SCENE 75
EXT. GUDANG TUA DEKAT PELABUHAN – MALAM
Laki – laki codet bersama 2 rekannya sedang berjaga – jaga.
Laki – laki codet nampak berusaha menelpon Bara – CLOSE UP ponselnya menampilkan nama Bara.
CUT BACK TO
SCENE 76
INT. GUDANG TUA – DI SAAT YANG SAMA.
Alya terlihat sangat gugup dan syock, ia benar – benar tak percaya mendengar semua asumsi Reinara yang secara tak langsung menuduh Bara sebagai pembunuh Mitha.
Alya mulai berkaca - kaca.
ALYA(VO)
Nggak mungkin... Nggak mungkin mas Bara sejahat itu? Dari cerita bu Dewi juga kelihatan dia orang yang baik dan menyayangi kakaknya. Yah walau kadang nyebelin banget tapi... (BEAT) Ooohh... Aku belum sempat berterima kasih tentang baju ini.
Si laki – laki codet memasuki ruangan dan melaporkan bahwa Bara tidak menjawab teleponnya. Bahkan berkali – kali diabaikan.
Alya mulai menangis.
ALYA (VO)
Mas Bara... huhu... Dimana kamu?!
Reinara sangat kesal mendengarnya dan membuang rokoknya dengan marah dan menginjaknya sampai hancur dengan high heelsnya.
REINARA
BUNUH DIA! Lalu kita bereskan BARA!
ALYA
Apa?! JANGAAAAANN! MAS BARAAAAAAAAAAA!!! TOLOOOOOONNGGG! MAAAAASSS!
Laki – laki codet membuka ikatan kaki Alya lalu menyeret Alya berdiri dengan kasar, Alya berteriak dan berusaha berontak dan terjatuh.
Reinara yang sudah berjalan menuju pintu kembali lagi karena mendengar teriakan Alya.
Reinara menampar Alya untuk diam dan membantu laki – laki codet menyeret Alya.
BRAAAK!
POLISI
ANGKAT TANGAN!
Reinara dan laki – laki codet sangat terkejut, spontan melepaskan Alya dan mengangkat tangannya.
Bara dan 3 polisi lainnya memberondong masuk.
Bara berjalan cepat dan melemparkan tongkat penyangganya mendatangi Alya yang tergolek tak berdaya.
BARA
ALYAAAAA...!
ALYA (Syock)
Mas... Mas Bara.....?!
BARA
Kamu nggak apa – apa kan?!
Alya menggeleng cepat dan tersenyum pada Bara, walau muka babak belur dan berkaca - kaca.
Bara mengacuhkan keberadaan Reinara dan langsung melewatinya untuk menolong membukakan ikatan tangan Alya dan langsung memeluk Alya.
Alya sangat terkejut dan bingung sampai Bara melepaskan pelukannya.
Polisi segera membekuk si laki – laki codet.
Bara yang sangat sibuk membuka ikatan Alya tak memikirkan Reinara bakal berbuat nekat.
Reinara merebut pistol dari salah satu polisi yang mendekatinya yang akan menangkapnya dan mengarahkan pistol itu kepada Bara.
Alya yang melihat itu, spontan memeluk Bara dan memutar punggungnya untuk melindungi Bara.
ALYA
MAAAASSS! AWAAAAAASSS!
DOR!
Alya dan Bara tersentak dengan wajah syock, Alya memeluk erat Bara.
GUBRAK!
Tubuh Reinara tumbang di lantai bersimbah darah, dada kirinya tertembus peluru.
Bara dan Alya melihatnya dan menangis.
ZOOM OUT – Seorang Polisi menelpon ambulance.
Seorang lagi menyeret laki – laki codet. Reinara tak bergerak, pak Didi memberondong masuk dan duduk di belakang Bara dengan wajah sedih. Bara menangis sambil memeluk Alya yang menangis.
POLISI (OS)
Tolong kirim segera ambulance, di jalan R. A Martadinata gedung...
BARA DAN ALYA (OS)
(Menangis sesenggukan)
CUT TO
SCENE 77
EXT. ESTABLISHING SHOT. PEMAKAMAN UMUM – SIANG
Para pelayat yang terdiri orang – orang kantor penerbitan, karyawan kantor Bara dan para kolega membubarkan diri.
Para wartawan yang tersisa pun ikut dipaksa membubarkan diri oleh para sekuriti yang berjaga.
Kasak – kusuk orang membicarakan kematian Bu Mitha yang mendadak karena kecelakaan di jalan, karena kelalaian sopir truk yang mengantuk dan oleng sambil meninggalkan pemakaman.
Mereka juga membicarakan luka parah yang dialami Bara - mereka menafsirkan Bara dan Mitha mengalami kecelakaan bersama.
Sebagian karyawan terlihat sangat berduka dan menangis, termasuk Sarah dan Davina.
Alya berdiri di belakang Bara bersebelahan dengan Bu Dewi, mereka pun ikut menangis. Bara duduk di kursi lipat yang disediakan khusus untuknya, di sebelah 3 makam yang masih baru.
Makam neneknya, Reinara dan Paramitha. Sedang tongkat penyangganya ia letakkan di samping makam.
Pak Didi membantu Bara di sampingnya menaburkan bunga di atas makam yang terakhir. Bara menaburkan bunga diam - diam dengan wajah yang penuh kesedihan yang berusaha di tutupinya..
Bagas, Nino, Sarah, Davina serta Evan dan seorang kolega berdiri berjajar di seberang Bara, mereka menatap dari jauh.
BAGAS (Berbisik)
No! Nino! Itu Martha ya? Bener ya? Yang di sebelah Alya?!
NINO
Heeemmm...
BAGAS (Berbisik antusias)
Waaahhh... Akhirnya! Kita tahu juga identitas Martha! Gila! Keren! Aku mau foto ah nanti.
DAVINA(Marah)
Sssssttt!
Bagas membungkam mulutnya walau masih bersikap antusias. Tapi sesaat ia heran menatap Nino yang terlihat tak bahagia. Lalu ia mengikuti kemana arah mata Nino.
CAMERA FOKUS KE – Bara yang mengulurkan tangannya memanggil Alya mendekat. Bara dan Alya saling berpegangan tangan dan saling menatap.
Bagas menyadari situasi dan memaksa Nino untuk pergi meninggalkan tempat itu.
Davina dan Sarah pun ikut meninggalkan tempat itu, di iringi dengan Evan bersama kolega perusahaan lain.
Semua berjalan dalam diam dan larut dalam pikiran masing - masing.
BAGAS(VO)
Wah kasihan Nino, pantas saja dia sedih. Ternyata Alya sudah punya pacar. Mana adeknya bos lagi. Waduuuuhh, gue mesti ajak kemana nih buat hibur dia. Kasihan.
NINO(VO)
Ternyata Alya itu Martha. Bisa apa aku dibandingkan dia? Terus kemarin kenapa dia malah telpon ke mas Evan? Apa dia suka mas Evan? Biasanya kan kalau orang dalam keadaan terdesak pasti akan menelpon orang yang disukainya. Baru juga sampai kantor Polisi tahu – tahu sudah ada kabar Ibu kecelakaan. Sebenarnya apa yang terjadi sih?
DAVINA(VO)
Ternyata Alya itu Martha?! Sumpah gue harus gimana sekarang?! Aduuuhh...
SARAH(VO)
Haduh, Alya itu ternyata bener - bener Martha?! Dia mendampingi mas Bara gitu?! jangan – jangan dia dikirim Ibu buat memata – matai karyawan? Mampus deh gue! Aaahh... Mana gue suka kabur – kaburan lagi. Aduuuhh...
EVAN (VO)
Jadi Alya itu bener – bener Martha? Kalau melihat kedekatannya dengan mas Bara juga, kurasa emang bener. Tapi kenapa dia kemarin nelponnya malah ke gue ya? Sebenarnya ada masalah apa dia sampai di culik? Dari keterangan polisi, dia salah sasaran perampok? Apa bener? Apa pelakunya salah satu yang dendam karena tulisan dia?
CUT TO
SCENE 78
EXT. MAKAM SI KEMBAR REINARA DAN MITHA – DI WAKTU YANG SAMA
Para pelayat telah sepi, kini hanya tinggal Bara, Alya dan bu Dewi serta pak Didi.
Melihat kesedihan Bara, pak Didi dan bu Dewi meninggalkan Bara dan Alya berdua di makam. Mereka berdiri menjauh di belakang, seolah memberi kesempatan keduanya untuk berbicara.
ALYA
Mas, apa nggak apa – apa kalau di biarkan begini? Harusnya batu nisannya ditukar?
BARA
Biarkan saja. Toh mereka adalah saudara kembar. Sejak kecil mereka hidup terpisah. Kini mereka bertemu dan bersama kembali.
Suasana hening sejenak. Alya dan Bara saling terdiam.
BARA (CONTIN’D)
Toh sama saja. Dengan begini aku akan mengingat semuanya dengan baik. Apalagi? (BEAT) Lagian dua – duanya adalah kakakku... Apalagi... (BEAT) sudah nggak ada yang tersisa lagi... Nenek...Kak Mitha... Kak Nara... Haaahh...
Alya menatap Bara yang berkaca – kaca tanpa bisa menahan airmatanya.
Tiba - tiba Bara menarik Alya dalam pelukannya.
Alya balik memeluk Bara untuk menenangkan tangisan Bara yang mulai sesenggukan.
Mereka menangis bersama.
Bu Dewi dan pak Didi melihat keduanya dan ikut menangis.
ZOOM OUT.
CUT TO
SCENE 79
EXT. PELATARAN RUMAH BARA – SORE
Banyak wartawan telah mengelilingi rumah Bara, beberapa diantaranya meneriakkan turut berduka cita atas musibah yang menimpa keluarganya.
Beberapa orang kantor dari perusahaan Bara, ikut mendampingi termasuk pengacaranya yang mewakili menjawab pertanyaan para wartawan.
Dari situ Alya yang sempat heran, jadi tahu identitas Bara sebenarnya. Bahwa dia seorang pengusaha export import yang terbilang sukses dan cukup dikenal.
Mereka memasuki rumah dengan perasaan lega.
JUMP CUT TO
SCENE 80
INT. RUANG TAMU RUMAH BARA – SORE
MONTAGE
Para karyawan Bara yang tersisa, satu persatu berpamitan kepada Bara dan Alya, serta bu Dewi dan pak Didi.
Lalu Alya membantu bu Dewi dan Pak Didi berkemas, bekas para tamu.
Pengacara Bara mengobrol dengan Bara, terlihat serius sebelum akhirnya pamit setelah menyerahkan sebuah bungkusan kepada Bara.
Suasana kembali sepi.
Bara di papah pak Didi beristirahat di kamarnya dengan pintu terbuka.
Alya dan Bu Dewi ada di dapur, mereka minum teh dan makan kue.
END MONTAGE
ALYA
Oh, jadi mas Bara itu pengusaha ya bu?!
BU DEWI
Iya. Lho selama ini mbak nggak tahu?!
ALYA
Ampun dah bu! Saya nggak sempat mikir kemana – mana bu. Ibu tahu sendiri, gimana sifat mas Bara sama saya? Belum lagi masalah teror – teror itu kan?! Saya cuma sibuk mikirin mas Bara, anu maksudnya novelnya mas Bara saja.
BU DEWI
Eeemmm hihi...Iya, bener juga sih. Mbak Alya baru juga berapa hari mengenal mas Bara, tahu – tahu jadi begini.
Alya mengangguk sambil meminum tehnya, lalu mencomot sepotong kue dan mengunyahnya.
Bu Dewi menghela napas berat, setengah melamun.
Pak Didi datang bergabung dengan wajah kuyu dan sedih.
PAK DIDI
Kasihan mas Bara, dalam waktu belum ada 2 bulan, dia harus kehilangan satu persatu keluarganya. Sekarang dia jadi sebatangkara.
Semua terdiam menahan sedih dan muram.
Bu Dewi segera memecahkan suasana.
BU DEWI
Ya Allah pak, ini sudah sore, saya belum masak apa – apa. Kasihan mas Bara. Kita juga belum makan dengan benar dari kemarin. Mas Bara juga nggak makan dari pagi.
PAK DIDI
Mau saya belikan saja biar cepet, gimana?
BU DEWI
Kita pergi berdua saja pak, sekalian saya belanja sedikit barang. Ohya, saya boleh minta tolong sama mbak Alya?
ALYA
Boleh bu. Apa tuh?
BU DEWI
Saya nitip tolong bantu mas Bara makan kue – kue ini dulu ya. Sebentar saya siapin. Mbak Alya juga makan kuenya ya, kalau capek istirahat dulu, di kamar sebelah.
ALYA
Iya bu, tenang saja jangan kawatirkan saya, hehe...
JUMP CUT TO