PLUS MINUS
9. Bagian 40-44
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

40. EXT. SEKOLAH – TEMPAT PARKIR – SORE

Cast: Budi, Joko, Cahya


Budi tos dengan Joko yang sudah duduk di motornya.


JOKO
Wow gila bener tadi! Keren!


Budi tersenyum congkak.


BUDI
Trimakasih, trimakasih.


Budi berlalu pergi menuju motornya dan menaikinya. Budi lalu mengambil helmnya yang sebelumnya ditaruh di spion motor untuk disimpan di gantungan motor bagian depan. Saat akan menghidupkan motor, tiba-tiba Cahya menegur sambil terus berjalan lewat depannya.


CAHYA

Sekarang aturannya kalau pake motor udah nggak diharuskan pake helm tapi diganti topi ya?

(Mengangguk-angguk dengan tatapan lurus ke depan)

Baru tahu.


Budi termangu, kepala dan matanya mengikuti langkah Cahya sampai cewek itu keluar gerbang mengendarai motornya. Setelah itu, Budi tertawa sendiri sambil melepas topinya dan disimpan di dalam tas, kemudian mengenakan helmnya.


41. EXT. JALAN RAYA – SORE

Cast: Budi, Cahya, Ari, Joko


Terlihat Budi mengendarai motornya dengan kecepatan di atas 60 km/jam. Matanya melirik Cahya yang sedang menuntun motor. Budi menengok ke belakang dengan posisi masih mengendarai motornya. Lalu Budi memelankan laju motornya hingga Cahya sejajar dengannya.


BUDI

Motornya kenapa, tuh? Kehabisan bensin ya? Atau mogok?

(Tatapan mengejek)


Cahya hanya menengok sebentar dan terus mendorong motornya.


BUDI

Butuh bantuan nggak, nih?

(Menjalankan motornya pelan mengiringi Cahya)


CAHYA
Nggak perlu. Makasih.


Budi menatap Cahya yang menjauh kemudian mengangkat bahu acuh.


BUDI
Yaudah. Duluan ya!


Budi menambah kecepatan motornya sambil melihat Cahya melalui spionnya. Pikirnya Cahya akan melihat kepergiannya dan akhirnya meminta tolong padanya, tapi ternyata tidak. Cahya terus menuntun motornya tanpa mendongak sedikitpun padanya.


BUDI
Dia emang nggak butuh bantuan atau karena egonya tinggi?


Budi menepikan motornya. Mencegat motor Cahya dengan memegang setangnya. Cahya terpaksa berhenti dan menatap Budi garang.


CAHYA
Kalau emang mau bantu, cari oranglain yang lebih butuh aja sana! Aku masih bisa atasin masalahku sendiri soalnya.


BUDI

(Celingak-celinguk)

Cuma ada kamu doang. Gimana dong?


CAHYA
Ck!


BUDI

(Menaikkan satu alis)

Kubantu dorong sini.


CAHYA
Kamu kira hanya karena perempuan, aku nggak kuat buat dorong?


BUDI

(Menghela napas)

Gengsi nggak bakal bantu apa-apa. Terima aja fakta kalau perempuan nggak bisa selalu mandiri. Sesekali perlu bantuan laki-laki.


Cahya diam sejenak. Budi sudah mengambil alih posisi Cahya, tapi saat Budi sudah akan mendorong motornya, Cahya menahan.


CAHYA

Nggak perlu repot-repot bantu aku. Soalnya kalau nanti kamu repot cari motormu yang hilang karena kamu tinggal di situ, aku nggak ada niat buat bantu. Jadi, udah ya.

(Menyingkirkan Budi dari stang motornya)

Urus motormu sendiri sana.


BUDI

(Tersenyum tengil)

Tenang aja! Selalu ada solusi untuk setiap masalah.


Budi melihat arah belakang membuat Cahya ikut menoleh. Budi melambaikan tangan kanannya dan menghentikan dua cowok yang berboncengan, Joko dan Ari.


BUDI
Titip motorku. Bawa kemanapun asal bensin nggak berkurang banyak.


Joko dan Ari plonga-plongo. Apalagi saat Budi berlalu menjauhi mereka sebelum mendengar jawaban.


ARI
Kunci motornya?


BUDI

(Memeriksa kantong jaket dan seragamnya)

Masih nancep di motor.


Cahya yang mendengar percakapan Budi dan melihat Budi kembali menatapnya tanpa berkata apapun.


BUDI
Ayo.


CAHYA
Beneran ikhlas bantuinnya?


Budi mulai berjalan diikuti Cahya yang berpindah ke sebelah kanan.


BUDI

Awalnya ikhlas lahir batin, tapi karena aku orangnya gampang tersinggung, jadi sekarang nggak rela tenagaku kebuang sia-sia.

(Menatap Cahya sekejap dan kembali menghadap depan)

Bantu dorong dari belakang.


Cahya reflek berhenti. Menatap Budi garang. Budi ikut berhenti dan menoleh.


CAHYA
Ck!


Cahya memposisikan diri di belakang motor lalu mendorongnya. Budi tertawa jahil tanpa suara sambil melihat depan.


BUDI
Ternyata perempuan nggak selamanya mengagumkan. Ck ck ck.. ada kekurangannya juga.


CAHYA

(Menepuk jok motor keras)

Maksudnya apa? Dan siapa?


BUDI
Nyamber aja.


Cahya menyipitkan matanya saat menatap punggung Budi sambil menahan kesal.


CUT TO:


Joko menaiki motor Budi. Saat mesin sudah dinyalakan dan saat akan men-gas, tiba-tiba Joko mengerem. Ari sampai bingung.


ARI
Kenapa?


Joko melihat bagian speedometer, lalu berpindah melihat Ari.


JOKO
Gimana caranya motor ini bisa kubawa kemanapun kalau bensinnya aja bakal habis bahkan sebelum sampai 2 km?


CUT TO:


42. EXT. JALAN RAYA – SORE

Cast: Budi, Cahya


Terlihat Budi dan Cahya masih mendorong motor. Banyak motor dan mobil yang melewati mereka.


BUDI
Kalau dipikir-pikir.. kenapa kita harus sekolah ya?


Cahya diam.


BUDI
Padahal sukses, kan nggak ditentukan hanya dari sekolahnya. Banyak tuh yang nggak sekolah tapi sekarang sukses. 


Cahya masih diam.


BUDI
Berarti sekolah itu sebenarnya nggak begitu penting. Ah pengen pensiun jadi murid rasanya.


Cahya mulai mengkerutkan dahinya.


BUDI

(Berhenti melangkah seraya menoleh)

Mau ikut nggak?


CAHYA
Ikut apa?


BUDI
Pensiun jadi murid.


CAHYA

(Melotot)

EDAN!


BUDI

(Terkekeh)

Jawaban yang sangat menggambarkan orang ambis.


Cahya melirik sinis.


BUDI
Jadi, menurutmu sekolah itu penting?


CAHYA
Ya jelas iyalah.


BUDI
Coba kasih pendapatmu, dari sudut pandang orang pinter.


CAHYA
Jalan lagi. Kenapa malah berhenti dan bahas ini?


Budi menurut. Selama beberapa saat mereka berjalan sambil mendorong motor itu, kemudian Cahya yang nampak berpikir mulai bicara.


CAHYA
Bukan sebagai orang ambis ataupun pintar, tapi aku akan jawab dari sudut pandang orang waras dan sebagai seorang murid yang normal.


Budi tersenyum kecil.


CAHYA
Tujuan paling utama dari sekolah itu supaya kita dapat ilmu. Kita bisa tahu apa yang sebelumnya tidak kita tahu. Dari sana, kita bisa mengembangkan potensi diri. Kalau tidak sekolah, gimana caranya mengembangkan potensi?


BUDI
Minta diajari sama orang yang ahli di bidang itu.


CAHYA
Yang ahli itu siapa?


BUDI
Ya tergantung masing-masing bidang sesuai potensi yang kita punyalah.


CAHYA

(Mengangguk pelan)

Coba kasih contoh.


Budi berhenti. Begitu juga Cahya. Budi menatap Cahya sambil berpikir.


BUDI

Gini..

(Men-standard-kan motor dan menghadap penuh ke arah Cahya)

Aku punya potensi di bidang mesin, terutama mesin motor dan mobil. Aku pengen ngembangin potensiku itu, tapi aku nggak mau sekolah. Nah, pergilah aku ke bengkel dan minta tolong sama montirnya buat ngajarin. Beres.


