72. INT. KAMAR – RUMAH SAKIT – MALAM
Abhi membuka matanya dan menyapukan pandangan ke sekeliling.
TISHA
Abhi… Ya Allah, Abhi. Alhamdulillah lo udah sadar (Menggenggam tangan Abhi)
ABHI
(Tersenyum tipis) Nara di mana, Sha?
TISHA
Mesta udah pulang tadi sore.
Abhi terlihat kecewa.
CUT TO:
73. INT. KORIDOR SEKOLAH – PAGI
Nara keluar dari ruang guru membawa cukup banyak buku untuk dibagikan ke kelas. Abhi melihat Nara dan menghentikan langkah Nara. Nara heran, tiba-tiba Abhi bertekuk lutut, mengikatkan tali sepatu Nara yang terlepas. Tidak lama setelah itu Mada lewat di depan mereka. Nara paham, Abhi setuju untuk pura-pura berpacaran dengannya.
NARA
(Memandangi Abhi cukup lama) Kamu udah enggak sakit?
ABHI
Iya. (beat) Makasih udah nolongin gue kemarin.
NARA
Sama-sama.
ABHI
Tentang trauma gue…
NARA
Aku enggak akan bilang ke siapa-siapa, kalau itu yang kamu khawatirin. (beat) Makasih juga buat aktingnya tadi.
ABHI
Kayaknya lo sayang banget sama cowok itu.
NARA
Mada, maksud kamu? (beat) Dia sahabat aku sejak kelas tujuh, cuma Mada satu-satunya teman yang aku punya. Dia yang selalu ada saat semua orang pergi, tapi tiba-tiba enggak ada angin enggak ada hujan, dia bilang udah enggak bisa jadi pelindungku lagi.
ABHI
Pasti dia punya alasan.
NARA
Iya, alasan yang enggak bisa dia kasih tahu ke aku. Hatinya udah jatuh ke orang lain, persahabatan kami enggak bisa dipertahanin. Maaf ya, Bhi. Aku bodoh banget karena udah melibatkan kamu ke dalam masalah ini. Aku cuma mau Mada tahu, tanpa dia aku tetap bisa bahagia.
ABHI
Tapi kenyataannya enggak kan? Lo cuma pura-pura bahagia.
NARA
(Terdiam sejenak) Aku ke kelas dulu ya.
Abhi mengangguk, Nara pun beranjak pergi.
CUT TO:
74. INT. RUMAH SAKIT JIWA – SIANG
Abhi melihat Hanna melalui kaca pintu kamar, seorang perawat membukakan kunci dan pintu terbuka. Abhi perlahan-lahan berjalan masuk menghampiri Hanna yang duduk meringkuk di sudut ranjang.
HANNA
(Melihat Abhi dan tersenyum senang) Abhi… (Memeluk Abhi)
ABHI
Iya gue di sini.
HANNA
Gibran mana Bhi? Kok dia enggak ada?
ABHI
(Menahan tangis) Gibran enggak bisa datang, Na.
HANNA
(Cemberut, marah-marah) Semua ini gara-gara lo! (Melempar bantal) Ngapain lo di sini?! Pergi!!
Abhi berusaha menenangkan Hanna, tapi Hanna justru mendorong Abhi dengan penuh amarah.
HANNA
Pergi lo, pembunuh!!
Para perawat dan penjaga membantu menenangkan Hanna.
HANNA
Pembunuh!! Gibran mana? Gibran!! (Menangis histeris)
Abhi keluar dari kamar Hanna, Abhi duduk di kursi dan mulai menangis.
CUT TO:
75. EXT. HALTE - SORE
Abhi melihat Nara duduk membaca buku di halte. Abhi menepikan motornya dan duduk di sebelah Nara.
ABHI
Suka baca buku?
NARA
Enggak, Mada yang suka baca buku. (beat) Eh tapi kok kamu bisa ada di sini?
ABHI
Harusnya gue yang nanya, kenapa lo belum pulang jam segini?
NARA
Ya belum mau pulang aja. Kamu juga masih pake seragam sekolah. Abis dari mana?
ABHI
Abis jenguk teman.
NARA
Di rumah sakit?
ABHI
Yap.
NARA
(Memperhatikan wajah Abhi lebih intens) Kamu habis nangis?
ABHI
(Mengalihkan pandangan) Enggak.
Nara tertawa.
ABHI
Kelihatan banget?
NARA
(Tersenyum) Banget. Persis kayak hari di mana waktu aku ketemu kamu yang nangis, duduk di tengah jalan, bikin macet, bikin panik semua orang.
ABHI
(Berdeham) Kalau boleh tahu, kenapa lo bisa ada di sana? Dan kenapa lo nolongin gue?
NARA
(Memasukkan buku ke dalam tas) Mungkin karena detik itu, kamu emang butuh seseorang. Makanya, wush… Aku dikirim ke sana.
ABHI
Gue serius, Nar.
NARA
(Menyengir) Karena aku kenal sama kamu.
ABHI
Cuma karena itu? (beat) Tapi sikap gue selama ini enggak pernah baik sama lo.
NARA
Aku udah terbiasa sama orang-orang yang enggak baik ke aku. Lagian Bundaku selalu bilang, ketika ada orang lain terjatuh, kita harus ulurkan tangan buat bantu orang itu biar dia bisa berdiri tegak lagi. Terus kita juga harus bilang ke dia, sambil genggam tangannya… Kayak gini (Menggenggam tangan Abhi) Rasa sakit itu harus diobati, bukan dibiarkan sampai kita tidak mampu bangkit lagi.
Abhi mematung, menatap mata Nara yang hangat. Nara melepas tangan Abhi, berdiri dan berjalan ke tepi jalan.
ABHI
Lo mau ke mana?
NARA
Udah jam setengah enam, harus pulang (Melambaikan tangan ke angkutan umum)
ABHI
(Menghampiri Nara) Pulang bareng gue aja.
Meski merasa aneh, pada akhirnya Nara mengangguk.
CUT TO:
76. INT. PERPUSTAKAAN SEKOLAH – SIANG
Nara melihat-lihat rak buku, dari celah buku-buku tiba-tiba Nara melihat Mada tepat berada di seberangnya. Nara mencoba bersikap acuh dan menjauh.
MADA
(Mengikuti Nara) Nara.
Langkah Nara terhenti, Nara membalikkan badan.
MADA
(Melihat buku yang sedang dibawa Nara) Lagi… belajar matematika ya?
Nara mengangguk.
MADA
Gimana? Susah enggak?
NARA
Enggak usah basa-basi, Da.
Mada memajukan langkah.
NARA
Dan enggak usah terlalu dekat, kamu ‘kan tahu aku enggak terbiasa dekat sama orang asing.
Mada mematung, merasa terluka karena Nara tidak lagi menganggapnya sebagai sahabat.
MADA
Kamu beneran suka sama cowok pindahan itu?
NARA
Namanya Abhi, bukan cowok pindahan (beat). Itu perasaanku, Da. Bukan urusan kamu. Ada lagi hal yang lebih penting yang mau kamu omongin?
Mada diam. Nara ingin beranjak pergi.
MADA
Aku minta maaf atas semua hal bodoh yang udah aku lakuin ke kamu.
Nara menahan tangis dan tetap pergi, tidak menoleh ke belakang lagi.
CUT TO:
77. INT. KORIDOR SEKOLAH – SIANG
Nara baru saja keluar dari perpustakaan saat berpapasan dengan Abhi. Melihat Nara menangis, Abhi segera meraih tangan Nara.
ABHI
Eh, lo kenapa?
Nara tidak menjawab. Sesaat kemudian, Abhi melihat Mada keluar dari perpustakaan dan memandangi Nara dari kejauhan. Abhi merangkul Nara, Nara berusaha menghindar.
ABHI
Diem aja. Ada Mada lagi ngeliatin kita. (beat) Ikut gue ya?
NARA
Ke mana?
ABHI
Udah, ikut aja (Tersenyum)
Abhi dan Nara beranjak pergi meninggalkan Mada yang masih memandangi Nara.
CUT TO:
78. EXT. ROOFTOP SEKOLAH – SIANG
Nara menangis sepuas-puasnya. Abhi duduk di sebelah Nara, tidak tahu harus berbuat apa. Saat tangis Nara mulai reda, Abhi menyodorkan air mineral.
NARA
Makasih… (Minum secukupnya) Mada akhirnya nyapa aku lagi, bahkan tadi dia minta maaf.
ABHI
Dan lo udah bisa maafin dia?
NARA
Aku selalu bisa maafin Mada. Aku enggak akan lupa semua hal baik yang pernah Mada kasih ke aku. Aku tahu Mada bukan cowok berengsek, dia sahabat terbaik yang pernah aku punya. Sedetik pun aku enggak pernah bisa benci sama dia.
ABHI
Tapi dia ninggalin lo dan pacaran sama cewek lain. Itu berengsek namanya.
NARA
Aku kenal Mada enggak sebentar, Bhi. Empat tahun kami sahabatan. Mada enggak seburuk apa yang kamu pikirkan.
ABHI
Gila ya. Dia udah ninggalin lo, enggak lagi menganggap lo ada, nyakitin lo habis-habisan dan lo masih ngebelain dia?
Nara mengalihkan pandangan, mengusap sisa-sisa air mata di wajah dengan tisu.
ABHI
Gue jadi kangen sama sahabat gue.
NARA
Kamu punya sahabat?
ABHI
Yaiyalah. Emangnya lo kira, enggak ada yang mau sahabatan sama gue?
NARA
(Mengangguk) Kamu kan dingin, ketus, suka marah-marah.
ABHI
(Tertawa singkat) Eh, kalau ngomong tuh jangan sembarangan ya.
NARA
(Tertawa) Tapi aku ngomongin fakta. (beat) Siapa sahabat kamu? Cowok atau cewek?
ABHI
(Tersenyum) Kepo.
NARA
Kalau cewek, sebaiknya jangan jatuh cinta sama sahabat kamu sendiri, karena saat hubungan kalian udah enggak baik, kamu bukan cuma kehilangan pacar tapi juga bakalan kehilangan sosok sahabat. Dia yang udah terlanjur tahu segala hal tentang kamu, sisi baik maupun buruk. Saat dia enggak ada dan kalian udah enggak saling bicara lagi, percaya deh, hidup kamu rasanya bener-bener hampa.
ABHI
Lagi curhat Bu? (Terkekeh)
NARA
(Tertawa singkat) Lebih tepatnya, aku cuma berbagi pengalaman.
ABHI
Sahabat gue cowok, bukan cewek.
NARA
Nah, apalagi kalau cowok, jangan jatuh cinta sama dia.
ABHI
(Tertawa) Yakali. (beat) Kayaknya nasib kita mirip deh. Lo kehilangan sahabat, gue juga. Tapi bedanya lo masih bisa ketemu sama sahabat lo setiap hari, gue enggak bisa lagi. Gue harap, gue bisa mutar balik waktu, memperbaiki semuanya. Dengan begitu gue enggak akan kehilangan dia.
Nara ikut sedih melihat mata Abhi yang berkaca-kaca.
ABHI
Sorry, malah gue yang curhat. Gimana perasaan lo, udah baikan?
NARA
(Menghela napas berat) Iya, lega rasanya. Makasih udah bawa aku ke sini.
ABHI
Sama-sama.
CUT TO: