65. EXT. PARKIRAN SEKOLAH - SIANG
Sepulang sekolah, Abhi melihat Nara sedang berdiri di dekat motornya. Kesal, Abhi menghampiri Nara dengan tatapan sinis.
ABHI
Mau lo apain motor gue?
NARA
Enggak... (Menggeleng) Jangan suuzan dulu. (beat) Aku mau minta maaf buat kejadian hari ini.
ABHI
Buat hari ini doang?
NARA
Buat yang kemarin juga.
ABHI
Lo kira dengan modal minta maaf, semua masalah selesai?
NARA
Iya kamu tenang aja, nanti aku yang jelasin semuanya ke Tisha.
ABHI
Enggak sekalian aja lo bikin klarifikasi di sosial media biar satu sekolah enggak salah paham? (Menghidupkan mesin motor lalu pergi)
Nara mengepalkan tangan, sangat kesal pada Abhi.
CUT TO:
66. EXT. RUMAH SAKIT JIWA - SIANG
Abhi memarkirkan motor, melepas helm, berjalan memasuki rumah sakit.
CUT TO:
67. INT. RUMAH SAKIT JIWA – SIANG
Abhi berdiri di depan pintu kamar Hanna, melihat Hanna melalui kaca pintu. Ekspresi Abhi sangat sedih dan sangat terpukul. Hanna duduk di ranjang, memeluk kedua lututnya sendiri, pandangannya kosong dan kadang berbicara sendiri.
CUT TO:
68. INT. KAMAR NARA – MALAM
Nara duduk di meja belajar mengerjakan PR Matematika, membolak-balik buku catatan dan terlihat kesulitan menyelesaikannya. Nara frustasi, memijit kepalanya yang pening. Pandangan Nara teralih pada bingkai foto dirinya dan Mada di atas meja belajar. Nara mengambil foto itu dan memandanginya sambil tersenyum sedih.
INSERT:
69. EXT. SEKOLAH – SIANG
Di hari kelulusan SMP, Mada dan Nara meminta bantuan seorang teman untuk mengabadikan momen dengan kamera.
NARA
(Melihat-lihat hasil foto) Ih, yang ini muka aku jelek.
MADA
Kan emang udah jelek dari dulu, Nar.
Nara memelotot, membuat Mada tertawa keras. Setelahnya Nara menyerahkan kamera kepada Mada, mereka duduk di salah satu bangku sambil menyaksikan ramainya acara kelulusan sekaligus perpisahan sekolah.
NARA
Thanks, Da.
MADA
Tumben. Makasih buat apa?
NARA
Buat kesabaran dan kebaikan kamu ke aku selama tiga tahun ini (Menyengir)
MADA
(Menatap Nara dengan ekspresi serius) Kan udah berkali-kali aku bilang, aku enggak punya alasan apapun buat menjauhi kamu.
NARA
Iya, aku ingat. Makanya aku sangat berterima kasih sama kamu. Dulu waktu SD aku benar-benar ngelewatin semuanya sendirian. Cuma Bunda yang sayang sama aku. Bersyukur banget karena ada Bunda di dunia ini, jadi aku enggak perlu takut sendirian.
MADA
Kamu memang enggak perlu takut sendirian, Nar. Di dunia ini, selain Bunda, aku juga akan selalu ada buat kamu.
NARA
Aku juga. Aku harap aku bisa selalu ada buat kamu.
MADA
Kalau gitu kita enggak boleh saling pergi (Tersenyum lebar dan mengangkat jari kelingking)
NARA
(Tertawa, menautkan jari kelingking). Sepakat, enggak saling pergi.
MADA
Apapun yang terjadi.
Nara dan Mada sangat yakin dengan janji mereka.
CUT BACK TO:
INT. KAMAR NARA – MALAM
NARA
Da, aku kangen sama kamu, sama kita yang dulu (Menangis)
CUT TO:
70. INT. TAKSI - SORE
Sepulang sekolah dan selesai kelas ekskul musik, Nara pulang naik taksi. Hujan turun sangat lebat, sepanjang jalan Nara memandangi kaca jendela mobil sambil mendengarkan musik. Tiba-tiba sopir taksi mengerem lantas membunyikan klakson berulang kali.
NARA
(Melepas earphone) Ada apa Pak?
SOPIR
Macet, Neng. Ada mobil berhenti di tengah jalan.
NARA
Bukan kecelakaan ‘kan Pak?
SOPIR
Kurang tahu juga saya, Neng.
NARA
Saya turun di sini aja deh Pak.
SOPIR
Lah, gapapa Neng?
NARA
Gapapa, Pak. Rumah saya juga udah dekat kok (Menyerahkan uang)
Nara turun dari taksi dan berjalan di trotoar mengenakan payung. Ada kerumunan kecil di sekitar mobil yang berhenti di tengah jalan dan menyebabkan kemacetan. Pintu mobil terbuka, Nara mengenali Abhi yang terduduk dan menggigil di jalan.
NARA
(Berlari menghampiri Abhi dan berusaha melewati kerumunan) Permisi…. Itu teman saya.
Abhi tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya, ia terlihat sangat kesakitan, mengggigil hebat dan menutup kedua telinga.
NARA
Abhi, kamu kenapa bisa ada di sini? Kamu baik-baik aja? (beat) Abhi, kamu bisa dengar aku?
Abhi tidak merespons. Nara meminta tolong pada orang-orang di sekitar.
CUT TO:
71. INT. KAMAR – RUMAH SAKIT - SORE
Nara duduk memandangi Abhi yang berbaring di ranjang, demam tinggi dan belum sadarkan diri. Tidak lama kemudian Tisha masuk ke dalam kamar.
TISHA
Abhi gimana, Ta?
NARA
Belum siuman.
TISHA
Makasih banget ya udah nolongin Abhi, kalau enggak ada kamu…
NARA
Udah sering Abhi kayak gini, Sha?
TISHA
(Mata Tisha berkaca-kaca dan menahan tangis) Iya. Satu tahun lalu Abhi kecelakaan dan sampai sekarang dia masih trauma.
NARA
Kecelakaan?
TISHA
Kamu masih ingat, kecelakaan beruntun 26 Agustus?
NARA
(Mencoba mengingat-ingat) 26 Agustus? Itu kan…
TISHA
(Mengangguk) Hari di mana Mada kehilangan Bapaknya. Abhi juga korban di sana. Satu bulan dia di rawat di rumah sakit, raga dan lukanya sembuh tapi ternyata waktu satu tahun enggak bisa menyembuhkan trauma dari kecelakaan itu. Sejak saat itu Abhi udah jarang banget bawa mobil. Dia enggak banyak cerita sih, tapi dia pernah bilang... kalau setiap kali hujan turun, dia bakal terjebak di memori terburuk itu.
Nara menggenggam tangan Tisha, Tisha menghapus air matanya. Nara kembali memandangi wajah Abhi yang masih tertidur pulas, sangat berbeda dengan Abhi yang biasanya dingin dan ketus.
CUT TO: