Puppy Love
5. Sunrise Gunung Prau

20. INT. RESTORAN — SORE

Sebuah meja panjang dengan papan bertuliskan "RESERVED" diatasnya, mulai dipenuhi oleh ibu-ibu arisan. Tampak Sukma dan Niken pun sudah hadir disana dengan dandanan yang cukup sederhana jika dibandingkan dengan ibu-ibu arisan lainnya yang duduk mengelilingi meja panjang.

BU SUTEJO
(berdiri dari kursinya)
Assalammuaikum ibu-ibu arisan Gemah Ripah yang saya sayangi.

Sontak ibu-ibu arisan yang hadir menjawab salam nyaris serentak dan semua pandangan langsung fokus tertuju pada Bu Sutejo.

BU SUTEJO (CONT'D)
Baik, karena tampaknya semua sudah hadir dan beberapa teman memang sudah mengkofirmasi berhalangan...maka, kita mulai arisan kita sore ini ya.

Niken yang duduk di samping Bu Sutejo turut berdiri dengan mengangkat botol plastik berukuran 350 mililiter, didalamnya bukan air melainkan gulungan-gulungan kertas yang tertera nama peserta arisan.

NIKEN
(setengah berbisik)
Dikocok sekarang?
BU SUTEJO
(balas berbisik)
Boleh, monggo jeng.
NIKEN
(mulai mengkocok botol plastik)
Bismillah ibu-ibu, ayo siapa ini yang menang ya!
BU SUTEJO
Kalau orang-orang sudah pakai aplikasi, kita masih kocok manual begini saja ya! Lebih seru deg-deg serrr kayak sensasi malam pertama!

Sontak tawa ibu-ibu arisan lainnya meledak, suasana menjadi riuh.


CUT TO :


21. EXT. POS 3 CACINGAN JALUR PATAK BANTENG — WAKTU YANG SAMA

Perjalanan menuju Pos Tiga Cacingan melewati hutan pinus yang menjulang tinggi namun dengan medan akar-akar pohon yang menonjol keluar ke permukaan tanah dan menanjak dengan kemiringan yang cukup curam, membuat lutut Gendhis terasa lebih sakit. Dimzi yang berjalan di belakangnya, mendorong tas carrier yang menggantung di bahu Gendhis untuk memberi energi tambahan.

DIMZI
Yakin masih kuat?
GENDHIS
(berusaha tertawa menahan nyeri lutut)
Aman! Masih nggak seberapa sama beban hidup.

Tak lama kemudian mereka berada di area Pos Tiga yang hanya bertandakan papan petunjuk. Gendhis dan Sarah segera menjatuhkan tubuh di atas tanah lapang itu dan menghempaskan carrier yang menggantung di bahu mereka.

Satria segera mengecek kondisi Sarah sementara Dimzi justru dengan berang menghampiri RENO (22 tahun) dan BAGAS (22 tahun), teman satu rombongan mereka.

DIMZI
(menegur menahan emosi)
Kalian kayak baru pertama kali naik ke Prau! Kan, gue udah bilang di rombongan kita ada dua cewek. Ngapain kalian maksain lewat jalur Patak Banteng?! Nggak ada otak kalian!
RENO
(membalas dengan nada tinggi juga)
Resiko naik gunung ya gini! Kita naik gunung, bukan nge-mall!

Serta merta Dimzi kehilangan kesabaran, ia mengangkat kerah jaket Reno. Satria segera bangkit menghampiri mereka berusaha melerai. Sementara Gendhis dan Sarah pun turut beranjak mendekati dengan wajah panik.

BAGAS
(melembutkan suara)
Jarak tempuh lebih dekat, waktu tempuh juga lebih singkat. Tadi kita berangkat dari Jogja udah kesiangan. Gue khawatir kemaleman sebelum sampai puncak.

Kedua tangan Satria mendorong tubuh Dimzi dan Reno, melerai keduanya.

SATRIA
Kalian berdua kayak anak kecil! Kalian pikir marah-marah ada gunanya saat ini?! Kita semua capek, kita semua pengen cepat sampai, nggak ada yang salah nggak ada yang benar.

Rahang Dimzi yang mengeras perlahan melunak, Reno pun memundurkan tubuhnya.

SATRIA (CONT'D)
Gue mau masalah ini selesai disini, sebelum kita lanjutkan perjalanan.

Reno yang terlebih dulu mengulurkan tangan, Dimzi pun menyambutnya dan merengkuh tubuh Reno. Keduanya berpelukan, sementara Gendhis dan Sarah terlihat lega dan Satria serta Bagas menertawakan kekonyolan mereka.

Satria mengkomando mereka untuk kembali bersiap melanjutkan perjalanan. Dimzi membantu Gendhis mengenakan kembali carrier di bahunya.

DIMZI
(mengelus rambut Gendhis)
Maaf ya, gue kebawa emosi. Lo masih kuat? Dari pos tiga medannya aman kok, landai dan cuma sekitar sepuluh menit. Aman?
GENDHIS
(tersenyum lega)
Aman!


CUT TO :


22. INT. RESTORAN — WAKTU YANG SAMA

Niken membuka tutup botol dan perlahan mengeluarkan satu gulungan ke atas meja. Bu Sutejo segera memungut gulungan kertas yang keluar dari botol, perlahan membuka gulungan kertas lalu menutupya kembali. Ia tertawa lebar.

BU SUTEJO
Pemenang arisan ke dua belas, hari Minggu tangal delapan mei ini adalah....
(menoleh ke Niken)
Jeng Niken!

Ibu-ibu arisan sontak riuh dengan tepuk tangan, mereka ikut senang siapa pun pemenang arisan kali ini.

BU SUTEJO (CONT'D)
Sek...sek... ditanya dulu orangnya, mau diambil atau dikocok ulang? Kan mas Ganta lagi tanding SEA GAMES, pulang insyaAllah bawa medali emas dan bonus. Kocok ulang wae yo jeng? Piye?
NIKEN
(menahan tawa, berusaha tetap rendah hati)
Bukan karena nggak butuh lho, tapi monggo saja kalau dikocok ulang. Saya lebih suka dapat diakhir arisan. Sekalian mohon doanya dari ibu-ibu sekalian untuk putra saya, Ganta Bayanaka yang besok Selasa tanggal sepuluh mulai tanding cabor catur SEA GAMES ke-31 di Vietnam. Semoga dilancarkan dan mengharumkan nama bangsa.

Nyaris bersamaan ibu-ibu mengamini doa Niken. Mereka turut bersuka cita.

BU SUTEJO
Kabarnya mas Ganta ini ganteng, mapan dan masih jomblo lho! Monggo ibu-ibu yang punya anak gadis, pendaftaran calon istri masih dibuka. Anaknya lho ya, jangan ibunya yang daftar!

Mendadak ibu -ibu arisan semakin riuh tak terkendali, saling sahut-sahutan. Sementara Niken ikut tertawa sembari melempar kerlingan mata pada Sukma yang ikut tertawa dengan ibu-ibu arisan lainnya.


CUT TO :


23. EXT. SUNRISE CAMP PUNCAK GUNUNG PRAU — SENJA

Sunset menyuguhkan langit kemerahan yang cantik di puncak gunung Prau, berlatar Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Dimzi dan Reno mendirikan tenda sementara Satria membongkar barang di tenda lainnya yang sudah berhasil ditegakkan. Sedangkan Bagas mempersiapkan penerangan. Tidak jauh dari tenda mereka terdapat pula tenda-tenda milik rombongan pendaki lainnya.

Sarah mengeluarkan seluruh peralatan masak, sementara Gendhis mengeluarkan bahan masakan. Kemudian keduanya tampak gesit menyiapkan makan malam.

GENDHIS
(menuang telur tanpa cangkang dalam plastik yang sudah dikocok ke atas teflon)
Oh, iya...gue dari tadi mau ngomong tapi nggak ada kesempatan.
SARAH
(membuka kaleng sarden)
Ngomong apa? Soal Kak Dimzi ya?
GENDHIS
(mengintip kematengan telur dadar lalu membaliknya)
Kok lo nggak bilang, mas Dimzi ikut. Sumpah gue kaget banget pas mas Dimzi muncul di terminal Giwangan. Semakin kaget, pas cowok lo manggil mas Dimzi.
SARAH
(mengiris daun bawang)
Sumpah gue juga nggak tau kalo kak Dimzi ikut. Gue pikir yang bakal ikut tuh cuma temen kampus cowok gue, anak teknik mesin semua. Gue bahkan nggak tau kalo cowok gue ternyata kenal kak Dimzi.

Gendhis meletakkan telur dadar ke atas kertas nasi, kemudian mengupas bawang merah dan bawang putih.

SARAH (CONT'D)
(mengiris bawang merah dan bawang putih yang sudah dikupas Gendhis)
Kenapa emangnya?
GENDHIS
(tersenyum kecut)
Nggak apa-apa sih, cuma hati gue aja yang nggak aman.

Sarah tertawa geli menyenggol lengan Gendhis, sementara Dimzi sedari tadi mencuri pandang pada Gendhis di bawah langit senja.


CUT TO :


24. EXT. SUNRISE CAMP PUNCAK GUNUNG PRAU — WAKTU SUBUH

Beberapa pendaki sudah tampak bersiap-siap menonton pertunjukan alam, menyaksikan detik-detik terbitnya matahari pagi. Sementara Gendhis dan Sarah masih tertidur lelap.

SATRIA (O.S)
(berdiri di depan tenda Sarah)
Beb, bangun! Sebentar lagi sunrise! Beb! Gendhis! Beb!
DIMZI (O.S.)
Gendhis! Gendhis! Ayo, sunrise bentar lagi!
(bertanya pada Satria)
Apa kita masuk aja? Bentar lagi nih.

Gendhis yang terbangun lebih dulu dan mengguncang bahu Sarah untuk membangunkannya.

GENDHIS
Iya! Udah bangun!
(kembali mengguncang bahu Sarah)
Sarah, sunrise...bangun! Sunrise!

Sarah perlahan bangun dan reflek meliukkan tubuhnya.

SATRIA (O.S.)
Buruan dong! Sayang banget kalo kelewat!

Gendhis buru-buru melepaskan diri dari sleeping bag dan segera menarik tubuh Sarah agar terlepas juga dari sleeping bag. Keduanya terhuyung sempoyongan keluar tenda menemui Satria dan Dimzi.

Mata keduanya segera lebar terbuka begitu disuguhkan hamparan lautan awan yang begitu jernih ditengah gagahnya Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.

Gendhis tampak kedinginan. Ia memeluk tubuhnya sendiri, mendekap dengan kedua tangan. Dimzi yang menyadari keadaan Gendhis sontak melepas jaket tebal yang ia kenakan lalu dipasangkan pada tubuh Gendhis.

Kedua tangan Gendhis berusaha menolak dan hendak melepaskan, namun tangan Dimzi lebih cepat menahannya dan ia justru semakin menyematkan jaketnya lekat dan rapat menutupi tubuh Gendhis.

DIMZI
Pakai aja, gue udah terbiasa dengan suhu segini.

Gendhis tersenyum canggung, mengangguk mengiyakan Dimzi.

SARAH
(fokus menatap langit)
Woooowww...

Semburat warna kuning perlahan berubah menjadi warna keemasan yang muncul dari ufuk timur. Matahari merayap menjadi terang benderang menampakkan jejeran Gunung Merapi, Gunung Merbabu hingga gunung Lawu di kejauhan.

GENDHIS
(berdecak kagum)
Cantik banget...
SATRIA
(merengkuh pundak Sarah)
Wajib diabadikan!

Satria melempar ponselnya ke arah Bagas dan membawa Sarah ke posisi terbaik untuk mendapatkan view sunrise terbaik. Bagas segera mengekor keduanya.

Dimzi menatap Gendhis, ia membalas dengan tersenyum canggung.

DIMZI
Gue boleh nggak foto berdua sama lo?
GENDHIS
(terbata)
Ee... Um...

Tiba-tiba Reno memutar tubuh Gendhis agar membelakangi matahari, Dimzi pun turut berputar. Reno juga mendorong tubuh Dimzi agar lebih rapat dengan Gendhis.

RENO
Kelamaan! Keburu sunrisenya hilang! Gemes gue!
(mengeluarkan ponsel miliknya)
Satu...dua...tiga! Bikin love dong, kaku amat sih!

Dimzi mengangkat tangan kirinya membentuk setengah hati, ragu-ragu Gendhis mengangkat tangan kanannya dan menyambung bentuk hati dari tangan Dimzi.

RENO (CONT'D)
Satu...dua...tiga! Cakep!


DISSOLVE TO :


Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar