SCENE 82
EXT. BLOK PERKANTORAN – SIANG
Satu bulan kemudian.
Suasana blok perkantoran yang sepi
EVAN (OS)
Jadi mari kita sambut direktur kita yang baru. Yaitu bapak Mario Baratha.
Suara tepuk tangan audience.
JUMP CUT TO
SCENE 83
INT. RUANG UTAMA KANTOR PENERBITAN – SIANG
MONTAGE
Bara yang telah sembuh dari sakit akibat kecelakaan yang dialaminya, berdiri mengenakan setelan jas biru gelap dan mendapatkan ucapan selamat dari para karyawan yang dimulai dengan Evan dan para supervisor, hingga seluruh karyawan.
Semua terlihat antusias dan senang menyambut Bara, terutama para karyawati.
Alya melihat Bara di sela – sela ramainya para karyawan, ia sengaja tak ingin terlihat oleh Bara. Ia hanya menyimak saat Bara memberi sebuah pidato singkat yang langsung di sambut oleh tepuk tangan audience, termasuk Alya.
END MONTAGE
CUT TO
SCENE 84
INT. RUANG EDITORIAL - SIANG
Alya terheran - heran, Davina dan Sarah bersikap sangat baik padanya, sampai mereka membawakan camilan untuknya bahkan mengajaknya makan siang bersama.
Lain halnya dengan Nino yang berubah jadi canggung dan seperti menjaga jarak.
DAVINA
Eh Al, besok kita makan siang lagi ya. Seru lho kalau ada kamu, hehe...
SARAH
Iya! Pokoknya mulai sekarang kita sering – sering makan siang bareng ya.
ALYA
Aaahh iya kak, Alya sih seneng – seneng aja, asal nggak ngrepotin hehe...
DAVINA DAN SARAH (Bersahutan)
Aahh enggak kok! Enggak
Enggak... Iya nggak.
Lalu mereka saling tertawa sebelum akhirnya memisahkan diri ke bangku masing – masing.
ALYA (VO)
Sebenarnya ada apa ya? Kenapa kak Davina dan kak Sarah jadi baik begini? Tapi mas Nino malah jadi beda. Apa mereka tahu aku pacaran sama mas Bara? Duh... jadi nggak enak nih... Padahal aku udah jaga jarak sama mas Bara, kok mereka bisa tahu ya?
CREDIT TITLE
CUT TO
SCENE 85
INT. RUANG BALLROOM HOTEL – SIANG
Suasana sangat ramai orang – orang penasaran dengan Launching novel perdana Martha yang bergenre misteri.
Audience duduk di bangku penonton menghadap sebuah panggung dengan layar besar.
Di samping kanan kiri ada beberapa kursi yang di peruntukkan bagi beberapa tamu undangan dan pimpinan.
Bara, Evan dan beberapa tamu duduk di sisi kanan panggung. Sementara Davina, Raihan dan Sarah duduk berjajar di samping kiri panggung. Sementara MC membuka acara tersebut.
FOKUS CAMERA KE – Alya dan Nino yang berdiri di belakang kursi penonton di dekat pintu keluar. mereka bertugas sebgai penerima tamu dan bagian umum.
FOKUS CAMERA BERALIH KE – Bara yang mecuri – curi pandang kepada Alya dan Nino yang ada di dekatnya.
KEMBALI FOKUS KE MC di panggung
MC
Sebagaimana kita ketahui, ini adalah acara dari sang novelis misterius, yang namanya sudah sangat akrab di telinga kita namun kita belum pernah melihat sosok sebenarnya. (BEAT) Walaupun kali ini beliau juga tidak memperkenankan dirinya untuk tampil, namun beliau menitipkan sebuah surat yang akan menceritakan sedikit mengenai kehidupannya. Baik. Sambil saya bacakan kita simak video berikut ini.
Lampu dimatikan dan layar menampilkan sebuah iklan.
Lalu beralih ke film pendek, slide show dan sebuah foto besar tentang Ibu Mitha, yang bertuliskan 'ADINDA PARAMITHA IN MEMORIAM'
Saat semua mata fokus ke layar film, Alya tersentak kaget, karena tiba – tiba jari jemarinya di remas oleh seseorang.
Bara berdiri di belakangnya dan menggandengnya. Mereka saling berpandangan. Alya panik
ALYA (Berbisik)
Kok mas malah kesini?! Nanti kelihatan orang - orang?! Ada mas Nino juga?! Iiihh...
Bara bukannya mendengar kepanikan Alya, tapi ia malah mencondongkan bibirnya seolah mencium Alya dari jarak jauh.
Alya kaget, kesal dan gemas, lalu ia mengabaikan Bara dan kembali melihat layar utama. Bara cekikikan tapi makin erat menggenggam tangan Alya.
Nino yang sempat melihat itu membuang muka dan memilih duduk di bangku penonton yang tersisa dan menikmati acara.
HOST
Dear kerabatku semua yang hadir disini, salam hangatku selalu untuk kalian. Maafkan saya yang hanya bisa mewakilkan tulisan ini sebagai tali perjumpaan kita kali ini, namun, dengan ini saya akan membagi sedikit cerita tentang saya. (BEAT) Saat ini anda sekalian sedang menatap seseorang yang mungkin asing bagi sebagian besar yang hadir disini. BEAT. Ya. Beliau adalah Ibu Adinda Paramitha. Yang biasa di kenal dengan bu Mitha. Beliau adalah salah satu guru terbesar saya.
Suasana terasa haru biru, karena para audience disuguhi sebuah foto slide show tentang perjuangan atau proses terbitnya sebuah buku.
Disitu ada Alya yang kena tegur, Nino yang keluar masuk toko, Davina yang kepusingan, Bu Mitha yang sedang memimpin rapat dan terakhir Bu Mitha yang tertidur di mejanya dengan menutupi wajahnya dengan sebuah buku yang terbuka.
HOST (CONTIN’D)
Melalui tangan dinginnya lah saya mengenal betapa luas dan indahnya dunia literasi dan kepenulisan. Dengan beliau pulalah saya banyak belajar tentang kehidupan yang akhirnya melahirkan karya – karya yang telah dan akan anda nikmati ini. (BEAT) Beliau jugalah yang selalu mensupport saya untuk terus berkarya walau dengan perjuangan yang tak mudah, bahkan saat – saat beresiko dan terjatuhnya saya. BEAT. Beliau selalu menguatkan saya dalam suka maupun duka. Setelah saya kehilangan kedua orangtua saya, beliau lah salah satu sumber kekuatan hidup saya, dan salah satu alasan saya untuk tetap bertahan hidup dan menulis. BEAT. Saat itu saya tak tahu, jika ucapannya adalah pesan terakhir untuk saya, bahwa beliau berkata : Heh, denger ya, sesibuk apapun pekerjaanmu kelak dan aku sudah sibuk dengan pernikahanku nanti, jangan pernah berhenti menulis. Karena setidaknya walau sedikit, tulisanmu masih bisa menghibur dan mensupport hidup orang lain.' Saat itu aku sangat senang dan berharap aku menjadi pengiring pernikahannya kelak. Namun, takdir berkata lain.
Beberapa orang mulai menitikkan airmata, terutama para karyawan bu Mitha.
Alya sesenggukan dan bersandar pada pundak Bara.
Bara pun ikut menitikkan airmatanya dan merapatkan genggaman tangannya.
Suasana hening sejenak.
HOST
Untukmu Ibu Mitha, engkau adalah guru, orangtua, sahabat, teman sekaligus kakak dan juga rival penyemangatku. Doaku akan selalu menyertai kepergianmu dan akan menghiasi tidur panjangmu. Tenanglah engkau disana disisi Allah di tempat terindah. (BEAT) Terima kasihku yang tak terhingga akan kuabadikan dalam sebuah karya yang akan selalu mengingatkan betapa berharganya segala nasehat dan petuahmu. Sekali lagi terima kasih.
Hening sejenak, semua menatap layar yang menampilkan foto bu Mitha yang memakai setelan jas kantor dengan melambai ke kamera sambil tersenyum lebar.
FOKUS CAMERA KE – Layar foto bu Mitha in Memoriam.
Lalu FOKUS CAMERA BERALIH KE – Alya dan Bara yang bergandengan sambil menangis. Alya rebah di pundak Bara. Keduanya fokus melihat layar yang memutar slide show foto – foto bu Mitha.
ZOOM OUT
JUMP CUT TO
SCENE 86
EXT. RUMAH BARA – SORE
Sore yang sepi namun masih terasa panas.
ALYA (OS)
APA?! Kenapa tiba – tiba begitu?!
JUMP CUT TO
SCENE 87
INT. RUANG TAMU RUMAH BARA – SORE
Alya duduk berhadapan dengan Bara dengan sikap tegang.
ALYA (CONTIN’D)
Kenapa tiba – tiba aku disuruh resign? Emang apa salahku mas?
BARA
Ya nggak apa – apa sih, aku cuma nggak suka aja cara Nino ngliatin kamu. Kamu juga di kantor cuek banget sama aku. Kayak orang nggak kenal.
ALYA(Kesal)
Hah?! Hanya karena itu?! Lagian kan kami nggak duduk sebelahan, ya masa ngliatin aku terus sih?! Teruuusss, kalau dikantor terang – terangan kita ketahuan pacaran apa kata orang? Aku yang cuek sama mas aja kak Davina dan kak Sarah jadi berubah baik banget sama aku! Aku jadi makin nggak enak. Gimana terang – terangan pacaran sama bosnya?!
BARA
Ya makanya kamu harus resign secepatnya...
Alya mulai berkaca - kaca hendak menangis.
ALYA
Ternyata bener kata Ayah, aku emang nggak becus kerja. Nanti pasti aku kena omel lagi, belum habis kontrak, baru masuk 3 bulan sudah resign, mana di pecat pula sama bosnya.
Melihat Alya berkaca – kaca, Bara merasa bersalah dan panik.
BARA (VO)
Mati gue! Gue salah ngomong ya?! Duh.
Ia menggenggam kedua tangan Alya, tapi Alya melepaskannya.
DHEG!
BARA
Nggak gitu. Maksudnya gini. Eee... Kamu nggak perlu kerja di kantor lagi.
Alya menatap Bara heran. Bara salah tingkah dan merona.
BARA (CONTIN’D)
Maksudnya kamu mulai sekarang, kerja disini.
ALYA
Disini?
CUT TO
SCENE 88
INT. RUANG TENGAH RUMAH BARA – DI SAAT YANG BERSAMAAN
Bu Dewi dan Pak Didi menguping pembicaraan keduanya dengan berdebar – debar.
Mereka duduk berjongkok di balik pintu yang terbuka.
Pak Didi terlihat bersemangat dan antusias, seolah menunjukkan ''Ayo mas Bara! Semangat!''
BARA (OS)
I..ya... Iya disini, di rumah ini. Ya... eee dimana – mana sih... Sama aku!
ALYA(OS)
Hah?! Maksudnya?
BARA (OS)
Aku butuh... butuh asisten...
ALYA (OS)
APA?! Buat apa lagi?! Kan mas sudah sehat?! Udah bisa ngetik sendiri kan? Kenapa butuh asisten lagi?!
BARA (OS)
Hei! Aku capek ya! Aku harus mondar mandir dan mengurus 2 perusahaan! Belum lagi kalau aku harus keluar kota buat cek barang dateng? Jadi aku butuh asisten pribadi.
ALYA (OS)
APA?!
Bu Dewi dan pak Didi tepok jidat dan menghela napas kecewa.
ALYA (OS)
Kan sudah ada bu Dewi yang mengurusi semua di rumah! Ada pak Hadi dan sekretaris mas, ee... Pak Joe dan mas Evan di penerbitan?! Jadi buat apalagi?!
BARA (OS)
Sudah! Pokoknya lusa aku akan kerumahmu dan bertemu orangtuamu.
ALYA (OS)
HAH?! Ngapain?! Kalau cuma karena aku jadi asisten pribadi mas, kenapa harus ketemu orangtuaku?!
BARA (OS)
MAU NGLAMAR KAMU ALYAAAA?! ADUUUHHH...!
PAK DIDI DAN BU DEWI (Berbarengan)
YEEEEYY! Alhamdulillah! Akhirnya!
UPS!
Bara dan Alya melongok ke pintu ruang tengah dan mendapati pak Didi dan bu Dewi berjongkok di balik pintu.
Bara dan Alya merona malu. Tapi mereka tertawa karena melihat bu Dewi dan pak Didi tertawa – tawa karena senang.
CREDIT TITLE
CUT TO
SCENE 89
INT. RUANG MAKAN RUMAH ALYA – SORE
Bara dikelilingi keluarga Alya, makan bersama dalam 1 meja.
Bara duduk di ujung meja diapit oleh Pak Gunawan dan Ali yang berhadapan, semantara Alya dan Ibu Gunawan duduk berhadapan bersebelahan dengan Ali dan Pak Gunawan.
Pak Gunawan dan Ali terlihat antusias saat berbicara dengan Bara.
PAK GUNAWAN
Wah jadi nak Bara itu usahanya export import apa tuh?
BARA
Kertas pak. Ya macam - macam kertas. Untuk di kirim ke percetakan atau toko – toko gitu.
PAK GUNAWAN
Wah hebat lho ya Al, masih muda, ganteng, sukses pula!
Ali mengangguk mantab dan setuju atas pendapat Ayahnya. Sementara Alya dan Ibunya makan sambil menyimak obrolan laki - laki.
BARA
Ah itu usaha kakek saya pak, saya hanya melanjutkan usaha Kakek saja kok Pak. Ini juga tiba – tiba harus melanjutkan usaha mendiang kakak saya.
PAK GUNAWAN
Ah nak Bara ini jangan merendah gitu. Walau usaha hanya melanjutkan, tapi kalau tangannya nggak bener ya nggak akan jadi berkembang. Ini malah makin berkembang kan?
ALI
Iya. Apalagi, usaha export import itu nggak gampang lho.
Bara mengucap senyum terima kasih kepada Pak Gunawan dan Ali. Lalu ia meneguk air putih di gelas.
PAK GUNAWAN
Wah pasti dulu cita – citanya mau jadi pengusaha ya pasti? Makanya bisa hebat begini heheee...
BARA
Ah nggak sih pak. Justru cita – cita saya sebenarnya pengen banget jadi penulis.
PAK GUNAWAN
Apa?! Ukhuk ukhuuukk!
Mendengar itu pak Gunawan langsung tersedak air yang di minumnya.
Suasana langsung riuh karenanya. Bu Gunawan mengelus – elus punggung suaminya.
Alya menahan senyumnya, sementara Bara bingung dan kaget.
Bara menatap Alya dengan pandangan bertanya, tapi Alya malah makin cekikikan.
CREDIT TITLE
JUMP CUT TO