ada urusan yang penting sekali. Tapi, saya akan ajak Anda makan malam ke restoran Indonesia paling enak di Belanda.
Athar menggosok-gosok tangannya, excited. Ia memang selalu begitu setiap kali mendengar makanan.
9 INT. SEBUAH KAMAR - INNTEL HOTEL - MARINA BEACH - THE HAGUE - AFTERNOON
Athar berdiri dengan segelas jus d’orange menatap ke pantai Scheveningen yang ramai oleh pengunjung berbikini.
Terdengar suara KETUKAN pada keyboard laptop.
MADNI:
Sepertinya ada sesuatu yang janggal di sini.
ATHAR:
Yah, kayak jus jeruk ini, rasanya kering, asam, jadi gimana, ya? Mirip cewek-cewek berbikini itu, garing dan haseum, kata orang Sunda mah.
Tapi, toch, diteguknya isi jus it sampai habis. Madni menghela nafas berat.
MADNI:
Maksud saya, kayaknya ada orang yang ngebuka file pidato kita. Dan memindahkapnya ke file dengan nama Gaia. Saya tidak ingat kalau saya melakukannya. Kenapa Gaia?
ATHAR:
Kenapa, Pak Madni? Laptop Anda di-hack?
MADNI:
Entahlah, tapi ada notifikasi ke henpon saya, kalau seseorang dari Amsterdam mencoba masuk ke laptop saya.
ATHAR:
Siapa tahu, henpon Anda sendiri lagi roaming yang mencet bikin koneksi sendiri ke laptop Anda.
Tiba-tiba, PING! Terdengar notifikasi masuk dari ponsel Madni. Lalu, ping yang lain, dan ping yang lain.
MADNI:
Nah! Ini apa, ya? Dalam 3 detik, ada tiga lokasi yang berbeda yang mencoba masuk ke laptop saya.
(tambah heran, tampak khawatir)
ATHAR:
Waduh... Coba saya cek henpon saya. Kali-kali aja saya dapat notifikasi yang sama?
Athar mengeluarkan ponselnya.
Terdengar bunyi PING! Kali ini, sebuah email masuk ke WhatsApp Madni.
CLOSER SHOT: Email itu berupa foto sebuah logo bergambar kepala rajawali, bertuliskan “Welcome To Europe!”
Madni memperlihatkan pesan itu pada Athar. Keduanya saling berpandangan.
CUT TO BLACK.
10 INT. RESTORAN KERATON DAMAI - THE HAGUE - NIGHT
Semuanya menatap Madni dengan rasa heran.
DANIEL:
Anda yakin, Anda tidak punya sesuatu yang berkaitan dengan Eropa atau Belanda? Mungkin Anda punya banyak fans di Belanda, sehingga mereka mengirimkan ucapan selamat datang di Eropa untuk Anda.
MADNI:
Tidak, Pak Daniel. Saya tidak merasa punya fans, tidak bermain sosmed, tidak juga menyampaikan pada publik dalam media apapun bahwa saya akan melakukan kunjungan kerja ke Eropa.
WILMAN:
Tapi, diaspora Indonesia di Eropa pada canggih-canggih, loh! Emak- emaknya saja bisa dapat info yang sama sekali belum diketahui oleh orang Indonesia di tanah air sendiri.
Ucapan Wilman yang terdengar serius itu diiringi tawa rekan- rekannya termasuk Daniel. Hanya Madni saja yang tidak.
Seorang pelayan muncul menyajikan minuman.
DANIEL:
Mbak, minta cepet, ya? Mereka ini Pancaduta, loh? Utusan penting dari tanah air, jadi saya minta pelayanan yang spesial, ya?
Kelima Pancaduta tersenyum ramah.
Pelayan itu mengangguk sopan.
PELAYAN:
Baik, Pak Wadubes.
HANUNG:
Nah, tuh, kan kenal? Padahal Pak Daniel nggak nyebut titelnya sendiri, dan nggak pake papan nama, loh?
Ucapan Hanung disusul tawa yang lain.
MADNI:
Tapi, itu tidak menjamin keahlian dia dalam melacak komputer, Pak Hanung. Ini adalah pekerjaan orang yang handal.
FATHUR:
Pranker zaman sekarang pada handal- handal, Pak Madni.
MADNI:
Kalau ini prank, saya acungkan jempol! Tapi, kalau ini sindikat, saya harus angkat kepalan tangan. Seriously!
(merengut)
Keris mini yang dibawa Pak Athar saja, udah bisa bikin misi Pancaduta terjegal, apalagi kalau ini sindikat, bisa gagal...
Tiga Pancaduta lainnya langsung ribut. Hanya Athar yang kalem.
DANIEL:
Emang Pak Athar bawa keris tanpa surat izin?
(bingung)
ATHAR:
Keris mini... Jimat dari Mbah saya. Saya titipin ke keponakan saya yang jadi pramugara di sana. So, don’t worry.
Madni menarik nafasnya berat. Dia hendak mengucapkan sesuatu lagi, tapi, dua orang pelayan sudah datang membawakan pesanan.
Rupanya, makan malam pertama di Eropa ini sesuai dengan ekspektasi kelima Pancaduta.
WILMAN:
Bumbu sate tukang sate dorong di Indonesia nggak kalah enak dari sini, tapi saya acungin jempol buat restoran ini.
ATHAR:
Rasanya lumer di mulut.
FATHUR:
Saya tidak tahu kalau mereka memiliki ketajaman lidah seperti kita. Sebab pengalaman saya dulu ke Belanda, saus satenya itu rasanya kayak selai kacang.
DANIEL:
Kebanyakan memang. Tapi restoran ini memasak makanan Indonesia, dengan bumbu segar dan chefnya dari Indonesia. Cobain, sate kambing ini, deh...
Fathir mengikuti apa yang dilakukan oleh Daniel, mencomot tiga tangkai sate, mencelupkannya ke saus kecap dan selai kacang, lalu membalurinya dengan acar. Fathir memakannya dengan lahap.
HANUNG:
Enak, ya Pak Fathir?
(ikut-ikutan melakukan hal yang sama dilakukan Fathir)
FATHUR:
Lezat... Tapi, tetap, saya akan menderita kalau hidup di sini...
DANIEL:
Loh, kenapa, Pak Fathur? Saya pikir Anda tidak akan kekurangan suatu apapun di sini?
FATHUR:
Saya tidak tahan dingin, dan summer di sini bikin mata saya pasti sering merem dari menghindari wanita berbikini di pantai.
Semua orang tertawa.