15. INT. KEDAI KOPI — SIANG
Pintu kedai kopi berderit setiap kali ada pelanggan yang datang, mereka tampak lega dan mengibas kaos atau rambut begitu disambut hawa dingin AC yang bertolak belakang dengan udara panas Jogja. Segelas kopi gula aren dan secangkir latte diletakkan pelayan di atas meja, menyela Satria dan Sarah yang asik berbincang bersenda gurau. Sarah menggeser segelas kopi gula aren untuknya.
SATRIA
(menyesap secangkir latte dan menoleh sekilas ke arah pintu kedai kopi yang kembali terbuka)
Ternyata ramai juga, ya.
SARAH
Hari minggu, sayang. Plus awal bulan, anak kos kaya raya.
SATRIA
(terkekeh sembari meletakkan cangkirnya ke atas meja)
Oh, iya...minggu depan kamu jadi ikut naik ke Prau?
SARAH
(antusias, mencondongkan tubuhnya lebih dekat pada Satria)
Pengen banget, tapi aku bisa nggak ya? Aku kan belum pernah naik gunung.
SATRIA
Bisa, Gunung Prau ini medannya ramah kok untuk pemula.
(tersenyum dan mencubit lembut pipi Sarah)
Lagian, kan ada aku.
Sarah membalas dengan tersenyum manja dan menyandarkan kepalanya pada bahu Satria.
SATRIA (CONT'D)
Tapi biar kamu lebih nyaman, coba ajakin temen cewek deh karena serombongan kan 4 cowok termasuk aku. Kamu jadi satu-satunya cewek.
SARAH
(mengangkat kepala dan memandang Satria)
Hmmm... ajak siapa ya...
CUT TO :
16. INT. KAMAR GANTA — WAKTU YANG SAMA
Sebuah koper dan ransel yang keduanya berwarna hitam terbuka tergeletak di atas lantai kamar, Ganta duduk bersila sembari menjejalkan lagi beberapa potong baju dan celana membuat koper itu berjubel berantakan. Ia melirik ke tumpukan baju dan celana yang masih tersisa di samping koper, Ganta menarik nafas pasrah. Namun kembali ia menjejalkan beberapa potong baju.
GENDHIS (O.S)
Ya ampun! mas Ganta!
Ganta kaget mengangkat kepala, menoleh ke arah pintu. Gendhis sudah berdiri diambang pintu dengan bungkusan ditangannya. Ia pun segera menggeser koper di hadapan Ganta dan ikut duduk bersila. Gendhis meletakkan bungkusan itu di lantai.
GENDHIS (CONT'D)
(membongkar kembali isi koper)
Kan, udah dibilang...aku aja yang packing. Kalo penuh begini mana bisa nutup kopernya.
GANTA
Iya, maaf...
GENDHIS
(sewot)
Udah sana, mas Ganta latihan aja lagi. Tau beres ajalah.
Ganta hendak mengangkat tubuhnya dari lantai namun ia urungkan, tangannya mengambil bungkusan plastik yang tergeletak di lantai.
GANTA
(berusaha mengintip isi bungkusan)
Ini bungkusan apa?
GENDHIS
(melipat kecil baju kemudian memasukkan kembali ke dalam koper)
Gula aren. Minimal kalo makanan nggak masuk, ngemut gula aren aja. Ini udah aku potong-potong kecil biar gampang.
Ganta masih mengamati bungkusan di atas tangannya. Ia pun mulai mengendus, lalu menatap Gendhis.
GENDHIS (CONT'D)
(menyentuh lembut kepala Ganta)
Catur olahraga asah otak, iya kan? Dan, otak butuh asupan glukosa sebagai energi. Jadi kalau nggak bisa kemasukan karbohidrat, minimal ngemut gula aren ya. Perutnya jangan kosong, minimal jangan skip sarapan.
Ganta menurut, ia mengangguk mengiyakan sembari tersenyum manis.
GENDHIS (CONT'D)
(mendorong tubuh Ganta)
Udah sana, latihan catur lagi! Pokoknya bawain medali emas!
GANTA
(terbahak sembari mengucek gemas kepala Gendhis)
Mau dijual ya?!
GENDHIS
(kembali mendorong tubuh Ganta)
Digadaiin! Udah ah, sana! Nggak beres-beres nih!
Ganta semakin terbahak sembari beranjak dari lantai dan keluar kamar meninggalkan Gendhis mengurus kopernya.
CUT TO :
17. INT. RUANG TENGAH RUMAH GANTA — KONTINU
Ganta menutup pintu kamarnya lalu menghampiri ibunya yang duduk di ruang tengah sedang menonton liputan berita. Niken menoleh dan tersenyum, lalu tangannya menepuk sofa meminta Ganta untuk duduk di sebelahnya.
NIKEN
Sudah beres packing?
GANTA
Belum Bun, kopernya nggak bisa nutup jadi tadi dibongkar Gendhis terus sekarang lagi ditata ulang.
NIKEN
(tertawa kecil)
Kamu tuh bisa apa tanpa Gendhis. Sampai urusan makan menjelang turnamen aja harus Gendhis yang nyuapin. Apa bedanya sih kalau Bunda yang nyuapin?
Ganta mengulum senyum yang segera berubah menjadi tersipu, ia membuang pandangan sementara Niken justru tersenyum penuh arti memandang putra semata wayangnya.
NIKEN (CONT'D)
(mengelus lengan Ganta)
Kapan kamu mau ngomong serius sama Gendhis?
GANTA
(terperangah dan membalas tatapan Niken)
Kok, Bunda tau?
NIKEN
Masa Bunda nggak paham, tatapan dan senyuman anak semata wayang Bunda yang berbeda... yang hanya diperlihatkan untuk Gendhis.
GANTA
(menarik nafas panjang)
Bunda kasih restu?
NIKEN
(tersenyum dengan mata berkaca-kaca)
Bunda justru nggak bisa membayangkan kalau bukan Gendhis. Bukan karena Bunda bersahabat dengan Mamanya, tapi karena Gendhis ngopeni kamu dengan sangat baik.
(mengusap air mata dengan jemari)
Sangaaattt baiiik...
Ganta mengangguk mengiyakan dan tertunduk dalam. Niken mengusap lembut punggung anak semata wayangnya.
NIKEN (CONT'D)
Makanya Bunda tanya, kapan kamu mau ngomong serius sama Gendhis...jangan kelamaan. Kamu sudah 25 tahun. Apalagi yang ditunggu? Rumah sudah ada beberapa, hadiah dari kepala daerah dan semua hadiah uang menang turnamen catur, sebagian Bunda masukkan ke bank sebagian lainnya Bunda investasikan di logam mulia. Sudah cukup modalmu meminang anak orang. Tunggu apalagi?
GANTA
(kembali menarik nafas panjang dan dalam)
Bun...Gendhis baru masuk kuliah. Januari kemarin baru 20 tahun. Sekolah kedokteran itu berat, aku nggak mau ngebebanin Gendhis.
NIKEN
(menurunkan bahu, tidak bersemangat)
Tapi jangan kelamaan, tho... Gendhis itu anaknya cantik, supel, baik hatinya... minimal kamu ngomong serius dulu.
GANTA
Iya, Bun... nanti setelah Sea Games, Ganta ngomong serius sama Gendhis.
Niken tersenyum lebar dan mengguncang bahu Ganta penuh bangga.
CUT TO :
18. INT. KEDAI KOPI — WAKTU YANG SAMA
Sepiring pancake bertumpuk tiga dengan es krim vanilla dan potongan strawberry diatasnya, diletakkan pelayan di atas meja Sarah dan Satria. Keduanya pun kembali menghentikan percakapan.
PELAYAN
Sudah lengkap semua pesanannya?
SARAH
Sudah, Mbak.
PELAYAN
Boleh saya angkat piring kotornya?
SARAH
(menumpuk piring kosong)
Boleh, terima kasih.
Pelayan dengan cepat menyingkirkan piring kotor dari atas meja dan segera beranjak.
SATRIA
(memotong pancake dengan garpu)
Jadi nanti kita pasang dua tenda, satu yang khusus buat cewek dan barang. Makanya mending bawa temen cewek, biar kamu tidur ada temannya.
SARAH
(menyendok es krim di atas pancake)
Kalau nggak ada yang mau gimana?
SATRIA
(menggoda)
Yah, terpaksa aku temenin.
Sarah serta merta mendaratkan cubitan kecil di lengan Satria.
CUT TO :
19. INT. KAMAR GANTA — WAKTU YANG SAMA
Koper hitam yang terbuka di atas lantai sudah penuh dengan baju, celana, perlatan mandi dan obat vitamin yang tertata rapi. Sementara ranselnya pun sudah penuh terisi. Gendhis masih duduk bersila di lantai, tersenyum puas melihat hasil kerjanya. Sementara Ganta yang juga duduk bersila dihadapan Gendhis justru menatapnya penuh arti.
GENDHIS
(menepuk ransel)
Jaket kontingen Timnas didalam ransel ya. Terus ini papan caturnya...
(mengangkat papan catur gulung berbahan silicone lalu dimasukkan ke dalam tas ransel)
Aku masukin ransel juga ya. Gula aren dan cemilan lainnya juga udah di tas ransel.
(menarik resleting ransel, menutupnya)
Ganta serius menyimak lalu turut membantu menarik resleting koper agar tertutup rapat.
GANTA
Makasi ya...
GENDHIS
Jadi berangkat Selasa?
GANTA
(beranjak untuk mengangkat koper ke samping meja belajar)
Iya, jadi Selasa. Ada sepuluh cabor yang berangkat duluan, termasuk tim catur.
GENDHIS
(beranjak kemudian hendak mengangkat tas ransel)
Yaahh...nggak ikut pelepasan resmi Presiden dong yah?
GANTA
(bergerak cepat menyita tas ransel dari tangan Gendhis dan mengangkatnya ke samping meja belajar)
Enggak ikut, pelepasan resmi tanggal sembilan. Jadwal tanding cabor catur dimulai tanggal sepuluh, terlalu mepet kalau berangkat seletelah pelepasan.
GENDHIS
(duduk di atas tempat tidur)
Sayang banget ya... nggak bisa berangkat setelah pelepasan resmi Presiden. Tapi nggak apa-apa deh, yang penting pulang bawa medali emas ya!
Ganta menumpuk keduanya, tas ransel diatas koper hitam di samping meja belajar agar lebih rapi. Lalu menghampiri Gendhis dan duduk disampingnya.
GANTA
(menatap tajam mata Gendhis)
Umm... Gendhis... nanti setelah aku balik dari Sea Games, ada hal yang mau aku obrolin ya.
GENDHIS
(mengalihkan pandangan dari mata Ganta dan menepuk keras lengan Ganta)
Apa sih, mas Ganta? Serius bener...
Ragu-ragu Ganta meraih tangan Gendhis lalu menggenggamnya erat, sontak Gendhis kembali menatap Ganta lalu mengangguk mengiyakan.
DISSOLVE TO :