CAHYA
Iya kalau montirnya mau, kalau enggak?


BUDI
Ya.. cari yang mau.


CAHYA
Kalau gitu, kenapa akhirnya malah sekolah di sini? Kenapa nggak cari montir yang mau ngajarin aja?


BUDI

(Dahi mengkerut)

Soalnya disuruh sekolah. Itupun terpaksa.


CAHYA
Dan akhirnya kamu tetap belajar mesin dengan sungguh-sungguh. Walaupun terpaksa. Lalu hasilnya? Kamu punya pengetahuan dan keterampilan yang lebih dari sebelum kamu masuk sekolah sini.


BUDI
Iya, tapi-


CAHYA
Maaf motong omonganmu, tapi aku belum selesai bicara.


Budi cengo.


CAHYA
Kamu yakin akan dapat ilmu yang sama dari cara montir ngajarin kamu? Kamu yakin nggak bakal kesulitan dengan perbedaan cara ngajar mereka? Bagaimanapun, kalau udah ada kata ngajarin itu sama aja dia gurumu, walau seorang montir sekalipun. Yang membedakan hanya tempatnya, bengkel dan sekolah. Dan dua tempat itu punya fungsi yang berbeda. Kalau kamu masih tahap belajar, ya masuknya ke sekolah. Baru setelah kamu punya ilmu yang cukup, tempat kamu di bengkel. Bukan buat belajar lagi, tapi mengamalkan ilmu yang udah kamu dapat.


Budi termenung melihat Cahya. Cahya tersenyum tidak habis pikir.


CAHYA
Aku udah selesai ngasih pendapatku. Mau kasih tanggapan?


Budi mengedip cepat.


43. EXT. JALAN RAYA – SORE

Cast: Cahya, Budi, Bapak


Budi hanya diam menuntun motor Cahya. Dia memikirkan hasil perdebatan mereka. Sementara itu, Cahya melihat Bapak sedang mengambil topi capingnya.


CAHYA
BAPAK!


Budi berjenggit kaget. Dia bahkan menatap tidak percaya melihat Cahya tersenyum lebar melambaikan tangan. Bapak tersenyum dan menghampiri Cahya sambil mengenakan topinya.


BAPAK
Kamu baru pulang?


CAHYA
Iya, sebenarnya sudah daritadi, tapi motornya mogok.


Bapak melihat motor dan sadar ada Budi memperhatikan. Bapak tersenyum pada Budi dan Budi membalasnya.


BAPAK

Ini temannya baik banget mau bantu dorong.

(Tersenyum pada Cahya dan Budi bergantian)

Namanya siapa, le?


BUDI

(Mengulurkan tangan kanan)

Saya Budi.


Bapak menjabat tangan Budi sambil memandang Budi cukup lama. Cahya merasa aneh dengan sikap bapak.


BUDI
Bapaknya Cahya, ya?


Bapak hanya tersenyum. Lalu menghadap Cahya.


BAPAK
Motornya langsung dibawa ke bengkel ya?


CAHYA
Iya.


BAPAK
Temannya diajak makan. Kasihan dorong dari sana. Jangan lupa juga buat berterima kasih.


CAHYA
Iya. Bapak juga ikut ayo.


BAPAK
Kalian saja.


Bapak tersenyum lagi pada Budi lalu pergi buru-buru dari sana. Bapak bahkan sempat menyempatkan melihat ke belakang sekali lagi sebelum hilang di tikungan.


BUDI

(Terkekeh)

Bapak itu lucu, ya? Banyak senyum.


Cahya melihat Budi sekejap lalu kembali melihat Bapak. Dia merasa aneh dengan sikap Bapak. Tapi lebih merasa aneh saat sadar satu hal setelah dia memegang bagian belakang motornya lagi.


CAHYA
Ngomong-ngomong, kenapa motornya nggak kamu periksa? Kamu dari jurusan mesin, kan?


Budi berhenti tertawa. Dia melihat Cahya begitu juga dengan Cahya. Mereka saling pandang, bingung.


44. TALKING HEAD CAHYA


CAHYA
Tuhan memang begitu epik dalam memainkan takdir. Dua orang yang sebelumnya asing berubah menjadi sepasang teman untuk saling beropini, sejak peristiwa itu. 
Suka
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar